Dorong Solusi Berbasis Lingkungan dalam Pembangunan Kota
Pada saat Indonesia berusia 100 tahun pada 2045 diproyeksikan proporsi penduduk yang tinggal di perkotaan 67,1 persen. Dengan begitu, pembangunan kota agar lebih memperhatikan aspek lingkungan.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·3 menit baca
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Kabut tipis menyelimuti proyek pembangunan apartemen di kawasan selatan Jakarta, Selasa (21/2).
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan penduduk perkotaan memunculkan berbagai masalah perkotaan, tidak terkecuali masalah lingkungan. Untuk itu, pembangunan dan pengelolaan kawasan kota butuh berkelanjutan untuk mendukung kesejahteraan dan kesehatan warga kota.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) mencatat, pada 2020 sebanyak 56,4 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Pada saat Indonesia berusia satu abad pada 2045, proporsi penduduk yang tinggal di perkotaan diperkirakan meningkat hingga 67,1 persen.
Di Indonesia, setiap 1 persen pertumbuhan penduduk perkotaan hanya meningkatkan pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita sebesar 1,4 persen. Ini mengindikasikan pengelolaan dan penataan kota di Indonesia belum optimal dan berkelanjutan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Gabriel Triwibawa mengatakan, pertumbuhan penduduk urban memunculkan permasalahan seperti kemacetan, ketahanan pangan, dan energi.
”Kalau belum dikelola dengan optimal, dampak negatif yang sudah dirasakan akan berdampak luas, terlebih terhadap lingkungan yang kita rasakan sehari-hari,” kata Gabriel dalam Lokakarya ”Mengarusutamakan Solusi Berbasis Alam dalam Pembangunan Perkotaan” pada Rabu (7/12/2022) di Jakarta.
Lokakarya tersebut dihadiri para peserta yang merupakan perwakilan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Kota Medan, Pekanbaru, Balikpapan, Semarang, Bali, Manokwari, dan Jayapura.
Pada 2020 sebanyak 56,4 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Pada saat Indonesia berusia satu abad pada 2045, proporsi penduduk yang tinggal di perkotaan diperkirakan meningkat hingga 67,1 persen.
Gabriel menambahkan, untuk mengatasi permasalahan yang muncul, pembangunan perkotaan harus diimbangi dengan solusi berbasis alam (nature-based solution). Selain itu, ke depan sebuah lingkungan perkotaan yang tidak hanya membuat wealthy (makmur), tetapi juga membuat healthy (sehat) perlu disiapkan.
”Perlu diingat bahwa tidak hanya kota, kita juga agar imbang konsentrasi ke rural sehingga bisa menekan angka urbanisasi dari desa ke kota,” ujarnya.
ZULIAN FATHA NURIZAL
Suasana diskusi dan tanya jawab dalam lokakarya ”Mengarusutamakan Solusi Berbasis Alam dalam Pembangunan Perkotaan” pada Rabu (7/12/2022) di Jakarta.
Komitmen
Selaras dengan Gabriel, Direktur Program World Research Institute (WRI) Indonesia Arief Wijaya menyatakan komitmennya untuk membantu pemerintah menciptakan kota dengan mengedepankan aspek lingkungan. Komitmen itu terlihat sejak 2019 saat WRI membuat gerakan Cities4Forests yang telah mendukung terciptanya kota yang lebih hijau di Jakarta, Medan, Balikpapan, Semarang, Denpasar, Jayapura, dan Manokwari.
”Pendekatan berbasis alam ini adalah konsep membangun dengan mengelola dan melindungi berbagai ekosistem alami maupun buatan yang ada di kota dan sekitarnya. Harapannya, akan tercipta efek positif tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga pada kesejahteraan manusia,” kata Arief.
Sejak tahun 2019, bentuk komitmen yang diberikan, antara lain, analisis teknis, perumusan kebijakan, peningkatan kapasitas, dan penilaian kesiapan kota-kota untuk mengintegrasikan solusi berbasis alam dalam perencanaan spasial kota. Tujuan utamanya untuk melakukan konservasi, restorasi, dan pengelolaan hutan di dalam, dekat, dan jauh dari kota.
Pendekatan berbasis alam menjadi salah satu kunci dalam perencanaan inovatif penanggulangan dampak negatif perubahan iklim, terutama di kawasan perkotaan. Perencanaan pembangunan kota yang menyelaraskan kesejahteraan, kesehatan masyarakat, dan lingkungan dapat tercapai dengan pendekatan solusi berbasis alam.
KOMPAS/NELI TRIANA
Salah satu sisi Tebet Ecopark, Sabtu (30/4/2022).
”Selain itu, kami (WRI Indonesia) juga meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemerintah akan pentingnya hutan dan pohon, meningkatkan kapasitas kota dalam melakukan konservasi, restorasi, dan pengelolaan hutan di dalam kota, hutan dekat kota, dan hutan jauh dari kota,” kata Arief.
Keberadaan hutan dalam kota berdampak pada kualitas udara yang lebih baik serta mencegah banjir. Arief mencontohkan, Tebet Ecopark sebagai bukti pembangunan kota yang selaras dengan alam.
Tebet Ecopark dinilai berhasil memadukan fungsi ekologis dengan sosial dan rekreasi dilengkapi dengan naturalisasi sungai serta pembangunan area rawa sebagai kolam retensi. Penanaman vegetasi juga membuat taman menjadi rindang mengundang banyak masyarakat untuk datang.