Murid penghayat kepercayaan telah mendapatkan haknya mempelajari keyakinannya di bangku sekolah. Mereka mendapatkan layanan pendidikan kepercayaan melalui guru yang disebut penyuluh kepercayaan.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak aturan mengenai kepercayaan diresmikan pada 2016, para murid dengan kepercayaan berbeda dengan enam agama resmi di Indonesia semakin diakomodasi. Meski begitu, penerapannya masih menemui sejumlah kendala.
Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME) dan Masyarakat Adat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan teknologi Sjamsul Hadi mengatakan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan YME pada Satuan Pendidikan.
”Permendikbud tersebut menjadi payung hukum pelaksanaan pembelajaran bagi peserta didik penghayat kepercayaan di sekolah,” kata Sjamsul saat dihubungi Minggu (18/12/2022). Kini, instrumen pembelajaran untuk anak dengan penghayat kepercayaan mulai dari kurikulum sampai buku teks sudah tersedia lengkap.
Mengenai ketersediaan tenaga pendidik mata pelajaran penghayat, Sjamsul mengatakan, saat ini telah dibuka program pendidikan dengan jurusan Kepercayaan Terhadap Tuhan YME di Universitas 17 Agustus, Semarang, Jawa Tengah. ”Tahun ini sudah angkatan kedua, semoga bisa memenuhi kebutuhan pendidik atau penyuluh untuk murid dengan penghayat,” tambah Syamsul.
Berdasarkan data Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, pada awal 2021 terdapat 2.868 peserta didik penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME. Mereka tersebar di 15 provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Utara.
Data per Februari 2022, ada 176 organisasi Kepercayaan Tuhan YME di tingkat pusat yang tersebar di 15 provinsi. Dari jumlah total tersebut, 12 organisasi tidak aktif. Adapun di tingkat cabang, ada 1.000 organisasi yang tersebar di 27 provinsi.
Para peserta didik mendapatkan layanan pendidikan kepercayaan melalui guru yang disebut penyuluh kepercayaan. Kompetensi pendidik kepercayaan terhadap Tuhan YME mendapat sertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Tahun 2022 ini, jumlah pendidik kepercayaan di sekolah maupun sanggar sebanyak 145 orang.
Diskriminasi
Penghayat kepercayaan Budi Daya, Indra Anggara, mengatakan, sebelum aturan mengenai kepercayaan di dunia pendidikan disahkan, peringkat di kelasnya menurun karena nilai pendidikan agama tidak ada.
”Sebelumnya, kami juga harus mengikuti salah satu dari enam agama resmi agar mendapat nilai agama. Namun, setelah disahkan, nilai itu sudah ada tertulis di rapor dengan nama Pendidikan Kepada Tuhan Yang Maha Esa,” kata Indra yang menjadi pembicara dalam diskusi ”Ruang Dialog Lintas Pengalaman Edisi Hak Asasi Manusia-Hak atas Pelibatan” di Jakarta, Sabtu (17/12/2022).
Selain soal nilai pelajaran agama, diskriminasi juga dia rasakan saat masih duduk di bangku kelas X Sekolah Menengah Kejuruan di Lembang, Bandung Barat, pada 2016. Dia sering diminta untuk pindah keyakinan oleh tenaga pendidik serta masih banyak yang tidak mempercayai penghayatan yang dianut.
Sebelumnya, kami juga harus mengikuti salah satu dari enam agama resmi agar mendapat nilai agama. Namun, setelah disahkan, nilai itu sudah ada tertulis di rapor dengan nama Pendidikan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Namun, menurut pengamatan dan informasi yang dia terima dari rekan penyuluh, kini diskriminasi itu mulai pudar dan masyarakat mulai menerima. Hal ini merupakan efek dari sosialisasi dan edukasi yang masif mengenai kepercayaan.
”Maka dari itu, sosialisasi mengenai penghayatan di dunia pendidikan harus kita bawa juga ke masyarakat. Respons tidak percaya bahkan cenderung menghakimi kami (penghayat) merupakan imbas dari minimnya edukasi dan dialog,” kata Indra.
Dia menambahkan, ruang aman dan inklusif dari sekolah yang kemudian bisa meluas ke masyarakat perlu ada. Jika seseorang mengenal Tuhan, terlepas berbagai pandangan mengenai Tuhan, orang itu tidak akan tega melakukan diskriminasi bahkan menyakiti hati orang lain. Hal itu juga terkandung dalam lima aspek berketuhanan menurut pendidikan penghayat.
Lima hal itu adalah kecintaan terhadap leluhur, budi pekerti, kemahaesaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, larangan dan martabat. ”Tindakan diskriminasi dan menyakiti orang lain masuk dalam aspek larangan dan budi pekerti,” tambahnya.
Mengenai ketersediaan penyuluh di sejumlah sekolah di daerahnya, menurut Indra, saat ini jumlahnya mulai bertambah. Namun, kesejahteraan mereka masih minim.
”Para penyuluh masih dibayar seikhlasnya. Sekitar Rp 100.000 sampai Rp 300.000 per bulan. Sedih sekali. Padahal, sekolah hanya terima nilai. Semoga ada perhatian lebih kepada para penyuluh,” tambah Indra.
Indra menambahkan, penyuluh yang spesifik bisa mengajar kepercayaan tertentu hanya berasal dari kalangan internal kepercayaan tersebut atau warga lokal sekitar. Sulit mencari penyuluh di bangku kuliah secara umum.
Indra mengatakan, saat ini terdapat 11 juta penganut kepercayaan yang bergabung dalam Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI). Organisasi MLKI sendiri saat ini terdiri dari 180 komunitas penghayat yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia.