86,6 Persen Penduduk Indonesia Memiliki Antibodi SARS-CoV-2
Kadar antibodi terhadap virus SARS-CoV-2 yang terbentuk pada penduduk di Indonesia diperkirakan mencapai 86,6 persen. Meski begitu, capaian vaksinasi harus terus digenjot dengan tetap disiplin protokol kesehatan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Petugas mengambil sampel darah untuk tes cepat antibodi secara gratis di pos pengamanan Natal dan Tahun Baru, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (25/12/2020). Tes cepat antibodi itu dilakukan untuk membantu menekan penyebaran Covid-19 saat liburan Natal dan tahun baru.
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 86,6 persen penduduk Indonesia telah memiliki antibodi virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19. Antibodi ini terbentuk baik akibat infeksi maupun vaksinasi. Meski begitu, masyarakat diharapkan tidak terbuai karena risiko penularan Covid-19 masih ada.
Estimasi tingkat antibodi penduduk Indonesia itu diperoleh melalui survei serologi Covid-19 yang dilakukan di 100 kabupaten/kota pada periode November-Desember 2021.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) yang terlibat dalam survei serologi Covid-19 ini, Iwan Ariawan, di Jakarta, Jumat (18/3/2022), menuturkan, proporsi penduduk yang memiliki antibodi tertinggi ditemukan pada mereka yang sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 dua dosis. Survei ini juga memperlihatkan, 73,9 persen penduduk yang belum divaksinasi Covid-19 sudah memiliki antibodi dari virus SARS-CoV-2.
”Angka ini menunjukkan, proporsi penduduk yang terinfeksi virus penyebab Covid-19 sudah tinggi. Antibodi bahkan juga ditemukan pada penduduk yang belum divaksinasi dan mengaku belum pernah terinfeksi. Hal ini juga menandakan banyak yang sudah pernah terinfeksi namun tidak terdeteksi,” ujarnya.
Iwan memaparkan, tidak ditemukan perbedaan berarti tingkat penularan Covid-19 di wilayah aglomerasi dan non-aglomerasi. Hal serupa juga terlihat di wilayah Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali. Tingkat penularan Covid-19 pada penduduk di wilayah Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali, yang diukur dari total antibodi pada penduduk yang belum divaksinasi lebih kurang sama.
Epidemiolog dari FKM UI, Pandu Riono, menambahkan, pada survei serologi Covid-19 ini ditemukan juga orang yang terdeteksi pernah tertular Covid-19 serta sudah mendapatkan vaksinasi memiliki kadar antibodi tertinggi. Meski begitu, pada orang yang belum terdeteksi namun sudah mendapatkan vaksinasi juga memiliki kadar antibodi yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang pernah terinfeksi, tetapi belum divaksinasi.
”Artinya, program vaksinasi lebih efektif untuk meningkatkan kadar antibodi dibanding membiarkan penduduk terinfeksi. Ini juga yang mendasari mengapa pemerintah memutuskan melakukan booster (dosis penguat) dengan jenis vaksin yang berbeda agar kadar antibodi bisa lebih optimal,” katanya.
Pandu menyampaikan, kadar antibodi berdasarkan kelompok umur juga ditemukan hampir sama. Namun, kadar antibodi pada kelompok usia di bawah 11 tahun lebih rendah. Hal ini diduga karena cakupan vaksinasi yang belum meluas pada kelompok usia di bawah 11 tahun.
Program vaksinasi lebih efektif untuk meningkatkan kadar antibodi dibanding membiarkan penduduk terinfeksi.
Menurut dia, level antibodi pada penduduk Indonesia yang cukup tinggi ini sekaligus dapat menjelaskan mengapa tingkat kematian di Indonesia saat ini dapat ditekan. Selain itu, efek proteksi yang dimiliki penduduk Indonesia juga dapat menekan angka perawatan di rumah sakit.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Petugas mengambil sampel darah untuk tes cepat antibodi secara gratis di pos pengamanan Natal dan Tahun Baru, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (25/12/2020). Tes cepat antibodi itu dilakukan untuk membantu menekan penyebaran Covid-19 saat liburan Natal dan Tahun Baru.
”Tingkat imunitas pada penduduk itu menjadi faktor utama supaya kita bisa mengendalikan pandemi secara berkelanjutan. Kami pun mendorong agar sero-survei ini dilakukan secara berkala untuk mengukur perubahan kadar antibodi yang bisa menurun atau meningkat,” ucap Pandu.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, sekalipun secara nasional level antibodi pada penduduk di Indonesia cukup tinggi, masih ditemukan sejumlah daerah dengan kadar antibodi yang rendah. Untuk itu, pemerintah daerah setempat diharapkan bisa menyikapi data tersebut dengan mempercepat cakupan vaksinasi Covid-19.
Daerah dengan estimasi penduduk yang memiliki tingkat antibodi kurang dari 80 persen adalah Bandung Barat, Jawa Barat (79,4 persen); Gowa, Sulawesi Selatan (78,5 persen); Aceh Tenggara, Aceh (72,4 persen); Rokan Hulu, Riau (77,3 persen); Mukomuko, Bengkulu (78,2 persen); Timor Tengah Selatan, NTT (73,8 persen). Kemudian Singkawang, Kalimantan Barat (74,1 persen); Bulungan, Kalimantan Utara (70,7 persen); Mamasa, Sulawesi Barat (79,4 persen); Mamuju, Sulawesi Barat (76,4 persen); Seram Bagian Timur, Maluku (76,4 persen); dan Jayawijaya, Papua (45,6 persen).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Tenaga medis menyuntikkan vaksin Covid-19 dosis ketiga (booster) kepada pekerja di Menara Kompas, Jakarta, Selasa (25/1/2022).
”Kita juga pahami, penduduk Indonesia sangat besar. Jadi, meski 86,6 persen penduduk sudah memiliki antibodi, masih ada 13,4 persen atau 36 juta penduduk belum punya antibodi dan masih rentan,” kata Tito.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, masyarakat diharapkan menyadari bahwa antibodi yang terbentuk tidak dapat mencegah penularan. Antibodi bermanfaat untuk mencegah risiko perawatan di rumah sakit dan mencegah risiko kematian.
Karena itu, protokol kesehatan, seperti memakai masker, tetap harus dijalankan oleh masyarakat. Bagi masyarakat yang sudah pernah terinfeksi Covid-19 tetap perlu divaksinasi agar antibodi yang terbentuk bisa lebih optimal.
”Survei serologi ini nanti akan kami lakukan secara berkala setidaknya setiap enam bulan sekali untuk melihat perkembangan antibodi di masing-masing daerah. Hasil survei ini juga akan digunakan dalam pengambilan kebijakan pengendalian pandemi sehingga kebijakan yang dihasilkan pun berbasis bukti,” kata Budi.