Diabetes dapat diturunkan risikonya. Sebelum berlanjut ke tahapan yang lebih parah, lebih baik mengurangi konsumsi makanan dengan kadar gula tinggi.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi makanan manis dengan kandungan gula yang tinggi secara berlebihan menjadi salah satu pemicu diabetes melitus. Ketika tidak diimbangi dengan pola hidup sehat, maka seseorang akan mudah mengalami diabetes yang menjadi pintu masuk berbagai penyakit. Karena itu, warga dianjurkan untuk membatasi asupan makanan dengan kadar gula tinggi.
Ahli endokrinologi dari Universitas Gadjah Mada, Bowo Pramono, menyebutkan, seseorang yang mengonsumsi makanan manis dengan kadar gula tinggi secara terus-menerus rawan terkena diabetes. ”Dampaknya tidak terasa langsung, tetapi pada masa datang. Bisa tiga tahun empat tahun, bahkan belasan tahun ke depan,” ujarnya, Senin (14/11/2022).
Pada dasarnya, makan makanan apa pun tidak menjadi persoalan asal diimbangi dengan kegiatan yang cukup atau pola hidup sehat. Di Indonesia, mayoritas orang terkena diabetes akibat dari kurang beraktivitas, tetapi gemar mengonsumsi makanan yang manis.
Diabetes ini tidak bisa disembuhkan, tetapi dapat diturunkan risikonya. (Narila Mutia Nasir)
Penumpukan gula akibat makan makanan manis secara terus-menerus akan memaksa organ pankreas memproduksi insulin dalam jumlah yang banyak. Dalam jangka panjang, fungsi pankreas akan terganggu sehingga gula masuk ke aliran darah.
”Orang dengan pekerjaan fisik yang berat seperti kuli panggul, bangunan, atau olahragawan cukup sulit terkena diabetes, padahal mereka mengonsumsi gula yang tinggi. Hal ini karena gula yang masuk seimbang dengan yang dikeluarkan dari aktivitas fisik mereka,” ucapnya.
Setiap orang berbeda-beda dampaknya, tergantung pada cadangan insulin dan kapasitas pankreas masing-masing. Insulin merupakan hormon yang dihasilkan pankreas untuk mengontrol kadar gula dalam darah. Gula tersebut kemudian disebar ke setiap sel dalam tubuh.
Oleh karena itu, orang dengan berat badan berlebih semakin rentan terkena diabetes karena membutuhkan insulin yang banyak untuk memenuhi kebutuhan setiap sel tubuh. Urutannya adalah mengonsumsi makanan manis dengan gula tinggi, lalu obesitas, kemudian terkena diabetes. ”Ada beberapa faktor yang menyebabkan orang rentan terkena diabetes, di antaranya keturunan, obesitas, hipertensi, kadar kolesterol tidak normal, dan usia di atas 40 tahun,” tambah Bowo.
Orang dengan sejumlah faktor risiko tersebut rentan mengalami diabetes melitus ketika mengonsumsi makanan manis dengan gula tinggi. Beberapa asupan makanan, seperti roti, es krim, yogurt, saus, cokelat, biskuit, dan buah kaleng, mengandung kadar gula yang cukup tinggi.
Riset Populasi Diabetes
Merujuk pada data United States Department of Agriculture (USDA), dalam setiap 100 gram produk, cokelat mengandung 48 gram gula, saus tomat 4,8 gram gula, es krim vanila 21 gram gula, biskuit 2,2 gram gula, yogurt 3,2 gram gula.
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maupun Kemenkes menganjurkan batas maksimum konsumsi gula per hari sekitar 50 gram atau setara dengan empat sendok makan.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2018, tingginya angka penderita diabetes melitus di Indonesia dipengaruhi pola konsumsi makanan dan minuman manis. Sebanyak 47,8 persen mengonsumsi makanan manis 1-6 kali seminggu. Untuk minuman manis, sebanyak 61,3 persen responden mengonsumsinya lebih dari sekali per hari.
Pada tahun 2021, International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan sedikitnya ada 537 juta orang pada usia 20-79 tahun mengalami diabetes. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat 643 juta pada 2030 dan 783 juta pada 2045.
Menghindari Diabetes
Sementara sebagian warga yang ditemui Kompas, masih gemar mengonsumsi makanan maupun minuman manis yang mengandung gula tinggi. Salah satunya, Egi Handayani (21), mahasiswa asal Sukabumi, Jawa Barat, setiap hari dapat mengonsumsi es krim, biskuit, saus, yogurt, dan donat.
Hal senada disampaikan M Rifky (19), mahasiswa lainnya. Selain nasi, ia gemar mengonsumsi cokelat, cemilan ringan, dan roti, pada waktu luangnya. ”Saya gemar, tetapi tidak setiap hari. Terkadang menyesuaikan keadaan juga,” ucapnya.
Menurut dosen Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Narila Mutia Nasir, kebiasaan tersebut berbahaya ketika berlangsung secara terus-menerus. Sering mengonsumsi gula di atas batas wajar dapat memicu diabetes dan penyakit-penyakit lain yang berbahaya.
”Diabetes tak bisa disembuhkan, tapi risikonya dapat diturunkan. Sebelum berlanjut ke tahapan lebih parah seperti penyakit jantung dan komplikasi lain, lebih baik mengurangi konsumsi makanan manis, terutama yang mengandung gula tinggi,” ujarnya. Risiko diabetes dapat diturunkan dengan menerapkan pola hidup sehat, seperti makan makanan bergizi, rutin berolahraga, dan menjaga pola tidur. Selain makanan, konsumsi minuman yang mengandung gula juga perlu diperhatikan.
Namun, anjuran membatasi asupan gula belum diimbangi pengawasan yang ketat pelabelan informasi gizi pangan. Menurut pemantauan Kompas, Senin (14/11/2022), beberapa warung kelontong yang menjual makanan seperti donat, kue kering, dan camilan, tanpa dilengkapi kandungan gula, garam, dan lemak (GGL).
Padahal, menurut Nadia, ada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2015 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.
”Kami mendorong kementerian ataupun lembaga lain menjalankan peran masing-masing. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan dinas kesehatan, misalnya, berkaitan pemberian izin edar makanan dan pelabelan,” tutur Nadia dalam pesan singkat.