Ke Bulan, Manusia Akan Kembali
Misi Artemis 1 sedang dalam perjalanan menuju Bulan sebagai misi uji bagi pendaratan manusia di Bulan tahun 2025. Setelah 50 tahun manusia terakhir menjejakkan kaki di Bulan, kini manusia siap kembali mendarat di Bulan.
Meski ekspedisi pendaratan manusia di Bulan telah berakhir 50 tahun lalu, manusia sejatinya tidak pernah benar-benar meninggalkan Bulan. Aneka misi penerbangan orbit dan pendaratan robot di Bulan tetap dilakukan oleh sejumlah lembaga antariksa dari beberapa negara. Kini, seiring tekad manusia untuk pegi ke Planet Mars, manusia pun kembali akan mendarat di Bulan.
Pendaratan kembali manusia di Bulan itu akan dilakukan oleh Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) pada 2025. Saat itu, NASA berkomitmen untuk mendaratkan satu antariksawan dan satu antariksawati di dekat kutub selatan Bulan karena dari 12 manusia yang pernah menjejakkan kaki di Bulan pada 1969-1972, semuanya laki-laki.
Pada masa mendatang, pendaratan manusia di Bulan diharapkan dilakukan berkelanjutan. Karena itu, NASA bertekad membangun stasiun luar angkasa di Bulan bernama Gateway yang menjadi pusat eksplorasi manusia di Bulan dan stasiun transit bagi pengiriman manusia ke Mars. Keberadaan stasiun transit itu akan memudahkan perjalanan ke Mars yang butuh waktu sembilan bulan sekali jalan.
Langkah awal pendaratan kembali manusia di Bulan itu sukses dilakukan dengan peluncuran roket Sistem Peluncuran Luar Angkasa (Space Launch System/SLS), Rabu (16/11/2022) pukul 01.47 waktu pantai timur AS atau 13.47 WIB. Roket peluncur terkuat di Bumi itu membawa wahana antariksa tanpa awak Orion dalam misi Artemis 1.
Baca juga : Setelah Tertunda 2,5 Bulan, Misi Artemis Meluncur ke Ruang Angkasa
Misi Artemis 1 itu bertujuan melihat kesiapan roket peluncur SLS dan Orion untuk membawa antariksawan bolak-balik Bumi-Bulan, bukan sekali jalan seperti misi Apollo yang mendaratkan manusia sebelumnya. Jika sukses, misi akan berlanjut ke Artemis 2 untuk menerbangkan manusia mengelilingi Bulan pada 2024 dan Artemis 3 untuk mendaratkan manusia di Bulan pada 2025.
Roket SLS setinggi 98 meter dan seberat 2.600 metrik ton itu diluncurkan dari landas luncur 39B di Bandar Antariksa Kennedy, Florida, AS. Landas luncur ini pernah digunakan untuk meluncurkan misi NASA Apollo 10 beberapa bulan sebelum pendaratan manusia pertama di Bulan, Neil Armstrong, dalam misi Apollo 11 pada tahun 1969.
Roket peluncur utama SLS menggunakan empat mesin pesawat ulang-alik lama dan dua roket pendorong atau penguat di sampingnya yang berbahan bakar padat. Namun, ukuran SLS sedikit lebih kecil dibandingkan roket Saturnus V yang digunakan dalam misi Apollo.
Meski demikian, SLS memiliki daya dorong roket yang jauh lebih besar dibandingkan Saturnus V hingga mencapai 8,8 juta pound atau hampir 40 juta newton saat lepas landas. Daya dorong yang besar itu sebagian besar disumbang dari dua roket pendorongnya.
Sementara wahana antariksa Orion yang nantinya akan digunakan untuk mengirimkan antariksawan berukuran 30 persen lebih besar dibandingkan kapsul Apollo. Orion mampu membawa empat antariksawan, sedangkan Apollo hanya tiga antariksawan. Orion memiliki perisai pelindung panas selebar 5 meter atau terbesar yang pernah digunakan ke luar angkasa.
