Perbaikan data terpadu kesejahteraan sosial perlu dilakukan. Sebab, bantuan sosial belum tepat sasaran.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Implementasi kebijakan Program Perlindungan Sosial di Indonesia menghadapi beberapa tantangan besar, salah satunya adalah pemutakhiran data. Pendataan terpadu itu bertujuan untuk memastikan penyaluran bantuan sosial di Indonesia tepat sasaran.
Sekretaris Nasional Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Dika Moehammad, mengatakan, selama ini ada beberapa program perlindungan sosial yang dijalankan pemerintah. Namun penyaluran bantuan sosial di sejumlah daerah masih belum tepat sasaran.
“ Ada upaya perbaikan, tapi belum ada yang terlihat dan dirasakan secara signifikan oleh masyarakat,” kata Dika dalam diskusi umum bertajuk “Catatan Akhir Tahun Implementasi Program Perlindungan Sosial Untuk Rakyat Miskin”, pada Rabu (28/12/2022) di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat.
Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan SPRI di Jakarta, pada Mei 2020, sebanyak 2.892 keluarga yang layak mendapat Program Keluarga Harapan (PKH), tidak terdaftar dalam data terpadu kesejahteraan sosial atau DTKS. Secara nasional 2,3 juta keluarga miskin belum menerima PKH.
“Kenyataan ini memprihatinkan. Warga miskin menerima dua palu godam sekaligus. Pertama, pandemi Covid 19. Kedua, kedua kemiskinan yang semakin membuat melarat,” tambahnya.
Terkait hal itu, pihaknya mendesak agar pemerintah memperbaiki data penerima bantuan secara menyeluruh. Dengan demikian, masyarakat yang membutuhkan bisa menerima manfaat dari pemerintah yang mengalokasikan anggaran sekitar Rp 253 triliun pada tahun 2022.
Ada upaya perbaikan, tapi belum ada yang terlihat dan dirasakan secara signifikan oleh masyarakat.
“Bagi kami masalah pokoknya memang pada pendataan. Kita sangat tertinggal dalam pendataan. Padahal Bapak Presiden sudah mencanangkan program elektronik untuk pendataan,” tambahnya.
Pendaftaran daring
Dika menambahkan, proses pendaftaran DTKS menyulitkan warga miskin. Banyak warga miskin tidak mengerti cara mengakses pendaftaran daring. Beberapa keluhan yang muncul antara lain, waktunya pendek, tidak bisa mengakses internet, tidak memiliki gawai berbasis internet, dan jaringan internet tidak stabil.
“Pendaftaran online seharusnya dibuka sepanjang tahun. Verifikasi dan validasi juga sebaiknya dilakukan setiap saat untuk data baru. Tujuannya, agar tidak menumpuk data yang belum diverifikasi dan validasi,” kata Dika.
Selain pendataan, hasil audit sosial SPRI pada bulan Mei 2021, mencatat manfaat nilai bantuan masih terlalu kecil. Nilai bantuan PKH belum mampu meningkatkan kesejahteraan rumah tangga miskin untuk dapat keluar dari kemiskinannya secara permanen. Rata-rata bantuan habis dalam waktu dua minggu.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, anggaran perlindungan sosial tahun 2022 sebesar Rp 252,3 Triliun. Hal itu turun dari tahun 2021 dan 2016. Anggaran perlindungan sosial tahun 2016 sebesar Rp261,2 triliun atau sekitar Rp 9 triliun lebih besar dari tahun 2022. Sementara anggaran 2021 sebesar Rp 408,7 triliun atau lebih besar hampir Rp 150an triliun.
Peneliti Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) Betta Anugerah Septiani, menilai, penurunan alokasi anggaran belum tepat untuk dilakukan. Sebab, efek dari pandemi Covid-19 masih dirasakan masyarakat.
“Efek pandemi menyebabkan kemiskinan di Indonesia meningkat. Merujuk pada data BPS jumlah penduduk miskin bertambah akibat Covid-19 sebanyak 2,76 juta orang,” tambah Betta.
Komunitas Orang Rimba di Bukit Duabelas Jambi, menerima bantuan sosial dari Kementerian Sosial. Dana sebesar total Rp 1,8 juta untuk tiga bulan itu diserahkan oleh petugas kantor pos.
Rerformasi
Analis anggaran madya Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Agung Lestanto, dalam keterangan tertulis, menyatakan, pemerintah berkomitmen untuk melanjutkan reformasi perlindungan sosial melalui perbaikan data masyarakat miskin dan rentan melalui, transformasi data menuju sistem pendataan terintegrasi, Satu Data.
“Kebijakan ini mencakup strategi perluasan cakupan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari sebelumnya 40 persen menjadi 60 persen penduduk Indonesia dengan penghasilan terendah,” tulis Agung.
Dengan perluasan basis data ini, pelaksanaan program bansos dan subsidi diharapkan menjangkau masyarakat miskin dan rentan miskin. Selain itu, diharapkan basis data ini menjadi dasar penargetan dari berbagai program bantuan sosial dan subsidi yang dikelola pemerintah pusat maupun daerah dalam penyaluran bantuan.
Selain itu, penyempurnaan mekanisme penyaluran berbasis non tunai juga dilakukan. Hal ini diharapkan mempercepat terwujudnya pelaksanaan program perlindungan sosial yang efektif berdasarkan prinsip 5T (tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat administrasi).
Mekanisme penyaluran non tunai yang saat ini berbasis kartu, ke depannya perlu mempertimbangkan untuk menggunakan teknologi keuangan (fintech) seperti biometrik wajah atau sidik jari. Teknologi ini memiliki keunggulan infrastruktur transaksi lebih murah, meningkatkan keamanan transaksi, serta memudahkan proses transaksi.
Kementerian Sosial lewat Menteri Sosial sudah membuat keputusan menteri untuk perubahan data setiap bulan. Perubahan data ini melibatkan pemerintah daerah atau pemda untuk melakukan verifikasi dan pengecekan ulang demi memastikan bantuan tepat guna.
Pemerintah juga sudah membuat aplikasi dan situs cek bansos. Namun masih ditemukan gangguan pada tautan dan situs yang tidak bisa diakses.