Wapres Berharap Negara Bisa Hadir Selesaikan Persoalan Media
Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam pertemuan dengan Forum Pemimpin Redaksi mengaku terkejut dengan kondisi media massa yang tidak baik-baik saja.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN KUNCORO MANIK
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengundang pemimpin media massa untuk membahas persoalan yang dihadapi media massa. Wapres mengaku terkejut terutama dengan rencana salah satu media arus utama, Republika, yang akan menghentikan cetakan korannya dan beralih ke digital.
”Yang penting kita usahakan seperti apa langkah-langkahnya agar negara juga bisa hadir dan memberikan solusi-solusi yang tepat guna bagi masalah media dalam persoalan yang dihadapi media,” ujar Wapres Amin dalam acara silaturahmi dengan Forum Pemimpin Redaksi di rumah dinas Wapres di Jakarta Pusat, Rabu (28/12/2022).
Wapres Amin mengaku terkejut dengan kondisi media massa yang tidak baik-baik saja. ”Memang merasa terkejut ada pengumuman dari Republika yang mau ditutup, ya, ada juga beberapa media cetak lainnya yang akan beralih ke media online,” tuturnya.
Perbincangan Wapres dengan pimpinan media massa diharapkan memunculkan butir penting yang bisa menjadi bahan kebijakan. ”Saya kira malam ini saya tentu ingin mendengar cerita, baiknya seperti apa yang menurut saya bisa langsung dari bapak ibu sekalian tentang persoalan yang dihadapi media yang sesungguhnya. Dari pemimpin-pemimpin redaksi dan pemimpin organisasi,” ucap Wapres.
Ketua Dewan Pengurus Forum Pemred periode 2021-2024 Arifin Asydhad mengatakan bahwa sejak tiga tahun lalu atau 2020, Forum Pemred juga sudah menyampaikan situasi ekosistem media saat ini kepada Presiden Joko Widodo. ”Sudah darurat,” ujar Arifin.
Ekosistem media arus utama disebut sudah sekian tahun tidak lagi memegang kendali. JIka hal ini dibiarkan, media cetak akan semakin tenggelam. Beberapa dampak negatif juga sudah bermunculan akibat kondisi ini.
Menurut Arifin, media kian terjebak sekadar mengejar klik dan view. Semakin banyak view, maka dianggap makin baik. ”Bahaya karena media berlomba membuat media yang bisa di-klik dan mendapat view bombastis. Yang remeh temeh yang belum tentu ada manfaatnya,” ujarnya.
Kemunculan banyak media daring sebenarnya merupakan kondisi baik. Namun, praktiknya media yang akhirnya melanggar etika pun cukup banyak. Satu media, misalnya, bisa hanya memiliki dua wartawan, tapi bisa menghasilkan 40 berita per hari dengan asal comot. Namun, di mata platform keduanya sama. ”Ada kekurang fair-an, tidak equal dalam operasional. Concern ini kami sampaikan ke Presiden,” ujar Arifin.
Seusai makan malam dengan Presiden di Banjarmasin, Forum Pemred membentuk Tim Tujuh untuk membuat regulasi untuk menyikapi masalah media massa. Menurut Arifin, draf regulasi telah selesai dan sudah di Kementerian Komunikasi dan Informatika. ”Perlu dorongan. Kami harap regulasi perpres bisa sudah ada hasilnya 2023,” tambahnya.
Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi menegaskan bahwa keputusan untuk menstop media cetak ini sudah 1,5 tahun lalu dibahas secara internal. Menteri BUMN Erick Tohir sebagai pemilik sudah melontarkan gagasan supaya Republika melaju di ranah digital sepenuhnya.
Menurut Irfan, infrastruktur media cetak semakin sulit di masa pandemi. ”Mengedarkan kertas cetak itu makin susah, terasa sekali saat PPKM misalkan, penerbangan ditutup pembatasan sehingga kita saat itu men-deliver kertas ke daerah daerah itu lumayan mahal jadinya karena melingkar-lingkar, kemudian para agen dan para loper di lapangan itu makin menyusut. Anak anak agen tidak meneruskan bisnis, terutama loper,” tambahnya.
Upaya mencetak kertas juga diperberat komponen pajaknya yang sangat banyak. ”Mulai beli kertas itu ada pajaknya, tiap tiga bulan harga kertas naik, kita punya komponen lain mesin tinta, kita jual juga ada pajaknya,” tambahnya.
Secara bisnis, media massa juga harus melawan raksasa bisnis yang lebih besar. ”Ada platform luar yang masuk yang sepertinya bebas tanpa potongan apa-apa, seperti kita harus beradu dengan raksasa besar, sementara tangan dan kaki kita harus diikat sehingga memang secara bisnis juga agak berat untuk melawan,” tuturnya.