PPKM Dicabut, Presiden Minta Masyarakat Tetap Kenakan Masker
Kendati tidak ada lagi pembatasan kegiatan, masyarakat diminta tetap berhati-hati karena pandemi Covid-19 belum berakhir. Kebiasaan mengenakan masker di ruangan tertutup dan transportasi umum harus dilanjutkan.
Oleh
NINA SUSILO, MAWAR KUSUMA WULAN KUNCORO MANIK
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah memutuskan untuk mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Meski begitu, status kedaruratan kesehatan yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 belum dicabut. Masyarakat juga diharapkan tetap waspada dengan melanjutkan kebiasaan mengenakan masker di ruangan tertutup dan transportasi umum. Vaksinasi, bantuan obat-obatan, dan bantuan sosial yang diberikan sejak awal pandemi juga tetap dilanjutkan di tahun 2023.
Pencabutan PPKM diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (30/12/2022) sore. Turut mendampingi Presiden, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Kebijakan pencabutan PPKM, menurut Presiden, diambil karena Indonesia termasuk negara yang berhasil mengendalikan Covid-19. Tak hanya itu, Indonesia bisa menjaga stabilitas ekonomi dengan kebijakan gas dan rem yang menyeimbangkan penanganan kesehatan dan perekonomian.
Per 27 Desember 2022, hanya ada 1,7 kasus per 1 juta penduduk. Tingkat positivitas mingguan 3,35 persen, tingkat perawatan rumah sakit (BOR) berada di angka 4,7 persen. Namun, angka kematian masih 2,39 persen.
Indikator-indikator tersebut, menurut Presiden, berada di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Semua kabupaten/kota di Indonesia juga sudah berstatus PPKM level 1 , pembatasan kerumunan dan pergerakan orang di tingkat paling rendah.
Selama 10 bulan terakhir, Indonesia juga tidak mengalami lonjakan jumlah kasus seperti saat puncak varian Delta pada Juli 2021 dan puncak varian Omicron pada Februari 2022. Selain itu, imunitas penduduk dinilai cukup tinggi. Sero survei pada Desember 2021 menunjukkan imunitas penduduk 87,8 persen, sedangkan pada Juli 2022 di angka 98,5 persen.
Jumlah vaksin yang disuntikkan sudah melebihi 448,52 juta dosis. Jumlah ini terdiri dari 204 juta vaksinasi dosis pertama, 174 juta vaksinasi dosis kedua, 68 juta vaksinasi dosis ketiga, dan 1,1 juta vaksinasi dosis keempat.
”Kami sudah lebih dari 10 bulan mengkaji, dan lewat pertimbangan-pertimbangan yang berdasarkan angka-angka yang ada, maka pada hari ini pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM yang tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 50 dan 51 Tahun 2022. Jadi, tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pergerakan masyarakat,” tutur Presiden.
Kendati pencabutan PPKM dilakukan menjelang Tahun Baru yang biasa menimbulkan kerumunan, Presiden tak khawatir karena imunitas penduduk dianggap sudah cukup tinggi. Kebijakan ini diambil setelah berkonsultasi dengan para epidemiolog.
Kami sudah lebih dari 10 bulan mengkaji, dan lewat pertimbangan-pertimbangan yang berdasarkan angka-angka yang ada, maka pada hari ini pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM. Jadi, tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pergerakan masyarakat.
Menkes Budi Gunadi menambahkan, China mengalami kenaikan kasus cukup tinggi karena beberapa varian baru, yakni BA.5.2.1, BA.2.7.5, dan BF.7. Namun, imunitas masyarakat Indonesia dinilai cukup tinggi. Hal itu salah satunya terlihat dari sero survei. Selain itu, juga terlihat dari tidak adanya lonjakan kasus meski sudah ditemukan varian BF.7 di Indonesia.
Tetap pakai masker
Kendati PPKM dicabut, status kedaruratan kesehatan yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 juga belum dicabut. ”Karena pandemi belum berakhir sepenuhnya dan pandemi ini sifatnya bukan per negara, tapi dunia, sehingga status kedaruratan kesehatan tetap dipertahankan mengikuti public health emergency international concern dari badan kesehatan dunia, WHO, bukan kita,” tutur Presiden.
Oleh karena itu, Presiden meminta seluruh masyarakat tetap berhati-hati dan waspada. Pemakaian masker di ruangan tertutup, transportasi publik, keramaian harus dilanjutkan. Demikian pula vaksinasi. Masyarakat juga diminta secara mandiri mendeteksi penularan melalui tes antigen atau tes PCR jika mengalami gejala yang mengarah ke Covid-19.
Aparat dan lembaga pemerintah juga diminta tetap siaga, terutama fasilitas kesehatan di semua wilayah. ”Vaksinasi tetap berjalan, utamanya vaksinasi booster, dan dalam masa transisi ini Satgas Covid-19 pusat dan daerah tetap dipertahankan untuk merespons penyebaran yang cepat,” lanjut Presiden.
