Setiap praktisi kehumasan perlu memiliki kemampuan global, standar global, pola pikir global, jaringan global, pengaruh global, dan memahami bahasa global.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kehumasan sudah menjadi tuntutan dan suatu keharusan dalam ekosistem global. Meski demikian, pendidikan kehumasan Indonesia dengan karakter kebarat-baratan sudah saatnya dilengkapi dengan kekhasan nasional sesuai kebutuhan bangsa.
Pendiri London School of Public Relations (LSPR) Institut Komunikasi dan Bisnis Prita Kemal Gani dalam peluncuran bukunya 30 Tahun sebagai Pendidik, Multi Peran menjadi Pemimpin, Tokoh Humas, Istri dan Ibu, di Jakarta, mengatakan, pola pendidikan kehumasan di Indonesia dari dulu menggunakan western public relations, baik dari kurikulum, studi, subyek, maupun materi.
”Sekarang sudah waktunya Indonesia belajar dari masa lalu dan seluruh dunia belajar dari Indonesia,” ujar Prita yang juga merupakan President ASEAN Public Relations Network dan pemenang ASEAN People’s of the Year tahun 2015, Rabu (30/11/2022).
Menurut Prita, dunia kehumasan di Indonesia masih panjang perjalanannya dan akan terus berkembang menjadi lebih baik. Ia mencontohkan bagaimana respons Indonesia ketika Presiden Rusia Putin tidak bisa hadir dalam perhelatan G20 di Bali.
Ibarat LSPR adalah mata air, Prita merupakan matahari yang menyinari mata air tersebut. Mata air ini harus dijaga bersama-sama secara kompak dan solid agar tidak menghasilkan air mata.
”(Presiden Rusia) tidak bisa datang ke Bali karena tidak ingin merepotkan Indonesia. Itu respons terbaik yang dapat diberikan dan menunjukkan kehumasan Indonesia telah berkembang dengan baik,” ujarnya.
Kecintaan terhadap ilmu kehumasan juga membawa Prita berkeliling dunia sebagai pembicara. Dalam bukunya disebutkan, setiap praktisi kehumasan perlu berperan dalam memperbaiki kesalahpahaman atau persepsi yang keliru terhadap suatu pernyataan. Selain itu, kehumasan juga berperan penting dalam mengenalkan sesuatu untuk lebih dikenal masyarakat dunia.
Bagi Prita, kehumasan merupakan sebuah seni untuk membangun dan membina hubungan baik. Dalam sebuah hubungan perlu dilandasi oleh pemahaman dan penerimaan yang akan terus berkembang melalui rasa simpati, empati, suka, dan akhirnya menjadi minat serta keterikatan.
”Tantangan kehumasan di masa depan adalah globalisasi. Setiap praktisinya perlu memiliki kemampuan global, standar global, pola pikir global, jaringan global, pengaruh global, dan memahami bahasa global,” katanya seperti dikutip dari buku Prita Kemal Gani 30 Tahun sebagai Pendidik, Multi Peran menjadi Pemimpin, Tokoh Humas, Istri dan Ibu.
Rektor LSPR Institut Komunikasi dan Bisnis Andre Ikhsano menyebutkan, ia dan Prita bergerilya dan berkunjung dari sekolah ke sekolah untuk mengenalkan kehumasan yang tahun 2000-an masih dipandang sebelah mata. Setelah tahun 2000-an hingga saat ini, dunia kehumasan mulai dianggap dan sangat berpengaruh di setiap lembaga.
Untuk menghasilkan tenaga kehumasan yang terampil, dibutuhkan wadah sebagai tempat pendidikannya. Oleh karena itu, menurut Andre, Prita hadir sebagai pendidik kehumasan yang mendirikan wadah tersebut, LSPR Institut Komunikasi dan Bisnis.
”Ibarat LSPR adalah mata air, Prita merupakan matahari yang menyinari mata air tersebut. Mata air ini harus dijaga bersama-sama secara kompak dan solid agar tidak menghasilkan air mata (praktisi kehumasan yang gagal),” ucap Andre.
Dari nol
Asteria Elanda, penulis buku Prita Kemal Gani 30 Tahun sebagai Pendidik, Multi Peran menjadi Pemimpin, Tokoh Humas, Istri dan Ibu, menuliskan perjalanan LSPR dibangun dari nol. Mulai dari 1992 yang hanya berisi dua pegawai dan puluhan pelajar hingga saat ini telah meluluskan 20.000 pelajar terampil di bidang kehumasan, komunikasi, dan bisnis.
”Suka dan duka perjuangan tergambarkan dengan jelas dalam buku tersebut. Prita menggunakan seluruh ilmu kehumasan yang ia miliki dalam membangun wadah pendidikan LSPR. Tim pendidik dalam LSPR dibentuk melalui pendekatan persuasif sehingga tim yang terbangun menjadi solid dan hebat,” ujar Asteria.