Tumbuhkan Pemahaman tentang Disabilitas melalui Film
Kisah hidup penyandang disabilitas digambarkan dalam film ”Tegar”. Film ini diharapkan bisa jadi media untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap penyandang disabilitas.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
Bagi penyandang disabilitas, aktivitas sehari-hari seperti memakai baju atau minum dari gelas bisa jadi menantang. Untuk melakukannya, kadang mereka butuh waktu dan tenaga ekstra, ketelitian, hingga kesabaran. Cuplikan perjuangan para difabel itu tergambar di filmTegar.
Film Tegar mengisahkan anak laki-laki berusia 10 tahun bernama Tegar (M Aldifi Tegar Rajasa) yang terlahir dengan satu kaki dan tanpa tangan. Bapaknya pergi meninggalkan keluarga, sementara ibunya sibuk bekerja. Adapun kakek yang menyayanginya meninggal.
Selama 10 tahun, Tegar hanya tinggal di rumah dengan pengasuhnya. ia tidak sekolah karena ibunya ragu anaknya dicela orang. Suatu hari, Tegar yang ditinggal sendirian di rumah memutuskan pergi melihat dunia luar sendiri.
”Semangat berjuang Tegar harapannya bisa direfleksikan di kehidupan kita masing-masing,” kata sutradara Tegar, Anggi Frisca, setelah penayangan film bersama penyandang disabilitas dan awak media di Jakarta, Sabtu (3/12/2022). Acara bertepatan dengan Hari Disabilitas Sedunia.
Ia menambahkan, Tegar tayang perdana beberapa saat lalu di 218 layar bioskop di Indonesia. Namun, film ini hampir ”turun layar”. Setelah mendapat dukungan pemerintah, film bakal disebarkan secara lebih luas.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan, Ditjen Kebudayaan bakal membeli hak pemutaran film Tegar. Film ini dinilai bisa jadi media pendidikan karakter. Film diharapkan bisa diputar ke daerah-daerah, terutama yang belum memiliki gedung bioskop.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman mengatakan, ia bakal meminta seluruh jajarannya untuk menonton film ini. Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, film Tegar bisa jadi media memahami penyandang disabilitas.
“Banyak yang memandang penyandang disabilitas dengan kasihan atau iba. Padahal, bukan itu yang mereka inginkan. Mereka adalah insan yang punya kemampuan,” kata Moeldoko.
Masih tertinggal
Di sisi lain, peran penyandang disabilitas di masyarakat dapat dikatakan masih tertinggal. Ini karena penyandang disabilitas belum memiliki akses yang setara terhadap berbagai layanan dasar, seperti pendidikan. Sebagian penyandang disabilitas juga tidak memiliki pekerjaan sehingga menghambat partisipasi mereka di pembangunan nasional.
Menurut Kepala Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Indonesia, Valerie Julliand, data diperlukan untuk mengatasi kesenjangan yang dialami difabel. Statistik penyandang disabilitas di Indonesia dinilai belum memberi informasi yang cukup. Informasi itu mencakup kebutuhan penyandang disabilitas, kapasitas, dan tingkat kesejahteraan mereka.
”Tujuan statistik kependudukan tidak hanya untuk menghitung penyandang disabilitas, tapi juga untuk mempertimbangkan apa yang diperlukan untuk memastikan bahwa mereka dapat mengakses pendidikan, bangunan, transportasi, pekerjaan, layanan kesehatan, layanan hukum, dan partisipasi politik,” katanya melalui keterangan tertulis.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan data penyandang disabilitas belum memadai. Pertama, stigma negatif menyebabkan sebagian difabel tidak mau mengungkapkan kondisinya. Kedua, difabel dengan gangguan penglihatan atau pendengaran kerap dikucilkan sehingga enggan atau kurang mampu berpartisipasi dalam survei.
Alasan lain adalah lembaga pemerintah punya cara berbeda-beda untuk menangani disabilitas. Definisi dan metodologi yang digunakan pun berbeda. Ini menyulitkan proses rekonsiliasi dan pengumpulan data.
Dalam pesan video yang diunggah hari ini di kanal Youtube Kementerian Sosial, Presiden Joko Widodo meminta seluruh jajaran pemerintah memastikan pemenuhan hak difabel. Menurut dia, penyandang disabilitas mesti mendapat kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang layak, kesempatan bekerja, dan kesempatan berprestasi.
”Saya minta agar serapan tenaga kerja disabilitas di lembaga-lembaga pemerintahan, BUMN, dan swasta agar terus ditingkatkan. Oleh karenanya, peningkatan keterampilan bagi kalangan disabilitas harus diberi prioritas,” ujar Presiden.