Cegah Diabetes dengan Mengonsumsi Gula Sesuai Batasan
Data statistik biaya Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2021 menunjukkan, lebih dari Rp 14 triliun biaya dikeluarkan untuk pengobatan penyakit tidak menular, salah satunya diabetes.
JAKARTA, KOMPAS - Konsumsi gula berlebih menjadi faktor risiko utama penyakit diabetes yang disebut sebagai ibu dari berbagai macam penyakit tidak menular. Maka dari itu, penanggulangan penyakit diabetes perlu dilakukan secara komprehensif.
Hal ini diungkapkan Rudy Kurniawan, dokter spesialis penyakit dalam dari Eka Hospital dalam Media Workshop Hari Kesehatan Nasional dan Hari Diabetes Sedunia 2022 yang diadakan oleh Nutrifood di Ballroom, The Akmani Hotel Jakarta pada Kamis, (17/11/2022). Ia mengatakan, konsumsi gula berlebih sangat berkontribusi pada tingginya asupan kalori yang dapat meningkatkan risiko penyakit diabetes.
“Mengingat diabetes merupakan ibu dari penyakit tidak menular lainnya. Jika kita bisa mencegah diabetes maka kita juga bisa mencegah penyakit komplikasi turunannya," ujar Rudy yang merupakan salah satu dokter yang aktif dalam membangun komunitas pasien diabetes yaitu Sobat Diabet, serta tergabung dalam tim dokter Diabetes Connection Care Eka Hospital.
Namun, menurut Rudy, itu bukan berarti masyarakat sama sekali tidak boleh mengonsumsi gula. Masyarakat boleh mengonsumsi gula dengan batasan yang telah dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Selain itu, masyarakat khususnya kelompok pre diabetes dan diabetes juga memiliki alternatif pengganti gula berupa pemanis rendah kalori.
Hal ini tentunya perlu diimbangi dengan aktivitas fisik yang rutin, dan membatasi konsumsi gula, garam dan lemak dengan memperhatikan label kemasan sebelum makan.
Baca juga : Waspadai Komplikasi Diabetes Melitus
Sofhiani Dewi, Direktur Standardisasi Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan mengatakan, saat ini setiap pangan olahan dalam kemasan wajib mencantumkan informasi nilai gizi. Hal ini dilakukan dalam rangka mengatur pencegahan penyakit tidak menular.
"Anjuran konsumsi gula per hari empat sendok makan, garam kurang dari satu sendok teh per hari, dan konsumsi lemak lima sendok makan per hari," ujar Ani.
Masyarakat diharapkan dapat dengan cermat memperhatikan kandungan gula, garam dan lemak di setiap pangan olahan yang akan dikonsumsi sesuai anjuran. Hal ini dapat dilihat melalui tabel informasi nilai gizi yang memuat takaran saji, jumlah sajian per kemasan.
Baca juga : Memilih Sayuran untuk Penderita Diabetes
Biaya besar
Eva Susanti, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan RI mengatakan, sebanyak Rp 14 triliun dikeluarkan pemerintah untuk biaya pengobatan penyakit tidak menular. “Data statistik biaya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tahun 2021 menunjukkan bahwa lebih dari 14 triliun rupiah biaya dikeluarkan hanya untuk pengobatan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan juga diabetes,” ujar Eva.
Maka dari itu, penanggulangan penyakit diabetes perlu dilakukan secara komprehensif oleh seluruh lapisan masyarakat. Kementerian Kesehatan berkomitmen melakukan transformasi kesehatan khususnya pada layanan primer dan layanan rujukan.
“Transformasi layanan primer itu (dilakukan) dengan promosi dan edukasi untuk merubah pola hidup, serta peningkatan layanan primer dengan pengembangan panduan praktik. Agar, pasien yang telah dideteksi dini mendapatkan tata laksana dan pengobatan sesuai standar dan terkontrol kondisinya,” tambah Eva.
Masyarakat diharapkan dapat dengan cermat memperhatikan kandungan gula, garam dan lemak di setiap pangan olahan yang akan dikonsumsi sesuai anjuran.
Menurut Federasi Diabetes Internasional tahun 2021, saat ini 537 juta orang berusia 20-79 tahun di dunia mengalami diabetes atau 10,5 persen dari jumlah total penduduk pada usia sama. Angka ini diperkirakan meningkat hingga mencapai 643 juta (11,3 persen) di tahun 2030 dan 783 juta (12,2 persen) pada 2045.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penyandang diabetes tertinggi kelima di dunia, yaitu 19,5 juta orang (10,6 persen) dan angka ini diperkirakan meningkat menjadi 28,6 juta orang pada tahun 2045. ”Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masuk daftar 10 negara dengan angka penyandang diabetes tertinggi di dunia. Langkah strategis perlu dilakukan untuk menekan angka itu,” kata Eva
Kondisi ini dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya gaya hidup kekinian yang sering mengonsumsi makanan dan minuman dengan gula berlebih serta kurangnya olahraga, sehingga berisiko terkena diabetes.