Perguruan Tinggi Didukung Kolaborasi Riset Internasional
Riset dan pengembangan semakin penting untuk melahirkan beragam inovasi yang dibutuhkan dunia. Kolaborasi riset antara perguruan tinggi Indonesia dan perguruan tinggi lembaga riset internasional terus didorong.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kolaborasi riset internasional yang dilakukan perguruan tinggi di Indonesia dengan perguruan tinggi luar negeri terus ditingkatkan. Kolaborasi tak hanya untuk meningkatkan internasionalisasi perguruan tinggi Indonesia, tetapi juga kontribusi ilmuwan Indonesia untuk menghadapi tantangan global yang membutuhkan beragam inovasi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek Nizam, di Jakarta, Senin (19/12/2022), mengatakan, kolaborasi bersama dalam riset, pendidikan, pertukaran, dan berbagi fasilitas antara perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan industri di dalam dan luar negeri saat ini semakin penting.
”Kolaborasi penting untuk masa depan berkelanjutan. Kemitraan ini untuk meningkatkan Tri Dharma perguruan tinggi dalam pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang berkualitas dan berdampak serta mendukung kontribusi perguruan tinggi mengatasi berbagai tantangan bangsa dan dunia saat ini,” kata Nizam.
Kolaborasi internasional yang terbaru dilakukan Direktorat Jenderal Diktiristek dengan Nanyang Technological University (NTU) Singapura yang didukung Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Kolaborasi ini akan membentuk lembaga penelitian bersama yang bertujuan mengatasi tantangan keberlanjutan (sustainability) lewat program dan kegiatan penelitian akademik dengan fokus pada perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Penandatanganan nota kesepahaman untuk mendirikan Institut Riset Indonesia-NTU Singapura dalam Pembangunan Berkelanjutan dan Inovasi (Indonesia NTU Singapore Institute of Research for Sustainability and Innovation) atau INSPIRASI dilakukan pada 14 Desember 2022 di Jakarta oleh Nizam dan Senior Vice President (Research) NTU Singapore Profesor Lam Khin Yong dan Direktur Riset LPDP Wisnu Sardjono Soenarso. Berdasarkan perjanjian, lima tahun tahap pertama akan didanai LPDP untuk membuka kolaborasi lebih banyak.
Menurut Nizam, INSPIRASI yang merupakan lembaga riset bersama ini diharapkan dapat menjadi hub penelitian kelas dunia dan pendidikan berbasis penelitian (program magister dan doktoral) serta katalis untuk semua kolaborasi di semua universitas, lembaga penelitian, dan industri di kedua negara. Ada empat perguruan tinggi Indonesia sebagai mitra pendiri, yakni Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Keeempat perguruan tinggi negeri ini berkomitmen untuk membuka kegiatan dalam lembaga penelitian kepada semua warga Indonesia, termasuk diaspora Indonesia, yang ingin terlibat dalam lembaga riset.
Sementara itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menyambut baik kolaborasi penting ini. ”Saya senang Indonesia dan Singapura berbagi komitmen untuk berkolaborasi dalam upaya mencari solusi terbaik mengatasi tantangan global. Pendirian INSPIRASI akan menjadi tonggak penting bagi kontribusi kami dalam inovasi energi terbarukan, ekonomi sirkular, dan kota cerdas. Kami mengpresiasi NTU yang telah mengambil langkah untuk kemitraan yang berdampak dan semua pendiri unversitas di Indonesia untuk komitmen kuat membuat lembaga riset bersama ini sukses,” kata Nadiem.
INSPIRASI akan berfokus pada tiga pilar riset yang dianggap relevan dengan Indonesia, yakni energi terbarukan, sirkular ekonomi, dan kota cerdas. Fase pertama dari kolaborasi akan terdiri dari dua proyek unggulan, yakni laboratorium hidup energi terbarukan dan EcoCampus. Proyek dimulai pertengahan tahun 2023, diikuti dengan Master Research Collaboration Agreement (MRCA) yang dikembangkan universitas pendiri.
Pejabat sementara Presiden dan Rektor NTU Singapura Profesor Ling San mengatakan, INSPIRASI menandai kemitraan panjang antara NTU dengan pemerintah dan universitas di Indonesia yang berkolaborasi di penelitian dan inisiatif akademik untuk keberlanjutan. Kekuatan NTU dan multidisiplin di bidang-bidang ini akan memupuk talenta yang siap menghadapi masa depan dan menciptakan pengetahuan bersama Indonesia, serta mengatasi, meneliti dan mengembangkan bersama industri di wilayah-wilayah.
