Karya sastra yang merekam kekayaan Nusantara diharapkan tidak sekadar menjadi obyek penelitian dalam merekonstruksi masa lalu. Namun, juga berdampak terhadap kehidupan masyarakat saat ini dan masa mendatang.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai karya sastra Indonesia telah banyak merekam kekayaan Nusantara. Rekaman itu diharapkan tidak sekadar menjadi obyek penelitian dalam merekonstruksi masa lalu, tetapi juga pengetahuan yang disebarkan kepada masyarakat dan bisa memengaruhi kebijakan.
Hal ini mengemuka dalam peluncuran ”Trias Kritika Sastra” yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) secara hybrid, Selasa (20/12/2022). Kegiatan tersebut juga membedah tiga buku berjudul Sastra Pariwisata, Sastra Rempah, dan Sastra Maritim.
”Ketiga buku ini mencoba merekam kekayaan Nusantara. Dari rekaman masa lalu inilah ke depan kita harus menghasilkan sesuatu,” ujar Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya Prof Setya Yuwana Sudikan.
Kajian sastra terhadap cerita masa lalu juga bisa menjadi inspirasi untuk masa depan. Namun, hal ini memerlukan kolaborasi penelitian. Bukan hanya dengan lintas profesi keilmuan, tetapi juga melibatkan sejumlah pemangku kepentingan atau pemerintah.
Setya menyebutkan sejumlah karya sastra Tanah Air dengan kajian pariwisata, rempah, dan maritim. Terkait pariwisata, misalnya, terdapat novel Sukreni Gadis Bali karya Anak Agung Nyoman Pandji Tisna. Ada juga kumpulan sajak ”Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur,” karya Abdul Hadi.
Sementara itu, kajian rempah sangat dekat dengan masa lalu bangsa Indonesia. Bangsa Eropa berbondong-bondong datang ke Nusantara untuk berebut kekuasaan atas kekayaan rempah-rempah di Tanah Air.
”Kita selalu ingat pada lagu yang menceritakan nenek moyang kita seorang pelaut. Jadi, laut merupakan hal penting dalam peradaban Nusantara,” ucapnya.
Buku Sastra Pariwisata, Sastra Rempah, dan Sastra Maritim digagas oleh Prof Novi Anoegrajekti dengan melibatkan sejumlah peneliti lainnya. ‘Trias Kritika Sastra’ itu memaparkan kajian tematik sastra yang memberikan kontribusi baru dalam dinamika multidisiplin kajian humaniora, sastra terapan, dan industri kreatif.
Kajian sastra terhadap cerita masa lalu juga bisa menjadi inspirasi untuk masa depan. Namun, hal ini memerlukan kolaborasi penelitian
Novi menuturkan, keberagaman kajian dalam ”Trias Kritika Sastra” bersifat saling melengkapi dan menyajikan berbagai alternatif. ”Hal ini berpotensi memperluas cakrawala pembaca mengenai keindonesiaan, kebinekaan, dan menjelaskan perkembangan suatu topik yang dihasilkan peneliti,” ucapnya.
Bukan sekadar mengejar sitasi
Para peneliti sastra didorong menghasilkan karya yang berdampak pada kehidupan masyarakat. Jadi, bukan sekadar mengejar peningkatan sitasi dalam penelitian.
”Percuma jadi peneliti kalau yang diteliti cuma berakhir di perpustakaan dan tidak ada yang baca. Kecuali kita berbangga hanya karena sitasi makin tinggi,” ujar sastrawan yang juga Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Prof Riris K Toha Sarumpaet.
Riris menuturkan, mengenali kemaritiman Indonesia dapat dilakukan dari sisi sejarah, budaya, sosial politik, dan kondisi negeri setakat ini. Oleh sebab itu, sastra maritim menjadi kepentingan akademik ahli sastra.
Hasil penelitian ini disebarluaskan ke masyarakat dan diharapkan dapat memengaruhi pemerintah dalam mengambil kebijakan. ”Semua tujuan penelitian adalah untuk masyarakat, bukan sebatas buku-buku yang diterbitkan. Jadi, lewat upaya sungguh-sungguh melahirkan kebijakan dan dengan demikian terjadilah transformasi,” jelasnya.
Riris menambahkan, peneliti, termasuk di bidang sastra, juga merupakan abdi masyarakat. Jadi, riset-riset yang dilakukan diharapkan mampu membawa kemajuan bagi masyarakat.
”Dengan begitu, sastra menjadi suara yang dapat mengubah peradaban,” katanya.
Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN Herry Yogaswara berharap ketiga buku yang dibedah tersebut tidak hanya menjadi romantisme. Namun, sebagai catatan dan referensi berharga untuk riset topik pariwisata, rempah, dan maritim.
”Selain itu, harus menginspirasi. Mudah-mudahan peneliti BRIN juga banyak dapat inspirasi sehingga menemukan ide-ide riset yang beragam,” ujarnya.