Pendataan Keluarga Jadi Basis Intervensi agar Tepat Sasaran
Data dan informasi yang lengkap, akurat, serta terbaru merupakan keharusan dalam intervensi mengatasi kemiskinan ekstrem dan percepatan penurunan tengkes di masyarakat. Intervensi pun bisa tepat sasaran.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Pendataan keluarga yang di dalamnya memuat peta keluarga berisiko tinggi tengkes dan keluarga dengan kemiskinan ekstrem terus dimutakhirkan. Pemutakhiran ini diharapkan membuat data yang tersedia bisa dimanfaatkan secara optimal sekaligus mendorong intervensi pemangku kepentingan menjadi tepat sasaran.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BBKN) Hasto Wardoyo menuturkan, data merupakan kebutuhan krusial dalam melakukan intervensi di masyarakat. Data dan informasi yang lengkap, akurat, dan terbaru diperlukan untuk mengenali keluarga di Indonesia secara lebih baik.
”Dengan data ini kementerian dan lembaga terkait juga akan lebih baik dalam mendampingi keluarga Indonesia untuk merencanakan dan menjalankan peran dan fungsinya untuk mewujudkan kualitas keluarga, ditunjukkan melalui ketenteraman, kemandirian, dan kebahagiaan keluarga,” katanya dalam acara Diseminasi Pemutakhiran Pendataan Keluarga-21 Tahun 2022 dan Forum Data Stunting di Tangerang, Senin (19/12/2022).
Dalam pemutakhiran Pendataan Keluarga tahun 2022, tercatat jumlah keluarga di Indonesia bertambah sebanyak 2,2 juta keluarga dari sebelumnya 68,4 juta keluarga pada Pendataan Keluarga 2021. Pemutakhiran Pendataan Keluarga 2022 dilakukan pada September hingga November 2022.
Pada periode tersebut terdapat 38,8 juta pasangan usia subur berusia 15-49 tahun. Rinciannya, sekitar 304.000 pasangan usia subur berusia kurang dari 20 tahun, 16 juta pasangan usia subur berusia 20-34 tahun, dan 22,5 juta pasangan usia subur berusia 35-49 tahun.
Dengan data ini, kementerian dan lembaga terkait juga akan lebih baik dalam mendampingi keluarga Indonesia untuk merencanakan dan menjalankan peran dan fungsinya untuk mewujudkan kualitas keluarga. (Hasto Wardoyo)
Dari jumlah pasangan usia subur tersebut, pasangan terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 7,8 juta pasangan, 6,2 juta pasangan di Jawa Timur, dan 5,8 juta pasangan di Jawa Tengah. Intervensi pada pasangan usia subur ini amat penting untuk mempersiapkan kehamilan dan kelahiran yang berkualitas. Upaya ini sekaligus untuk mencegah kelahiran anak dengan tengkes atau stunting.
Hasto mengatakan, saat ini Indonesia masih tercatat memiliki penduduk miskin ekstrem dan kasus tengkes yang tinggi. Pada 2021, tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia sebesar 2,14 persen dan angka tengkes sebesar 24,4 persen. Kondisi miskin ekstrem yang terjadi pada keluarga sangat berkaitan dengan kondisi tengkes.
Kondisi miskin ekstrem dipengaruhi multidimensi, yakni tidak berpenghasilan cukup, tidak cukup pangan, tidak cukup sandang, tinggal di rumah tidak layak huni, kurang akses pendidikan dan kesehatan, dan kekurangan kebutuhan dasar. Hal tersebut serupa dengan penyebab tengkes, seperti gizi buruk, pola asuh kurang baik, keterbatasan akses kesehatan, kualitas lingkungan dan sanitasi yang buruk, dan kerawanan pangan di rumah tangga.
”Persoalan kemiskinan ekstrem dan stunting tentunya saling berkaitan. Dari data P3KE (Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem) tercatat bahwa 6,6 juta keluarga berada pada 10 persen pendapatan terbawah. Sekitar 4,9 juta merupakan keluarga sasaran dengan 3,9 juta di antaranya merupakan keluarga berisiko stunting,” tutur Hasto.
Data P3KE adalah kumpulan informasi dan data keluarga serta individu anggota keluarga yang didapatkan dari hasil pemutakhiran Basis Data Keluarga Indonesia (PK 2021) di setiap wilayah pemutakhiran. Dari 3,9 juta keluarga berisiko tengkes telah mendapatkan bantuan program keluarga harapan (PKH), yakni sebanyak 1,5 juta keluarga.
Konvergensi
Menurut Hasto, data yang tersaji dalam Pendataan Keluarga dari BKKBN juga dapat membantu upaya konvergensi, sinergi, dan integrasi dari seluruh pihak dalam menetapkan sasaran. Dengan data ini, sasaran yang ditetapkan bisa sama sehingga program yang dijalankan pun bisa selaras dan tepat sasaran.
Data yang disajikan dalam Pendataan Keluarga pun memuat data nama dan alamat (by name by address) yang juga dilengkapi dengan informasi karakteristik sosial ekonomi. Selain data terkait kondisi status kesejahteraan sosial-ekonomi, data ini juga memberikan peta keluarga berisiko tengkes.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Penduduk Kementerian Koordinator Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan Agus Suprapto menyampaikan, data dalam Pendataan Keluarga diharapkan bisa dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah pusat sampai pada tingkat desa. Data ini diyakini dapat mempermudah intervensi sasaran untuk penghapusan kemiskinan ekstrem dan percepatan penurunan tengkes.
Ia mengingatkan, Presiden Joko Widodo telah menargetkan agar, setidaknya, pada 2024 kemiskinan ekstrem bisa dihapus dengan target nol persen serta angka tengkes bisa menurun menjadi 14 persen. Untuk itu, intervensi yang dilakukan harus terukur dan tepat sasaran.
Asisten Administrasi Umum Provinsi Banten Deni Hermawan mengatakan, Pendataan Keluarga dimanfaatkan pula sebagai upaya evaluasi atas intervensi yang telah dilakukan pada sasaran yang ditetapkan. ”Seluruh sumber daya telah digerakkan, termasuk anggota PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga). Tantangan saat ini adalah menggencarkan edukasi sehingga perubahan perilaku di masyarakat bisa terjadi, khususnya terkait pengentasan stunting,” ucapnya.