”Dengan komponen pendidikan yang kuat di jenjang sarjana dan pascasarjana, NTU menantikan pertukaran yang dalam dengan kemitraan melalui INSPIRASI,” kata Ling.
Hasilkan model matematika
Kolaborasi riset juga dilakukan perguruan tinggi Indonesia dengan Australia. Riset bersama perguruan tinggi melalui Australia-Indonesia Centre baru-baru ini menerbitkan laporan yang ditulis bersama oleh para peneliti Monash University dengan peneliti Universitas Hasanuddin, Makassar, tentang model matematika yang dapat mengukur dampak dari kebijakan yang berfokus pada kesehatan dibandingkan kebijakan yang berfokus pada ekonomi selama pandemi.
Temuan tersebut dihasilkan oleh Partnership for Australia-Indonesia Research (PAIR), sebuah program inisiatif riset besar di bawah naungan Australia-Indonesia Center, yang juga didukung oleh Pemerintah Australia. PAIR mempertemukan 11 universitas dari Australia dan Indonesia untuk dapat melihat hasil temuan secara langsung tentang isu-isu sosial dan ekonomi yang menjadi kunci di masa pandemi, untuk kemudian dapat digunakan dalam pembuatan kebijakan.
Profesor Andreas Ernst dari Monash University mengatakan, penelitian baru ini mengintegrasikan model ekonomi dan epidemiologis ke dalam satu kerangka kerja untuk memungkinkan pertukaran yang lebih eksplisit antara kedua masalah. Metode ini memberikan cara untuk mempelajari ketegangan antara pertimbangan ekonomi dan kesehatan secara obyektif.
Laporan yang berjudul ”Health or economy in Indonesia? Making the best impossible decision during Covid-19” itu berfokus pada delapan wilayah di Indonesia (Bali, Indonesia timur, Jakarta, Jawa, Kalimantan, Papua, Sulawesi, dan Sumatera). Menurut para peneliti, kejatuhan ekonomi yang tajam dapat menimbulkan konsekuensi kesehatan yang lebih buruk bagi Indonesia daripada Covid-19. Namun, model tersebut juga mengungkapkan bahwa banyak solusi lain yang melibatkan tindakan kesehatan masyarakat menawarkan konsekuensi yang berbeda, yang juga berpotensi untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa.
”Studi ini menunjukkan bahwa ada opsi lain bagi pembuat kebijakan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Dengan memanfaatkan keahlian para peneliti dari beberapa bidang dan analisis data kesehatan dan ekonomi, opsi alternatif dapat terlihat lebih jelas.” ujar Sudirman Nasir, dosen dan peneliti di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Dalam laporan, terdapat tiga hipotesis kebijakan kesehatan. Pertama, kebijakan do-nothing, disebut none, menunjukkan tingkat infeksi tertinggi tetapi tidak ada perubahan permintaan ekonomi atau tingkat produksi.
Ada juga kebijakan light atau ringan yang menempatkan beberapa pembatasan pada sektor jasa dan perdagangan dan hotel tetapi dapat menurunkan tingkat penularan. Lalu, kebijakan yang jauh lebih ketat tetapi lebih efektif, medium, yang menempatkan pembatasan pada konstruksi, manufaktur, dan transportasi dan komunikasi selain meningkatkan pembatasan pada industri jasa, perdagangan, dan hotel.
Dosen di Departemen Ilmu Data dan Kecerdasan Buatan Monash University, Pierre Le Bodic, menambahkan, meskipun pandemi dan aktivitas ekonomi selama pandemi telah dipelajari secara ekstensif, hingga saat ini tidak banyak yang membahas kedua topik tersebut secara bersamaan. ”Kami kira model ini bisa menjadi alat yang berharga bagi pembuat kebijakan, tidak hanya selama Covid -19 tetapi juga dalam krisis kesehatan lainnya di masa depan,” kata Pierre.
Ke depannya, Monash University akan terus melakukan kolaborasi antarsektor untuk mendukung kemajuan pendidikan tinggi Indonesia, serta memberikan kontribusi dalam pengembangan sosial, ekonomi, dan teknologi Indonesia. Hal ini sesuai dengan komitmen Monash University saat menjadi kampus asing pertama yang hadir di Indonesia pada 2021.