Anak yang sehat hanya bisa dihasilkan dari ibu yang sehat. Karena itu, untuk mengatasi tengkes, penting menjaga kesehatan ibu hamil sejak mereka masih remaja atau ketika masih menjadi calon pengantin.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bayi dan anak sehat hanya bisa dilahirkan dari ibu yang kondisinya pun sehat. Tingginya jumlah anak tengkes atau stunting di Indonesia juga menunjukkan buruknya kondisi kesehatan ibu hamil dan menyusui. Karena itu, tengkes harus ditekan dengan menjaga kesehatan ibu Indonesia sejak mereka masih remaja.
”Diperkirakan 50 persen ibu hamil di Indonesia sudah dalam kondisi tidak sehat sejak awal kehamilan,” kata Guru Besar di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dwiana Ocviyanti dalam webinar bertema ”Cara Tepat Memilih Kontrasepsi”, di Jakarta, Senin (4/7/2022). Kondisi itu membuat intervensi untuk mengatasi tengkes harus dilakukan sebelum kehamilan terjadi.
Persoalan yang banyak dihadapi remaja putri dan perempuan usia subur di Indonesia meliputi anemia, hipertensi, kurang energi kronis, hingga terserang berbagai penyakit infeksi.
Kondisi kesehatan itu tidak hanya mengganggu pertumbuhan janin dan memicu bayi tengkes, tetapi juga lahir prematur, keguguran, ketuban pecah dini, persalinan sulit, perdarahan saat bersalin, hingga retensi plasenta. Bahkan, kondisi itu juga meningkatkan risiko kematian ibu dan anak.
Anemia diderita oleh satu dari tiga remaja putri dan satu dari dua ibu hamil. Sebanyak 21 persen wanita usia subur mengalami hipertensi dan 24 persen kematian ibu hamil akibat hipertensi. Selain itu, satu dari lima ibu hamil mengalami kekurangan kalori dan 17,3 persen ibu hamil kurang energi kronik.
Tak hanya itu, tuberkulosis, malaria di wilayah endemik, hingga human immunodeficiency virus (HIV) menjadi penyakit infeksi yang meningkatkan risiko komplikasi kehamilan dan persalinan.
Menurut Dwiana, makin muda usia ibu hamil maka makin tinggi risiko anemia yang dialaminya. Usia remaja juga menjadi salah satu faktor risiko yang memengaruhi kondisi gizi ibu saat hamil.
Diperkirakan 50 persen ibu hamil di Indonesia sudah dalam kondisi tidak sehat sejak awal kehamilan.
Maka dari itu, penting mencegah perkawinan dan kehamilan di usia anak. Perkawinan anak meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi dalam persalinan hingga 5 kali lebih besar dan memicu 40 persen bayi lahir tengkes atau gagal tumbuh kembang akibat kurang gizi.
”Cegah pernikahan sebelum usia 19 tahun. Kalaupun menikah, usahakan tidak hamil dulu sampai sang ibu benar-benar siap,” tambahnya.
Selain perkawinan anak, penting pula untuk mendeteksi anemia pada remaja putri dan ibu hamil. Menurut Dwiana yang merupakan Ketua Kelompok Kerja Angka Kematian Ibu Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), tanda umum anemia adalah lesu, lelah, letih, lemah dan lunglai (5L). Namun, banyak ibu hamil menganggap hal itu sebagai kondisi biasa.
”Jangan anggap biasa gejala 5L. Pastikan dengan melakukan pengecekan di laboratorium. Jika kadar hemoglobin di bawah 12 gram per desiliter pada awal kehamilan, ibu harus waspada anemia,” ujarnya. Selain 5L, gejala anemia lain adalah kelopak mata pucat, lidah, dan bibir pucat, serta mata berkunang-kunang dan pusing.
Untuk mengatasinya, ibu hamil perlu menjaga pola makan yang beragam dan gizi seimbang. Tingkatkan asupan zat besi dengan mengonsumsi hati, ikan, telur, daging, sayuran, dan buah berwarna. Tak hanya dari makanan, anemia juga bisa dicegah dengan menjaga jarak kehamilan minimal 2 tahun atau mengobati penyakit infeksi yang dialami ibu lebih dulu sebelum ibu hamil.
