Hapus Diskriminasi dengan Berdayakan Penyandang Disabilitas
Masyarakat mesti menyadari pentingnya keikutsertaan para penyandang disabilitas dalam berbagai bidang kehidupan. Hal itu dapat menghapus diskriminasi terhadap orang dengan disabilitas.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat yang inklusif menjadi sangat penting untuk menghapus diskriminasi terhadap para disabilitas. Peran semua pihak diperlukan untuk memastikan penyandang disabilitas memiliki hak dan perlindungan yang sama di segala bidang, terutama pendidikan dan ekonomi.
Kondisi tersebut akan tercipta jika masyarakat menyadari pentingnya keikutsertaan para disabilitas dalam berbagai bidang kehidupan. Apalagi, penyandang disabilitas juga memiliki kemampuan sama dengan masyarakat lain untuk berpartisipasi di segala bidang.
Untuk mewujudkan hal itu, acara Karya Tanpa Batas sebagai peringatan Hari Disabilitas Internasional diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 3 Desember. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki mengatakan, kegiatan ini menjadi bukti bahwa negara hadir bersama mereka tanpa adanya diskriminasi.
Teten menekankan, kolaborasi antara pemerintah dan swasta menjadi kunci keberhasilan membangun sistem kesetaraan bagi penyandang disabilitas. Di sisi lain, kegiatan ini bertujuan agar penyandang disabilitas berpartisipasi aktif dalam perekonomian sehingga menuju ekonomi baru yang mandiri dan inklusif.
”Hal ini untuk mendorong serta memantau peningkatan partisipasi penyandang disabilitas, terutama dalam bidang wirausaha,” katanya dalam acara puncak Karya Tanpa Batas 2022 di Gedung Smesco Indonesia, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (20/12/2022).
Merujuk pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, jumlah penyandang disabilitas Indonesia mencapai 28,05 juta orang dan 22 persen di antaranya berada pada kelompok usia produktif. Hingga tahun 2020 tercatat dalam Indeks Kesejahteraan Sosial 2020, sebanyak 72 persen penyandang disabilitas bekerja di sektor informal.
Sementara itu, menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim, sebagai upaya membantu para penyandang disabilitas memiliki sertifikat keahlian untuk mendapat pekerjaan, pihaknya menyusun sejumlah skema sertifikasi kompetensi.
Melalui pendirian 10 sekolah luar biasa (SLB) sebagai rintisan lembaga sertifikasi profesi (LSP), upaya ini diharapkan bisa mengatasi kendala yang dialami penyandang disabilitas dalam mengakses sertifikat keahlian.
”Kami melakukan ini agar bisa membuat anak-anak lebih terpacu dalam proses berlatih untuk bekerja sehingga mereka dapat meningkatkan perekonomian juga,” ucap Nadiem.
Karya penyandang disabilitas
Program tahunan untuk disabilitas bertajuk Karya Tanpa Batas diinisiasi Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE-KIM) bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM, Kemendikbudristek, Yayasan Perempuan Tangguh Mandiri Indonesia (PTI), serta Smesco Indonesia.
Suzana Teten Masduki dari OASE-KIM menjelaskan, terdapat juga pelatihan bersertifikat dalam kegiatan ini, seperti pelatihan merias (make-up artist/MUA), kelas kuliner, mode, dan makrame.
Selain itu, pelatihan bidang teknologi, seperti pengenalan digitalisasi program serta pemasaran bersama Microsoft, Tokopedia, dan Tiktok Shop, juga digelar. Acara itu juga dibarengi dengan peluncuran berbagai institusi ekosistem pendukung penyandang disabilitas.
”Potensi penyandang disabilitas sebagai seorang wirausaha, konsumen, dan pekerja profesional perlu dukungan semua pihak,” katanya.
Sebanyak 350 penyandang disabilitas mengikuti rangkaian acara Karya Tanpa Batas. Ada lebih dari 40 stan yang menampilkan berbagai produk karya penyandang disabilitas dalam bazar ini.
Potensi penyandang disabilitas sebagai seorang wirausaha, konsumen, dan pekerja profesional perlu dukungan semua pihak.
Produk yang ditampilkan oleh wirausaha dari penyandang disabilitas itu meliputi produk makanan, minuman, kerajinan tangan, hingga berbagai karya aplikasi untuk memudahkan penyandang disabilitas. Terdapat juga sejumlah lukisan dari penyandang disabilitas untuk dilelang kepada para pengunjung.
Aryani Sri Ramadhani, pemilik kedai Blind Coffe, mengatakan, sejak tahun 2019 dirinya sudah mendirikan usaha kedai kopi bersama tiga orang lainnya di Pondok Ranji, Tangerang Selatan, Banten. Ia mengikuti pelatihan kelas kopi manual brew selama enam hari dan akhirnya menekuni usaha kopi.
Tak hanya itu, di tempatnya juga ada pelatihan kelas kopi untuk para penyandang tunanetra lain. ”Karena antusiasme teman-teman setelah tahu ada Blind Coffee cukup besar, jadi mereka ingin menekuni usaha kopi juga,” ucapnya.
Sementara itu, Ivan Octa Putra, Head of Branding Hear Me, mengatakan, inovasi teknologi dari Hear Me ini untuk menjembatani komunikasi antara tuli dan dengar. Dalam aplikasi itu, terdapat teknologi pembelajaran dan interpretasi bahasa isyarat sebagai akses informasi dan komunikasi.
”Kami berharap adanya kesetaraan hak dan akses antara tuli dan dengar dengan menciptakan ekosistem inklusif berupa teknologi aplikasi penerjemah dan interpretasi bahasa isyarat Indonesia,” kata Ivan.