Pekerja Rumah Tangga Mengetuk Hati Presiden Jokowi
Perlindungan hukum dinantikan oleh para pekerja rumah tangga. Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah diharapkan segera mewujudkan harapan tersebut.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perjuangan pekerja rumah tangga untuk mendapat pengakuan hukum terus berlanjut. Selain mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo, menyambut Hari Ibu pada 22 Desember 2022 mendatang, para pekerja rumah tangga akan menggelar aksi Rabuan di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat dan Istana Kepresidenan di Jakarta.
Koordinator Koalisi Nasional untuk Advokasi Pekerja Rumah Tangga (PRT) Eva Kusuma Sundari dalam keterangan pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk RUU PPRT, Senin (12/12/2022), menegaskan, aksi Rabuan dilakukan setelah berbagai cara yang ditempuh belum juga berbuah hasil.
Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT (RUU PPRT) hingga kini tak kunjung dibahas dan disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Padahal, perjalanan RUU PRT di DPR hingga kini telah berjalan sekitar 18 tahun.
Oleh karena itu, Eva berharap Presiden Joko Widodo akan bersuara kepada DPR agar segera mempercepat proses RUU PPRT, sebagaimana dilakukan pada UU TPKS beberapa waktu lalu, sehingga akhirnya disahkan DPR.
Dalam surat yang dikirimkan kepada Presiden Jokowi, Eva dan para PRT memohon agar Presiden Jokowi memberikan hadiah kepada PRT dalam bentuk pidato dukungan bagi pengesahan RUU PPRT kepada publik pada 22 Desember 2022, bertepatan dengan Hari Ibu.
”Saya telah mengirim surat dan meminta Presiden Jokowi untuk memberikan statement (pernyataan) di Hari Ibu. Kami ingin mempertemukan Jokowi dengan para ibu korban agar pemerintah tahu bahwa realitas penindasan dan penyiksaan ini terus tumbuh di Indonesia,” kata Eva menegaskan.
Menurut rencana, para PRT akan mulai menggelar aksi Rabuan pada Rabu (21/12/2022) di DPR dan Istana Presiden, Jakarta. ”Para PRT akan duduk di DPR atau Istana untuk melihat apa yang dilakukan oleh para wakil rakyat ini. Mereka akan membawa keprihatinan, kedukaan yang selama ini terjadi pada PRT,” tuturnya.
Mengenai proses RUU PPRT di DPR, sejauh ini pemerintah melalui Kantor Staf Presiden membentuk gugus tugas dan terus berupaya melakukan sejumlah langkah dan lobi kepada fraksi-fraksi di DPR. Mereka bahkan melobi PDI Perjuangan dan Ketua DPR RI Puan Maharani.
Para PRT akan duduk di DPR atau Istana untuk melihat apa yang dilakukan oleh para wakil rakyat ini. Mereka akan membawa keprihatinan, kedukaan yang selama ini terjadi.
Kehadiran UU PPRT, bagi para PRT, dinilai sebagai sebuah pengakuan negara atas warga negaranya yang selama ini bekerja, tapi masih mengalami berbagai diskriminasi dan jauh dari perlindungan sosial.
Perlakuan tak manusiawi
Dalam Konferensi Pers Catatan Akhir Tahun bertajuk ”Para Ibu PRT Korban Meminta Perhatian Presiden dan Ketua DPR. Pada Yang Mulia: Pak Presiden & Pimpinan DPR, Dengarkan Suara Para Perempuan-Ibu PRT Korban di Balik Tembok”, Sri Siti Marni, Toipah, dan Rizki yang mewakili para PRT mengungkapkan berbagai kekerasan yang mereka alami saat menjadi PRT.
Mereka berharap negara hadir melindungi PRT, dengan menghadirkan UU PPRT, agar kekerasan dan diskriminasi serta perlakuan tidak manusiawi kepada para PRT segera berakhir.
Sri Siti Marni menceritakan bagaimana dia disekap selama 9 tahun, sejak berusia 11 tahun. Berbagai kekerasan dialaminya, mulai dari disiksa dan disekap, disiram air panas, diseterika tangan dan perut, dipukul, hidung dipukul, mata disiram air panas sehingga tidak bisa melihat dengan jelas, hingga diminta makan makanan kucing oleh majikan dan terkena penyakit tuberkulosis.
”Sampai saat ini, saya masih trauma melihat air panas, trauma penyiksaan masih ada sampai sekarang,” ucap Sri.
Bekerja sebagai PRT dan tidak digaji selama dua bulan, serta mengalami pemukulan dari majikannya, juga diungkapkan Toipah. Ia mengatakan, saat menjadi pengasuh anak, dia sering dipukul, bahkan sampai matanya sempat tidak bisa melihat.
”Paling parah telinga berdarah sampai besok paginya tidak berhenti. Saya lalu kabur dari Apartemen Ascott. Saya lari karena takut, saya masih trauma dan kepala saya sakit, apalagi kalau melihat apartemen, dan tidur masih terganggu, telinga cacat seumur hidup. Trauma kalau mengingat kejadian di tahun 2015,” tuturnya.
Perlakuan tidak manusiawi juga dialami Rizki Nur Azkia yang menjadi PRT pada usia 18 tahun. Dia disiram air cabai di mata, dipukul pada bagian kaki dan paha dengan menggunakan raket dan wadah penampung air minum oleh majikannya di Jakarta. Ia pernah ditelanjangi dan oleh majikannya dibuat video lalu disebarkan.