Karena Satgas Covid-19 belum dibubarkan, ujar Mendagri Tito, pengawasan, baik pusat maupun daerah, tetap dilakukan. ”Bila terjadi lonjakan kasus secara signifikan, PPKM dapat diterapkan kembali,” ucapnya.
Selain itu, bantuan sosial yang diberikan selama pandemi akan dilanjutkan pada 2023, demikian pula bantuan vitamin dan obat-obatan. Beberapa insentif pajak juga disebut akan dilanjutkan.
Vaksinasi, menurut Budi, akan dilanjutkan. Untuk dosis penguat, Indonesia masih memiliki stik dari hibah negara lain sebanyak 4 juta dosis. Selain itu, masih ada vaksin produksi Bio Farma dan Biotis, yakni Inavac dan IndoVac, berkisar 5 juta-10 juta dosis.
Namun, diakui bahwa kapasitas penyuntikan menurun dari 2 juta per hari menjadi 100.000-150.000 per hari. Budi meminta masyarakat, terutama warga lanjut usia, mau mengikuti vaksinasi dosis penguat. ”Yang masuk rumah sakit dan meninggal ternyata lebih dari 50 persen belum divaksin dan lebih dari 70 persen belum di-booster,” ujar Budi.
Pencabutan PPKM oleh pemerintah pusat akan dilanjutkan oleh pemerintah daerah. Menurut Tito, peraturan daerah ataupun peraturan kepala daerah yang mengatur pembatasan mobilitas masyarakat berikut sanksinya mesti segera dicabut.
Budi menambahkan, pencabutan PPKM adalah penghentian intervensi nonmedis yang ditetapkan pemerintah ketika obat, vaksin, ataupun alat deteksi Covid-19 masih terbatas. Kini, saat obat, vaksin, dan alat deteksi sudah melimpah, intervensi berupa PPKM bisa dihentikan. Masyarakat pun diminta secara aktif berpartisipasi menjaga kesehatannya sendiri dan melanjutkan protokol kesehatan yang sudah biasa dilakukan.
Pembiayaan kesehatan terkait Covid-19, menurut Budi, juga akan dievaluasi secara bertahap kendati sekarang masih berlaku. ”Kalau ada yang sakit, masih kita tanggung, tapi kita akan segera me-review. Kita lihat, kalau dulu, kan, semua penyakit asal Covid-19 ditanggung. Tapi kalau sekarang tidak,” tutur Budi.
Dampak negatif
Secara terpisah, Dicky Budiman, epidemiolog dan peneliti keamanan kesehatan Griffith University, menilai bahwa pencabutan PPKM memiliki lebih banyak dampak negatif dari sisi kesehatan. “Mencabut (PPKM) dalam konteks saat ini, lebih banyak minusnya daripada plusnya,” kata Dicky.
Ia melihat kecenderungan untuk mencabut PPKM ini memang besar. ”Kalau saya melihatnya secara ekonomis, politis, kalau secara data sebetulnya masih bisa diperdebatkan ya di tengah testing juga menurun,” ujar Dicky.
Kondisi pandemi di Indonesia saat ini memang patut disyukuri dengan kasus Covid-19 yang relatif landai. Namun, setelah pencabutan PPKM, pemerintah tetap harus memikirkan public health strategy atau strategi kesehatan masyarakat yang akan diterapkan untuk menggantikan PPKM. ”Harus ada panduan selama pandemi masih ada,” katanya.
Strategi kesehatan masyarakat itu diperlukan untuk memitigasi ancaman yang datang dari dalam negeri ataupun luar negeri. ”Yang artinya karena 5M sebetulnya dalam derajat yang lebih ringan tetap harus dilakukan. Pandemi masih ada,” ucapnya.
Dampak negatif dari pencabutan PPKM, menurut Dicky, bisa diminimalkan dengan gerak cepat pemerintah dalam memberikan opsi strategi pengganti. Selama ini, komponen PPKM, antara lain, terdiri dari upaya pencegahan dari individu, mitigasi secara lingkungan, surveilans, restriksi pelaku perjalanan global, hingga langkah vaksinasi.
Di beberapa negara lain, PPKM atau public health and social measures (PHSM) memang sudah dicabut beberapa waktu lalu. Namun, PHSM segera diganti dengan strategi mitigasi yang lebih sederhana dan lebih mengurangi potensi pembatasan dari aktivitas sosial ekonomi di masyarakat.
Di Australia, misalnya, digunakan mekanisme seperti lampu lalu lintas. ”Kalau ada gelombang, perlu kewaspadaan gitu: merah. Masyarakat harus tahu dan itu ada di website pemerintah,” ucapnya.
Langkah mitigasi tetap dibutuhkan terutama ketika modal imunitas dari vaksinasi masih sangat rendah. ”Ini juga harus segera diantisipasi dengan mengejar cakupan dari vaksinasi booster. Itu yang masih PR besar,” tambah Dicky.