Merawat Musik Tradisional Lewat Ajang International Ethnic Music Festival
Melalui International Ethnic Music Festival, minat anak muda terhadap musik tradisional diharapkan semakin menggeliat serta stigma negatif tentang musik tradisional perlahan memudar.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kurangnya minat generasi muda terhadap musik tradisional saat ini menjadi hal yang mengkhawatirkan. Hal ini dapat menyebabkan musik tradisional Indonesia perlahan akan punah dan menjadi sejarah.
Hal ini disampaikan pada jumpa pers sekaligus pembuka International Ethnic Music Festival pada Senin (7/11/2022) di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Kegiatan ini merupakan kali ketiga diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
Berbeda dengan tahun sebelumnya yang diadakan secara daring, kali ini acara dilaksanakan secara tatap muka dari tanggal 7 sampai 8 November 2022. Menurut Azfandra Karim, Anggota Komite DKJ, dengan adanya acara ini, diharapkan minat anak muda dalam melestarikan dan mengeksplorasi musik tradisional semakin menggeliat serta stigma negatif tentang musik tradisional perlahan memudar.
“Walau bagaimanapun, musik tradisional merupakan musik yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. (Musik tradisional) bukan sekedar bunyi, namun bentuk ekspresi diri yang menjadi sebuah identitas,” kata Karim.
Selain sebagai media dialog dan ajang memperkenalkan musik tradisional, melalui kegiatan ini, ia berharap pemerintah memperhatikan pendataan musik dan alat musik tradisional nusantara. Sebab, ia beserta timnya menemukan beberapa alat musik baru dari berbagai daerah di Indonesia yang perlu dipatenkan.
Rino Zapaty, seorang musisi dan komposer dari Riau Rhythm, memberikan apresiasi terhadap terselenggaranya acara ini. Selama 20 tahun ia berkarya, ia merasakan sendiri bahwa musik tradisional di daerahnya Riau mengalami degradasi oleh anak mudanya sendiri.
“Kalau di Jawa beberapa anak muda pasti tahu lagu daerah, seperti es lilin di sunda, atau kicir-kicir di Jakarta. Tapi kalau di Riau jarang sekali. Maka dari itu, kami (Riau Rhythm) mencoba mendekatkan musik tradisional melayu ke anak muda dengan instrumen modern,” kata Rino.
Rino dan grup musiknya Riau Rhythm mengubah musik khas melayu ke dalam beberapa instrumen modern seperti orkestra. Ia beserta tim juga melakukan berbagai riset mengenai sejarah tanah melayu yang diubah ke dalam sebuah lagu.
Hal yang sama juga diungkap oleh Muhammad Bahlia, musisi dari grup musik Rapai Pase asal Aceh. Banyak cara ia lakukan untuk meningkatkan kesadaran terhadap musik tradisional di daerahnya, salah satunya dengan mengizinkan penonton atau anak-anak memainkan alat musik yang ia punya.
Banyak cara ia lakukan untuk meningkatkan kesadaran terhadap musik tradisional di daerahnya, salah satunya dengan mengizinkan penonton atau anak-anak memainkan alat musik yang ia punya.
“Seni harus dimasyarakatkan, begitu pula kita harus memasyarakatkan seni. Agar masyarakat merasa memiliki seni lebih khusus musik tradisional,” tambahnya.
Leon Gilberto Medellin, penggiat seni asal Meksiko yang ikut dalam acara ini mengatakan, upaya untuk melestarikan musik tradisional di negaranya juga sangat sulit. Itu karena kurangnya penelitian serta minat warga negaranya untuk menjelajahi musik.
“Kalau orang Indonesia tahu musik latin pasti Despacito dan tari salsa. Sebenarnya lebih dari itu, Meksiko juga ada musik di wilayah selatan, utara yang berbeda beda,” kata Lion. Dengan adanya acara International Ethnic Music Festival, ia terinspirasi untuk bisa mempelajari lebih banyak mengenai musik di negaranya dan memperkenalkannya pada dunia.
Imam Firmansyah, anggota komite DKJ berharap, acara ini bukan hanya bisa mendorong terjadinya dialog antara musisi namun juga memunculkan gagasan-gagasan inovatif dalam perkembangan musik tradisional.
“Selain itu, kegiatan ini juga merupakan ajang untuk memperkenalkan musik khas negara kita,” tambah Imam.
Rencananya, dalam pagelaran International Ethnic Music Festival akan ada dua sesi diskusi mengenai pengembangan dan pelestarian musik tradisional. Diskusi pertama akan membahas ekosistem musik tradisional Indonesia pada 7 November. Kemudian diskusi kedua membahas penciptaan karya musik baru berbasis tradisi pada 8 November mendatang.
Festival ini juga dimeriahkan oleh pertunjukan musik dari berbagai grup musik tradisional dan internasional seperti Riau Rhythm dari Riau, Kadapat dari Bali, dan Rapai Pase dari Aceh. Selain itu, Leon Gilberto dari Meksiko dan Cristina Duque dari Ekuador secara khusus akan mengisi sesi kelas tentang musik dan tari dari Amerika Latin.
Selain terdapat dialog dan pertunjukan, ada juga pameran di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki Jakarta. Di pameran ini dipamerkan pula berbagai alat musik dari berbagai daerah, di antaranya Kadedek dari suku dayak Kalimantan, Fiyol dari Maluku, dan lainnya.