Tekan Angka Kematian Ibu dan Anak, Kapasitas RS Vertikal Diperkuat
Penguatan pada layanan kesehatan ibu dan anak harus dilakukan secara terintegrasi, mulai dari hulu hingga hilir. Hal ini diperlukan untuk menekan tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Angka kematian ibu dan anak di Indonesia termasuk yang tertinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara. Deteksi dan penanganan yang terlambat pada faktor risiko menjadi salah satu penyebab. Melalui penguatan pada rumah sakit vertikal di sejumlah daerah diharapkan dapat menekan angka kematian tersebut.
Berdasarkan Survei Penduduk Antarsensus 2015, angka kematian ibu di Indonesia mencapai 305 kasus per 100.000 kelahiran hidup, tertinggi kedua di antara negara-negara Asia Tenggara setelah Laos. Bahkan, angka itu jauh dari kondisi di Singapura yang tercatat 8 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 akan diupayakan ditekan 183 kasus per 100.000 kelahiran hidup.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan, kematian ibu dan anak paling banyak terjadi akibat perdarahan, hipertensi, dan infeksi. Ketiga penyebab itu seharusnya bisa dicegah dan diatasi sejak dini sehingga tidak sampai menimbulkan komplikasi yang berisiko pada kematian.
”Kondisi ini (faktor risiko kematian ibu dan anak) seharusnya bisa dicegah jika semua ibu itu mendapatkan perawatan medis yang tepat. Karena itu, penting untuk menginvestasikan layanan kesehatan ibu dan anak,” katanya dalam acara peletakan batu pertama Gedung Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di RS Umum Pusat Ngoerah, Denpasar, Bali, Kamis (17/11/2022).
Selain RSUP Ngoerah Bali, terdapat lima rumah sakit lain yang juga akan dibangun gedung khusus layanan ibu dan anak, yakni RS Kanker Dharmais Jakarta, RS Persahabatan Jakarta, RS Hasan Sadikin Bandung, RS Sardjito DI Yogyakarta, dan RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Pembangunan layanan kesehatan ini merupakan dukungan dari Bank Pembangunan Islam (IsDB) melalui proyek penguatan rumah sakit rujukan nasional dan unit teknis vertikal. Pembiayaan proyek ini mendapatkan dukungan pendanaan dari IsDB sebesar 89,3 persen dan dari Pemerintah Indonesia 10,7 persen. Pembangunan gedung pelayanan kesehatan ibu dan anak di enam rumah sakit ini ditargetkan selesai pada April 2024.
Kondisi ini (faktor risiko kematian ibu dan anak) seharusnya bisa dicegah jika semua ibu itu mendapatkan perawatan medis yang tepat. Karena itu, penting untuk menginvestasikan layanan kesehatan ibu dan anak (Budi G Sadikin).
Budi menyampaikan, penguatan layanan ibu dan anak juga akan dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan primer. Setiap layanan kesehatan primer, khususnya puskesmas, ditargetkan dapat dilengkapi dengan layanan USG. Saat ini, dari 10.000 puskesmas di seluruh Indonesia, hanya 2.000 puskesmas yang memiliki layanan USG.
Ia menuturkan, penguatan layanan kesehatan ibu dan anak harus dijalankan secara terintegrasi, mulai dari hulu di fasilitas pelayanan kesehatan primer sampai ke hilir di fasilitas layanan rujukan.
Untuk penguatan di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan, enam rumah sakit rujukan untuk layanan kesehatan ibu dan anak nantinya akan dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang, seperti layanan intensif neonatal dan layanan intensif anak. Dari 952 rumah sakit milik pemerintah, baru ada 492 rumah sakit yang memiliki layanan intensif neonatal dan 659 rumah sakit tidak memiliki layanan intensif anak.
”Kita juga akan memperkuat SDM kesehatan. Beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) yang biasanya hanya diberikan kepada 200-300 orang untuk dokter spesialis kini ditambah sampai 1.500 beasiswa untuk dokter spesialis, salah satunya dokter spesialis anak,” kata Budi.
Presiden Bank Pembangunan Islam Mohammed Sulaiman Al Jasser menuturkan, proyek penguatan rumah sakit rujukan nasional untuk pelayanan ibu dan anak ini bernilai sekitar 293 juta dollar AS. Dengan pendanaan ini diharapkan persoalan kesehatan ibu dan anak di Indonesia bisa teratasi dengan baik.
Ia menambahkan, dari proyek ini pun bisa menghasilkan dampak yang baik bagi Indonesia. Ditargetkan terjadi peningkatan pelayanan rawat inap dan rawat jalan ibu dan anak sebesar 25 persen, penurunan angka kematian ibu 22 persen, penurunan kematian neonatal 14 persen, dan penurunan kematian anak di bawah lima tahun 10 persen.
”Proyek ini akan berlanjut dengan Proyek Rumah Sakit Onkologi. Kami telah mengidentifikasi tantangan utama kesehatan di Indonesia, yaitu perawatan ibu dan anak serta onkologi,” kata Al Jasser.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pembiayaan menjadi faktor penting untuk mendukung penguatan sistem kesehatan nasional. Tanpa pembiayaan, sistem kesehatan yang baik tidak akan tercapai. Tanpa pembiayaan pula setiap negara tidak mampu mempersiapkan dan membangun kesiapsiagaan secara efektif, termasuk untuk menghadapi pandemi.
”Kematian ibu dan anak merupakan dua indikator yang masih menjadi persoalan di Indonesia. Dengan adanya pembiayaan ini diharapkan dapat membantu jutaan ibu dan anak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak,” katanya.