Mempersiapkan kesehatan ibu sejak masih remaja itu penting demi mencegah tengkes. Tengkes adalah kondisi yang dipicu oleh kurang gizi kronik yang menghambat pertumbuhan janin, baik otak maupun organ tubuh lainnya. Tengkes membuat kemampuan kognitif anak buruk, produktivitas jelek karena mudah sakit, hingga saat dewasa mudah menderita penyakit degeneratif.
”Untuk memutus mata rantai tengkes setidaknya dibutuhkan dua generasi,” kata Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Eni Gustina.
Bayi perempuan yang lahir dalam kondisi tengkes, sel telurnya pun sudah tidak akan optimal. Dengan demikian, saat dia dewasa dan hamil nantinya, anaknya dipastikan mengalami tengkes.
Untuk menyiapkan kesehatan ibu sejak remaja, setiap calon pengantin diwajibkan untuk memeriksakan kesehatannya. Dari 1,9 juta calon pengantin di Indonesia setiap tahun, sebanyak 80 persen di antaranya diperkirakan akan hamil pada setahun pertama pernikahan mereka. Tak hanya pengantin perempuan yang harus sehat, pengantin laki-laki juga berperan besar dalam mewujudkan anak yang sehat dan berkualitas.
Calon pengantin juga perlu diedukasi agar mempersiapkan kehamilannya secara terencana. Penting untuk menghindari ”4 terlalu” dalam kehamilan, yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak. Kehamilan sebaiknya juga memperhatikan ”3 jangan” yaitu jangan hamil jika tidak terencana, jangan menelantarkan kehamilan, dan jangan sia-siakan anak.
Penggunaan kontrasepsi
Untuk mencegah tengkes, BKKBN sebagai Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting gencar mengampanyekan penggunaan kontrasepsi untuk pengaturan kehamilan. Saat ini, metode kontrasepsi suntik menjadi pilihan utama masyarakat yang digunakan 59,9 persen akseptor di Indonesia pada 2021.
Penggunaan kontrasepsi suntik melonjak selama pandemi Covid-19. Sebab, hal itu bisa dilakukan di bidan desa yang dekat dan membuat kaum ibu tidak perlu terlalu sering pergi ke bidan.
BKKBN juga menggencarkan penggunaan KB pascapersalinan yang dianggap mampu menjarangkan kehamilan. Dengan waktu antarkehamilan minimal 2 tahun, maka anak pertama akan mendapatkan perhatian dan stimulasi yang utuh hingga bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.
Tak hanya itu, kondisi ibu dianggap sudah cukup untuk pulih hingga lebih siap untuk hamil berikutnya. Dengan demikian, anak yang akan dikandung pun tetap tumbuh dengan kondisi kesehatan baik.
Salah satu jenis kontrasepsi pascapersalinan yang ditawarkan adalah pil KB progestin. Menurut Eni, pil ini cocok untuk ibu muda yang baru melahirkan, tetapi masih takut menggunakan jenis kontrasepsi lain.
Pil ini tidak mengganggu produksi asir susu ibu (ASI), tidak mengganggu hubungan seksual, dan kesuburan cepat pulih kembali setelah konsumsi pil dihentikan. Ibu baru bersalin yang memilih kontrasepsi ini diberi enam lembar pil progestin yang diminum 42 hari pasca-persalinan hingga enam bulan berikutnya.
Program KB pascapersalinan ini ditargetkan bisa menjangkau 70 persen ibu di Indonesia. Upaya ini tidak hanya menurunkan jumlah orang yang ingin menggunakan kontrasepsi tapi tak terlayani (unmet need), tetapi akan sangat membantu menjaga jarak antarkehamilan.
”Studi membuktikan anak-anak yang lahir dengan jarak minimal dua tahun dibandingkan saudara mereka sebelumnya memiliki tingkat intelijensia yang tinggi dan tidak mengalami stunting,” ujar Eni.
Riset itu juga mengukuhkan studi lain yang menunjukkan anak yang tidak tengkes memiliki penghasilan lebih tinggi dibandingkan yang tengkes. Karena itu, keberhasilan mengatasi tengkes sejatinya merupakan upaya jauh ke depan untuk memutus rantai kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.