Peneliti Mulai Singkap Penyebab Perempuan Lebih Mudah Terkena Alzheimer
Para peneliti menemukan adanya bentuk protein imun inflamasi lebih banyak terdapat di otak perempuan alzheimer dibandingkan laki-laki. Ini langkah penting untuk mengungkap tingginya risiko perempuan terkena alzheimer.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para peneliti dari Scripps Research dan Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat, satu langkah lebih maju dalam mengungkap penyebab perempuan lebih mudah terkena alzheimer dibandingkan laki-laki. Hal ini diketahui setelah mereka menemukan adanya modifikasi protein kekebalan yang merusak koneksi otak dan lebih umum terjadi pada perempuan.
Dalam hasil studi yang dilaporkan pada 14 Desember 2022 di Science Advances, para peneliti menemukan adanya bentuk protein imun inflamasi yang dimodifikasi secara kimia berbahaya atau disebut komplemen C3. Protein ini jauh lebih banyak ditemukan di otak perempuan yang meninggal akibat alzheimer dibandingkan laki-laki dengan kondisi serupa.
”Temuan baru kami menunjukkan bahwa modifikasi kimia dari komponen sistem komplemen membantu mendorong alzheimer. Bahkan, hal ini mungkin menjelaskan mengapa penyakit tersebut lebih banyak menyerang perempuan,” ujar salah satu penulis studi ini, Stuart Lipton, dikutip dari situs resmi Scripps Research, Selasa (20/12/2022).
Alzheimer merupakan bentuk paling umum dari demensia yang terjadi seiring bertambahnya usia. Penyakit ini selalu berakibat fataldan sampai sekarang belum ada pengobatan yang disetujui untuk menghentikan prosesperkembangan penyakit ini.
Temuan baru kami menunjukkan bahwa modifikasi kimia dari komponen sistem komplemen membantu mendorong alzheimer. Bahkan, hal ini mungkin menjelaskan mengapa penyakit tersebut lebih banyak menyerang perempuan.
Kurangnya perawatan mencerminkan fakta bahwa para ilmuwan tidak pernah sepenuhnya memahami perkembangan alzheimer. Di sisi lain, para ilmuwan dan tenaga kesehatan juga tidak mengetahui sepenuhnya mengapa penyakit ini lebih banyak menyerang perempuan.
Oleh karena itu, para peneliti di Scripps Research dan Massachusetts Institute of Technology (MIT) terus mempelajari peristiwa biokimia dan molekuler yang mungkin mendasari penyakit neurodegeneratif ini. Hal ini termasuk reaksi kimia yang membentuk jenis komplemen C3 yang dimodifikasiatau sebuah proses yang disebut protein S-nitrosilasi.
Lipton dan rekan-rekannya sebelumnya menemukan reaksi kimia ini, yang terjadi ketika molekul terkait oksida nitrat (NO) berikatan erat dengan atom belerang (S). Modifikasi protein oleh kelompok kecil atom seperti NO biasa terjadi di sel dan biasanya mengaktifkan atau menonaktifkan fungsi protein target.
Mengingat terdapat alasan teknis, S-nitrosilasi lebih sulit untuk dipelajari daripada modifikasi protein lain. Namun, Lipton dan peneliti lain menduga bahwa ”badai SNO” dari protein ini dapat menjadi kontributor utama terjadinya penyakit alzheimer.
Dalam studi ini, para peneliti kemudian menggunakan metode baru untuk mendeteksi S-nitrosilasi guna mengukur protein yang dimodifikasi pada 40 otak manusia postmortem. Setengah dari otak berasal dari orang yang telah meninggal karena alzheimer dan setiap kelompok dibagi rata antara perempuan dan laki-laki.
Dalam otak ini, para ilmuwan menemukan 1.449 protein berbeda yang telah mengalami S-nitrosilasi. Sementara di antara protein yang paling sering dimodifikasi dengan cara ini, terdapat beberapa yang telah dikaitkan dengan alzheimer, termasuk komplemen C3.
Penemuan lain para peneliti yang tidak kalah mengejutkan ialah perbedaan signifikan jumlah S-nitrosylated C3 (SNO-C3) antara perempuan dan laki-laki. Bahkan, tingkat SNO-C3 pada otak perempuan penderita alzheimer terdeteksi enam kali lipat lebih tinggi dibandingkan otak pria dengan kondisi serupa.
”Mengapa perempuan lebih mungkin terkena alzheimer telah lama menjadi misteri. Namun, saya pikir hasil penelitian kami mewakili bagian penting dari teka-teki yang secara mekanis menjelaskan peningkatan kerentanan perempuan seiring bertambahnya usia,” kata Lipton.
Hongmei Yang, penulis lain studi ini, berharap ke depan para peneliti dapat melakukan percobaan lebih lanjut dengan senyawa denitrosilasi. Ini dilakukan dengan menghilangkan modifikasi SNO untuk melihat proses penurunan patologi pada model hewan alzheimer sebelum akhirnya diujicobakan pada manusia.