Baca juga : Bulan, Terminal Perjalanan Manusia Menuju Mars
Adapun mesin pendorong Orion disediakan oleh Badan Antariksa Eropa (ESA) melalui Airbus. Sementara wahana yang akan mendaratkan manusia dari Orion ke permukaan Bulan, pembangunan Gateway, serta sejumlah komponen Artemis lainnya akan dikerjakan oleh sejumlah perusahaan luar angkasa swasta AS, seperti SpaceX, Northrop Grumman, Maxar, dan beberapa lainnya.
Dengan semua persiapan itu, administrator NASA, Bill Nelson, seperti dikutip Space, 16 November 2022, memperkirakan penerbangan manusia ke Mars setidaknya akan terwujud pada akhir 2030-an.
Menantang
Misi besar pengiriman manusia ke Mars itu dipastikan tidak mudah secara teknologi maupun menundukkan tantangan lingkungan luar angkasa yang sama sekali berbeda dengan lingkungan Bumi. Terlebih, misi ke Mars setidaknya butuh waktu tiga tahun agar efisien, yaitu sembilan bulan perjalanan pergi, 18 bulan tinggal di Mars, dan sembilan bulan pulang ke Bumi.
Peluncuran Artemis 1 saja setidaknya telah mengalami dua kali penundaan, yaitu pada 29 Agustus 2022 dan 3 September 2022. Kegagalan peluncuran pertama terjadi karena ada kesalahan dalam proses pendinginan di salah satu dari empat mesin roket peluncur utama, sementara kegagalan kedua dipicu oleh kebocoran hidrogen selama proses pengisian bahan bakar roket.
Meski Artemis 1 akhirnya meluncur 16 November lalu, jadwal awal peluncuran ketiga SLS sebenarnya pada 12 November 2022. Akan tetapi, karena ada badai Nicole, peluncuran pun ditunda lagi. Angin kencang yang terjadi sepanjang badai bisa merobek cat insulatif pada wahana Orion.
Namun, rencana peluncuran SLS pada 16 November juga tidak berjalan mulus. Saat pengisian bahan bakar roket bagian atas pada tiga jam sebelum peluncuran, terdeteksi kebocoran katup pengisian bahan bakar hidrogen cair di menara peluncuran. Persoalan itu akhirnya bisa diatasi selama satu jam hingga proses peluncuran bisa dilanjutkan.
Setelah itu, muncul masalah baru pada sakelar eternet (jaringan komputer) di radar Eastern Range milik Angkatan Luar Angkasa AS. Jika tidak diperoleh pengganti, peluncuran bisa dibatalkan. Namun, masalah itu akhirnya terselesaikan setelah waktu peluncuran diundur 10 menit dari jadwal seharusnya.
Setelah semua kendala teratasi, SLS pun meluncur meninggalkan suara gemuruh dan cahaya terang di atas langit Florida dini hari. Hanya delapan menit sejak diluncurkan, bagian atas roket SLS yang membawa Orion sudah mencapai orbit Bumi. Saat itu, Orion mulai membentangkan empat panel suryanya untuk bersiap beroperasi mandiri dan lepas dari roket yang membawanya.
Berikutnya, roket bagian atas SLS akan menyalakan mesin tunggalnya untuk menaikkan ketinggian orbit roket. Mesin akan dinyalakan hingga satu jam setelah peluncuran. Setelah itu, mesin akan dinyalakan lagi pada menit ke-98 setelah peluncuran atau sesudah lepasnya Orion untuk menempuh perjalanannya sendiri menuju Bulan.
Baca juga : Setelah 50 Tahun, NASA Akan Kirimkan Kembali Astronot ke Bulan
Hingga Jumat (18/11/2022), Orion terpantau dalam jalur yang direncanakan menuju Bulan dan ditargetkan mencapai Bulan pada 22 November 2022. Selanjutnya, Orion akan terbang melintas di permukaan Bulan dengan jarak terdekatnya mencapai 96,6 km dari permukaan Bulan yang akan dicapai pada hari ke-10 mengelilingi Bulan.
Setelah itu, Orion akan kembali menghabiskan waktunya sekitar dua minggu di orbit Bulan sebelum pulang ke Bumi. Orion diharapkan akan mendarat di Samudra Pasifik di sebelah barat California, AS, pada 11 Desember 2022.
