Produsen alat kesehatan dalam negeri terus bertambah sehingga ketergantungan pada alat kesehatan impor secara bertahap bisa dikikis.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
PASURUAN, KOMPAS — Pemerintah terus mendorong penyedia layanan kesehatan, terutama rumah sakit, untuk lebih mengutamakan pemakaian alat kesehatan buatan dalam negeri. Dengan demikian, ketergantungan terhadap alat kesehatan impor semakin terkikis.
Terus bertambahnya produsen alat kesehatan lokal pun diapresiasi Kementerian Kesehatan, termasuk dengan kehadiran perusahaan pembuatan alkes ortopedi di Pasuruan, Jawa Timur.
”Hal ini berarti mendukung dan menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo menyetop impor alkes di semua rumah sakit pemerintah,” kata Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Obat dan Alat Kesehatan Laksono Trisnantoro, Sabtu (10/12/2022).
Terlebih lagi di daerah ini ada perusahaan pembuatan alat kesehatan berupa alat yang dipasang di tubuh manusia atau ortopedi.
Dia menambahkan, pembuatan alkes ortopedi atau tulang ini, sama dengan produksi sepeda motor, permintaannya terus meningkat. Alasannya, semakin banyak kendaraan, terutama roda dua, tingkat kecelakaan yang menyebabkan kasus patah tulang pun cenderung naik.
”Satu-satunya cara agar bagian dalam tubuh manusia bisa tersambung kembali dengan memakai pen atau plat,” ujarnya.
Stop impor
Untuk itu, alkes buatan dalam negeri ini diharapkan makin gencar diproduksi. Langkah ini sekaligus untuk mendukung produk dalam negeri dan secara bertahap mengurangi belanja alkes impor.
”Sudah tepat belajar membuat alkes dalam negeri. Kalau bisa, tidak hanya implan,” kata Direktur Produksi dan Distribusi Alkes Kemenkes Sodikin Sadek.
Disebutkan, di Indonesia, produsen pembuat alkes buatan dalam negeri masih 13 perusahaan dan pabriknya umumnya berada di Provinsi Jawa Timur.
Sudah tepat belajar membuat alkes dalam negeri. Kalau bisa, tidak hanya implan.
”Semoga 13 produsen ini mampu menyuplai alkes di semua RS pemerintah di Indonesia. Salah satunya tempat tidur, meja dan tempat tidur operasi, pen plat di tulang, dan lain-lain,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Direktur PT Marthys Orthopaedic Indonesia (MOI) I Ketut Martiana mengatakan, perusahaan manufaktur ini memang fokus pada produksi dan pengembangan alat implan dan instrumen bedah tulang ortopedi dengan bahan stainless steel dan titanium.
Perusahaan yang beroperasi sejak 6 Desember 1998 ini mengawali langkahnya dengan tim kecil dan peralatan sederhana yang terus berkembang hingga kini. Pabrik yang berlokasi di Desa Bulukandang, Prigen, Pasuruan, Jatim, ini memiliki areal dengan luas 7.000 meter persegi.
Pabrik ini didukung dengan 70 mesin semi-otomatis hingga CNC untuk memenuhi kebutuhan pasar. ”Visi kami dapat menjadi perusahaan Indonesia yang mampu memproduksi produk berkualitas tinggi dan menjaga kepuasan pelanggan dengan produk dan pelayanan prima di seluruh Nusantara,” katanya.
Ketut Martiana mengatakan, kini produsen alkes lokal tak lagi dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Justru saat ini pemerintah ingin agar alkes diproduksi di dalam negeri. Artinya, pemerintah mendukung sepenuhnya pelaku usaha lokal untuk mencintai produk-produk Indonesia.
Dia juga menyebutkan, awalnya pabrik ini hanya membuat pen atau alat penyambung tulang atau plat sejak 1997. Ketika itu, Indonesia mulai memasuki krisis ekonomi sehingga kurs dollar Amerika Serikat terus merangkak naik.
Ketika itu, umumnya warga Indonesia putus atas untuk mendapatkan alkes karena rata-rata impor sehingga harga cepat berubah dan mahal.
Harga alkes ketika itu melambung karena harga bahan baku juga naik. Seperti pen, harganya mencapai Rp 4,5 juta karena harus diimpor dari Swiss. Padahal, ketika itu pen sangat banyak dibutuhkan. ”Saat itu, kami berusaha membuat alkes seharga Rp 400.000, yang dibuat di Cilincing, Jakarta,” ujarnya.
Dalam perjalanannya, alat-alat produksi terus berkembang. Pengusaha pun tak pernah berhenti melakukan modifikasi, sampai produk PT MOI memiliki izin edar dan masuk e-katalog.
”Saya bersyukur perjuangan sejak dulu hingga sekarang akhirnya diakui. Ini tidak mudah. Apalagi, rumah sakit di Jabar, Jateng, Jatim, Bali, dan Nusa Tenggara Barat mulai melirik produk kami,” kata Ketut Martiana.