Presidensi G20 Momentum Tingkatkan Kolaborasi Riset Global
BRIN menyelenggarakan Research and Innovation Initiative Gathering sebagai salah satu rangkaian pendukung Presidensi G20 Indonesia. Tujuannya, meningkatkan, mengintensifkan, serta memperkuat kolaborasi riset.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·2 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Aiyen Tjoa dari Universitas Tadulako mengecek spesimen dalam proyek Kolaborasi Riset Jerman-Indonesia CRC990-EFForTS, 30 Desember 2021, di Universitas Jambi. Riset kolaboratif itu melibatkan IPB, Universitas Jambi, Universitas Tadulako, dan Universitas Gottingen.
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia sebagai pemimpin forum negara-negara G20 berupaya untuk meningkatkan, mengintensifkan, serta memperkuat kolaborasi riset dan inovasi. Hal ini dilakukan dengan berbagi sarana, prasarana, dan pendanaan di antara negara-negara anggota.
Hal tersebut mengemuka dalam acara Research and Innovation Initiative Gathering (RIIG) yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) secara daring, Rabu (13/4/2022) malam. Acara ini merupakan salah satu rangkaian pendukung atau side event perhelatan Presidensi G20 Indonesia yang juga dihadiri oleh perwakilan negara anggota.
Sekretaris Utama BRIN Nur Tri Aries Suestiningtyas menyampaikan, terdapat dua prioritas agenda utama dalam RIIG, yakni meningkatkan kolaborasi riset global dan menggunakan biodiversitas untuk mendukung ekonomi hijau serta ekonomi biru. Ini merupakan konsep yang dapat dilakukan secara simultan untuk mencapai lingkungan yang berkelanjutan.
“Presidensi ini merupakan momentum besar untuk membangun dan membuka peluang kolaborasi riset yang produktif di antara anggota G20,” ujarnya saat memberikan sambutan dalam acara tersebut.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN (HAS)
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membuat racikan kimia untuk pembuatan cairan antiseptik (hand sanitizer) di Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI, Puspiptek, Tangerang Selatan, Banten, Senin (6/4/2020).
Nur menyatakan, terdapat beberapa tema penelitian yang bisa didorong, termasuk menjalin kolaborasi dengan peneliti negara lain. Tema tersebut, antara lain, keanekaragaman hayati, ilmu kelautan dan perikanan, energi terbarukan, dan pemanfaatan ilmu astronomi serta kebumian.
Kepala Organisasi Riset Kebumian dan Maritim BRIN sekaligus Co-Chair RIIG Ocky Karna Radjasa menyatakan, keanekaragaman hayati merupakan isu yang sangat penting, baik dari aspek penelitian maupun konservasi. Di sisi lain, negara-negara di dunia juga telah mengadopsi platform digital dalam ekonomi hijau dan biru.
Menurut Ocky, pemanfaatan biodiversitas untuk mendukung ekonomi hijau dan biru juga perlu dikaitkan dengan pendekatan platform digital agar memaksimalkan hasil yang dicapai. Akan tetapi, hal ini perlu diiringi dengan peningkatan kapasitas, khususnya bagi peneliti, guna mewujudkan adanya ruang penelitian yang mengarah pada kerangka kerja penelitian untuk berbagi pengetahuan dan transfer teknologi.
“Dibutuhkan suatu kerangka kerja untuk berkolaborasi di antara negara-negara G20 sebagai bentuk koordinasi. Pemanfaatan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan juga harus memikirkan bagaimana proses menjaganya sehingga butuh pendekatan ekonomi hijau dan biru,” ucapnya.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN (HAS)
Perekayasa dari Balai Besar Teknologi Konversi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menunjukkan purwarupa pengisi daya (charger) untuk motor listrik dalam Pameran Inovasi Puspiptek 2019 di kawasan Puspiptek, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (3/10/2019).
Presidensi ini merupakan momentum besar untuk membangun dan membuka peluang kolaborasi riset yang produktif di antara anggota G20.
Dalam pertemuan RIIG ini, perwakilan negara-negara anggota G20 mengusulkan sejumlah poin yang akan dibahas dalam pertemuan berikutnya. Pertama, mengusulkan kerangka kerja yang spesifik, praktis, dan layak untuk berbagi fasilitas, pendanaan, data, dan infrastruktur antarnegara G20 dengan mempertimbangkan isu keamanan data.
Kedua, mengidentifikasi keterlibatan dalam bidang ilmu kelautan saat ini terutama terkait status proposal RIIG yang mengikat atau justru dapat mengisi celah yang belum dipenuhi oleh kolaborasi yang sudah ada.Ketiga, mempertajam fokus pada energi terbarukan dan menawarkan upaya yang lebih terarah pada sumber energi tertentu.