Proses Orion kembali ke Bumi itu akan dinantikan untuk menguji ketangguhan wahana tersebut. Agar bisa selamat dari gesekan dengan atmosfer Bumi dan bisa membawa pulang antariksawan, Orion harus mampu bertahan pada suhu 2.800 derajat celsius. Saat memasuki atmosfer itu, Orion bergerak dengan kecepatan 40.000 km per jam atau 11 km per detik.
Karena ini adalah misi uji, terjadinya kesalahan adalah wajar meski NASA tetap menginginkan kesuksesan uji ini. ”Ini adalah roket dan wahana antariksa baru, sesuatu yang belum pernah dilakukan lebih dari 50 tahun dan sangat sulit,” kata manajer misi Artemis 1 NASA, Mike Sarafin.
Ini adalah roket dan wahana antariksa baru, sesuatu yang belum pernah dilakukan lebih dari 50 tahun dan sangat sulit.
”Kita perlu mempelajari kendaraan yang digunakan sebelum menempatkan awak di dalamnya,” ucap administrator asosiat untuk pengembangan sistem eksplorasi NASA, Jim Free.
Snoopy dan Shaun The Sheep
Meski misi ini tanpa awak alias misi uji, di dalam Orion terdapat maneken ”Moonikin” bernama Komandan Campos. Maneken ini mengenakan pakaian antariksawan rancangan baru NASA berwarna oranye yang digunakan antariksawan selama proses peluncuran. Baju ini ditargetkan menjadi baju antariksawan masa depan.
Selain Komandan Campos, ada pula dua maneken tanpa kaki bernama Helga dan Zohar. Kedua maneken ini digunakan untuk menguji AstroRad, rompi baru yang bisa melindungi antariksawan dari radiasi luar angkasa yang berbahaya.
Tak hanya itu, ada sejumlah boneka yang ikut serta dalam misi tersebut, seperti anjing Snoopy yang memakai baju antariksa dan boneka domba Shaun The Sheep yang dikirimkan ESA sebagai mitra NASA. Kedua boneka itu dibiarkan melayang di dalam Orion untuk menikmati sensasi gravitasi mikro.
Selain aneka penumpang ikonik, Orion tetap membawa sejumlah instrumen ilmiah, salah satunya untuk melakukan Eksperimen Biologi-1 guna menumbuhkan ragi, alga, jamur, dan sejumlah bibit lain di dalam wahana itu. Eksperimen ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana lingkungan luar angkasa memengaruhi gen dan asam deoksiribonukleat (DNA) dalam makhluk hidup.
Selain Orion, bagian atas SLS juga memuat 10 satelit kotak alias cubesat dengan fungsi beragam. Sebagian satelit itu akan mengorbit Bulan, mencari jejak es cair, atau menguji teknologi eksplorasi Bulan. Namun, ada bulan satelit yang akan mengunjungi asteroid yang dinamakan satelit NEA Scout.
NEA Scout ditargetkan untuk mengunjungi asteroid berdiameter 18 meter bernama 2020 GE. Asteroid kecil ini memiliki lintasan mengelilingi Matahari yang memotong orbit Bumi memutari Matahari. Dikutip dari data Space Reference, jarak 2020 GE dari Bumi pada November 2022-Desember 2022 sekitar 10 juta km.
Satelit NEA Scout ini diikutsertakan dalam misi Artemis 1 ke Bulan karena dia akan memanfaatkan ayunan gravitasi Bulan untuk menuju asteroid tujuan. Teknik itu umum digunakan dalam pengiriman wahana ke luar angkasa karena bisa menghemat energi yang dibutuhkan satelit untuk mencapai tujuan.
Kini, kita hanya bisa memantau dan menunggu sampai Orion dan teman-temannya mendekati Bulan. Jika semua rencana berjalan lancar, akan memberikan kepastian lebih besar untuk menjalankan misi berikutnya, hingga manusia benar-benar bisa mendarat dan membangun stasiun luar angkasa di Bulan.
Bagaimanapun, manusia tidak mungkin melupakan Bulan. Sejak manusia berevolusi hingga seterusnya di masa datang, Bulan tetap menjadi sumber inspirasi, keindahan, dan romantisisme manusia. Karena itu, sejauh apa pun manusia mengembara dan mengeksplorasi antariksa, tetap ke Bulanlah manusia pasti kembali.