Diabetes Tidak Dapat Disembuhkan, tetapi Bisa Dikendalikan
Ketika sudah mengalami diabetes, seseorang tidak bisa terlepas dari penyakit tersebut. Diabetes tidak bisa disembuhkan dan hanya bisa dikendalikan.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Diabetes tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikendalikan. Penyandang diabetes dianjurkan mengontrol pola makan dan menerapkan gaya hidup sehat agar dapat beraktivitas dengan normal. Edukasi, kampanye, dan upaya preventif lain perlu dikuatkan untuk menekan angka prevalensi diabetes di Indonesia yang cenderung meningkat.
Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Ketut Suastika menyampaikan, upaya pencegahan penyakit diabetes jauh lebih penting untuk diperhatikan. Ketika sudah mengalami diabetes, seseorang tidak bisa serta-merta terlepas dari penyakit tersebut. Diabetes tidak bisa disembuhkan dan hanya bisa dikendalikan.
”Kita sadar bahwa diabetes ini tidak bisa disembuhkan dan menimbulkan komplikasi. Selain edukasi secara berkala, perlu juga dilakukan deteksi dini. Jika masih dalam fase prediabetes, kondisi seseorang masih bisa disembuhkan,” ujarnya pada Kamis (10/11/2022) dalam siaran langsung webinar bertajuk ”Bersama Diabetasol, Gula Darah Terkontrol Lancar Aktivitasnya”.
Meskipun gula darah sudah terkontrol, bukan berarti sudah bebas dari diabetes dan komplikasinya. Diabetes itu tidak bisa disembuhkan, tetapi dapat dicegah.
Prediabetes bisa ditentukan melalui tes toleransi gula darah dengan hasil antara 140 miligram per desiliter (mg/dl) sampai 200 mg/dl. Jika lebih dari 200 mg/dl, sudah didiagnosis mengalami diabetes.
Menurut Ketut, gaya hidup saat ini yang cenderung tidak sehat dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup, menyebabkan usia penderita diabetes makin muda. Sebelumnya, rata-rata usia pasien diabetes di atas 40 tahun, tetapi sekarang sudah banyak pasien diabetes di usia 30 tahun.
”Sayangnya, kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini masih minim. Diperkirakan hanya ada satu dari tiga orang dengan diabetes melitus yang penyakitnya terdeteksi. Itulah sebabnya, edukasi dan sosialisasi harus terus dilakukan oleh semua pihak,” kata Ketut.
Pola makan
Dokter spesialis gizi dari Rumah Sakit Mayapada Jakarta, Ekky M Rahardja, menjelaskan, makanan yang dikonsumsi sehari-hari perlu diperhatikan bukan hanya untuk penyandang diabetes, melainkan juga untuk semua orang. “Tentunya kalau makanan atau minuman manis pasti kalorinya tinggi dan bisa berbahaya bagi yang berisiko diabetes. Namun, bukan berarti yang tidak berisiko tidak perlu waspada,” ujarnya.
Ekky membagikan tips menjaga pola makan khusus untuk penyandang diabetes. Ia menganjurkan agar penyandang diabetes mengatur pola makan harian yang berkalori rendah. Atau, bisa juga makan dengan porsi yang sedikit, tetapi sering. Kemudian gunakan juga pemanis alami tanpa kalori agar gula darah tetap terkontrol setiap hari.
”Jika ingin menggunakan makanan pengganti yang formatnya cair juga boleh dengan melihat lagi kandungan kalori di dalamnya,” kata Ekky. Makanan pengganti yang dimaksud ialah makanan pengganti makanan alami atau makanan utuh yang tidak melalui pengolahan atau pemasakan. Biasanya produk makanan pengganti berbentuk susu diet atau milkshake dalam kemasan botol dan kaleng atau sajian bubuk.
Dokter subspesialis endokrin metabolik diabetes dari Rumah Sakit Kemayoran, Jakarta, Fatimah Eliana Taufik, membenarkan pernyataan Ekky. Ia menyampaikan, mengatur pola makan dapat mengontrol gula darah sehingga penyandang diabetes dapat beraktivitas secara normal.
”Meskipun gula darah sudah terkontrol, bukan berarti sudah bebas dari diabetes dan komplikasinya. Diabetes itu tidak bisa disembuhkan, tetapi dapat dicegah,” ujar Fatimah.
Menurut dia, penyebab pasien diabetes di Indonesia meningkat karena semakin mudahnya masyarakat mendapatkan makanan dan minuman manis dengan kadar gula tinggi. Parahnya, hal itu menjadi tren di anak muda dalam minuman kekinian.
”Maka dari itu, sekarang banyak ditemui penyandang diabetes yang berusia muda. Semua karena pola hidup yang tidak sehat,” katanya.
Maka, mengontrol dan menjaga gula darah serta menerapkan gaya hidup merupakan hal wajib bagi semua orang. Selain itu, diperlukan juga edukasi mengenai gejala awal diabetes agar penangan dini dapat dilakukan.
Zaki Ahmad (40), karyawan dengan diabetes yang tinggal di Bekasi, bercerita mengenai perjuangannya menurunkan gula darah. Semua berawal dari 2018 saat ia tidak menyadari telah mengidap diabetes karena gejala awal yang terjadi sudah dianggap biasa.
”Awalnya cuma pegal-pegal dan kesemutan, tetapi makin sering terjadi bahkan muncul saat saya beraktivitas berat,” ujar Zaki.
Karena ketidaktahuannya, ia bukan mendatangi dokter malah mendatangi tukang pijat. Namun, setelah dipijat, Zaki tidak merasakan perbedaan apa pun. Zaki jadi lebih sering mengantuk, setiap malam sering lapar, dan gairah seks yang berkurang.
Tidak ingin semakin parah, akhirnya ia memeriksakan diri ke puskesmas. Hasil pemeriksaan mengejutkannya karena kadar gula darahnya 460 mg/dl. Dokter memberikan obat untuk rutin diminum dan Zaki diminta mengatur pola makan dan olahraga.
”Saya teringat pola makan jelek karena selalu minum es teh manis setelah makan. Konsumsi air putih juga kurang,” ujar Zaki. Menurut dia, hal yang paling sulit adalah mengubah pola makan karena sudah menjadi kebiasaan. Selama tiga bulan pertama dirinya mengaku sering kecolongan minum es teh.
”Perjuangan saya membuahkan hasil di 2020. Angka gula darah saya kembali di angka normal. Selain niat pribadi, lingkungan yang mendukung juga berpengaruh dalam proses penyembuhan,” tambah Zaki.