Rencana Hentikan PPKM Saat Mobilitas Meningkat Dianggap Tidak Tepat
Peningkatan mobilitas masyarakat di akhir tahun dikhawatirkan dapat membuat kasus Covid-19 melonjak lagi. Karena itu, ada pendapat rencana penghapusan PPKM harus melihat dulu kondisi pasca-Natal dan Tahun Baru.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menilai, rencana penghentian pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM pada momentum Natal dan Tahun Baru tidak tepat. Sebab, mobilitas masyarakat yang meningkat di akhir tahun dikhawatirkan dapat meningkatkan kembali kasus Covid-19.
Penghentian kebijakan PPKM seperti yang diwacanakan pemerintah memang memungkinkan terjadi. Namun, Dicky meminta agar keputusan pencabutan PPKM diambil dengan melihat kondisi setelah Natal dan Tahun Baru, serta mempertimbangkan kondisi penyebaran Covid-19 di negara lain.
Saat ini, kasus Covid-19 di China sedang meningkat. Bahkan, di kota Qingdao terdapat setengah juta kasus dalam satu hari. Oleh karena itu, Indonesia masih harus waspada soal kemungkinan ada penularan virus Covid-19.
”Pencabutan PPKM sebaiknya jangan dilakukan secara terburu-buru. Saat libur tahun baru nanti pasti ada peningkatan pergerakan masyarakat yang memiliki potensi adanya penyebaran virus Covid-19. Kalau PPKM ini mau dicabut, saya kira tunggu setelah momen Natal dan Tahun Baru. Apabila kondisi terkendali, maka PPKM dapat dicabut,” ujar Dicky saat dihubungi, Senin (26/12/2022).
Pencabutan PPKM sebaiknya jangan dilakukan secara terburu-buru. Saat libur tahun baru nanti pasti ada peningkatan pergerakan masyarakat yang memiliki potensi adanya penyebaran virus Covid-19.
Menurut Dicky, pencabutan PPKM harus dilakukan pada waktu yang tepat. Mencabut PPKM berdasarkan data penurunan kasus serta kematian akibat Covid-19 saja tidak cukup. Hal lain yang juga dibutuhkan adalah data yang jelas mengenai tingkat imunitas masyarakat.
Dicky menambahkan, ketika kebijakan PPKM dicabut juga bukan berarti status pandemi Covid-19 akan berubah menjadi endemi. Berkaca dari kasus virus H1N1, butuh waktu hingga dua dekade untuk mengubah status H1N1 dari pandemi menjadi endemi. Adapun H1N1 adalah salah satu dari beberapa jenis virus flu yang dapat menyebabkan flu musiman.
Pandemi tidak hanya terkait dengan intervensinya, tetapi juga karakter dari virusnya. ”Kalau bicara ciri khas dari suatu penyakit dari yang tadinya pandemi kemudian menjadi endemi, itu umumnya tidak otomatis. Ada jeda 5, 10, sampai 20 tahun. Kalau dalam konteks Covid-19, saya kira ini bisa menyamai H1N1 yang dua dekade kurang lebih,” kata Dicky.
Belum sepenuhnya aman
Dicky juga mengingatkan agar pencabutan PPKM tidak dimaknai bahwa situasi sudah sepenuhnya aman dan berujung melemahnya upaya penanganan Covid-19. Apalagi, pemerintah juga masih memiliki tanggung jawab untuk menggenjot vaksinasi penguat pada warga lanjut usia atau lansia.
”Cakupan vaksinasi lengkap Indonesia belum sampai 80 persen. Vaksinasi penguat kedua lansia juga baru 1 persen. Itu harus diperhatikan. Jangan sampai kebijakan ini membawa masalah baru,” ucap Dicky.
Menurut Dicky, endemi tak lantas berarti virus sudah menghilang. Endemi juga berarti masyarakat harus memahami bagaimana mencegah terjadinya penularan dan kemampuan mendeteksi yang diperkuat.
”Memang tidak bisa terlalu cepat juga menjadi endemi karena ini bicara virus yang baru, terus bermutasi, punya kemampuan menginfeksi dan menginfeksi lagi, menurunkan antibodi juga. Ini yang membuat dia terus bermutasi, menurunkan proteksi yang ada di masyarakat. Artinya kematian terus ada,” ucap Dicky.
Endemi secara sederhana didefinisikan sebagai situasi yang stabil dan bisa diprediksi. Dalam konteks Covid-19, syarat tersebut belum terpenuhi. Bahkan, di China, kasus Covid-19 saat ini menjadi ”tsunami”, yang artinya marak terjadi. ”Politik harus mengikuti ilmu sains, bukan sains mengikuti politik. Endemi itu tidak ikut statusnya pemerintah,” kata Dicky.
Meskipun situasi Covid-19 di Indonesia sudah membaik dan statusnya tidak membebani fasilitas kesehatan serta relatif bisa dikendalikan, nyatanya penyebaran virus ini belum berakhir. Oleh karena itu, semua masyarakat harus tetap hati-hati.
Sinyal penghentian PPKM
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sempat memberikan sinyal untuk menghentikan kebijakan PPKM pada akhir tahun ini. Jokowi menuturkan, rencana pencabutan PPKM di akhir tahun masih menunggu kajian dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Adapun hasil kajian selanjutnya diserahkan kepada Presiden dan dibahas serta diputuskan dalam sidang kabinet.
Hal tersebut diutarakan Jokowi saat menghadiri Outlook Perekonomian Indonesia 2023 di Hotel The Ritz-Carlton, Jakarta, Rabu (21/12/2022). Ia juga memberikan target agar kajian dan kalkulasi mengenai PPKM dapat selesai minggu ini.
Jokowi melihat perkembangan kasus Covid-19 semakin landai dan terkendali. Penghentian PPKM diharapkan mampu mendorong perekonomian nasional, khususnya dari sisi konsumsi rumah tangga dan investasi. Apalagi, tahun depan situasi eksternal perekonomian bakal cukup berat, ditambah adanya ancaman resesi global.