Pelangi merupakan fenomena optik atmosfer yang dihasilkan dari pembiasan sinar matahari oleh tetesan air hujan. Perubahan iklim akan mengubah distribusi terjadinya pelangi.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Fenomena pelangi terlihat di atas gedung induk Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (29/5). Pelangi terbentuk setelah cahaya matahari dibiaskan oleh butiran air hujan yang ada di udara.
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan iklim diperkirakan menyebabkan lebih sedikit salju dan lebih banyak hujan di wilayah lintang utara bumi. Kondisi ini meningkatkan peluang melihat pelangi di wilayah itu, tetapi menurun di kawasan tropis.
Pelangi merupakan fenomena optik atmosfer yang dihasilkan dari pembiasan sinar matahari oleh tetesan air hujan. Perubahan curah hujan dan tutupan awan akibat pemaksaan iklim antropogenik akan mengubah distribusi pelangi.
Studi yang dilakukan para peneliti di Universitas Hawai’i di Manoa, Amerika Serikat (AS), memperkirakan, pada 2100 rata-rata hari dengan pelangi di daratan bumi meningkat sekitar 5 persen dibandingkan dengan awal abad ke-21. Namun, kejadian ini akan berkurang di kawasan dengan curah hujan yang menurun.
”Pada 2100, perubahan iklim kemungkinan akan menghasilkan peningkatan bersih 4,0-4,9 persen dalam rata-rata hari pelangi tahunan global (hari dengan setidaknya satu pelangi),” tulis penelitian itu dalam jurnal Global Environmental Change, Senin (30/10/2022).
Sebanyak 21-34 persen wilayah daratan berpotensi kehilangan hari dengan pelangi, sementara 66-79 persen lainnya akan mendapatkan hari pelangi. Peluang terbesar peningkatan hari dengan pelangi terjadi di daerah lintang tinggi.
Sinar matahari dan curah hujan merupakan faktor utama terjadinya pelangi. Sebab, pelangi dihasilkan saat tetesan air membiaskan sinar matahari. Aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, turut menghangatkan atmosfer yang mengubah pola dan jumlah curah hujan serta tutupan awan.
”Perubahan iklim akan menghasilkan perubahan yang meluas di semua aspek pengalaman manusia di bumi. Pergeseran di bagian tak berwujud dari lingkungan kita, seperti suara dan cahaya, adalah bagian dari perubahan ini dan patut mendapat perhatian lebih dari para peneliti,” ujar Kimberly Carlson, salah satu peneliti studi itu dari Departemen Studi Lingkungan Universitas New York, AS, dilansir dari Sciencedaily.com.
Kepulauan merupakan tempat terbaik untuk melihat pelangi. Hal ini karena udara menghangat selama angin laut setiap hari serta menghasilkan hujan lokal yang dikelilingi oleh langit cerah yang membiarkan matahari masuk untuk menghasilkan pelangi.
Penulis lainnya dalam penelitian itu, Camilo Mora, mengatakan, pihaknya sering mempelajari bagaimana perubahan iklim secara langsung memengaruhi kesehatan dan mata pencarian masyarakat. Salah satunya melalui terjadinya gelombang panas yang meningkatkan perubahan iklim.
”Beberapa peneliti telah meneliti bagaimana perubahan iklim dapat memengaruhi kualitas estetika lingkungan kita dan tidak ada yang peduli untuk memetakan kejadian pelangi,” katanya.
Memilah foto
Untuk menjawab pertanyaan itu, tim peneliti bersama mahasiswa di Universitas Hawai’i melihat foto-foto yang diunggah di platform media sosial. Mereka memilah puluhan ribu foto yang diambil di seluruh dunia dengan diberi label kata ’pelangi’ untuk mengidentifikasi pelangi yang dihasilkan dari pembiasan cahaya oleh tetesan hujan.
Pelangi terlihat di dermaga Pelabuhan Merak, Cilegon, Banten, Sabtu (30/4/2022) pagi.
”Kami harus memilah-milah foto karya seni pelangi, bendera pelangi, ikan trout pelangi, eukaliptus pelangi, dan makanan pelangi untuk menemukan pelangi asli,” ujar mahasiswa sarjana Ilmu Lingkungan Global, Universitas Hawai’i, Amanda Wong.
Para peneliti kemudian membuat model prediksi pelangi berdasarkan lokasi foto dan peta curah hujan, tutupan awan, dan sudut matahari. Akhirnya, mereka menerapkan model itu untuk memprediksi kejadian pelangi saat ini dan masa depan di wilayah daratan global.
Menurut Steven Businger, profesor ilmu atmosfer, kepulauan merupakan tempat terbaik untuk melihat Pelangi. ”Ini karena udara menghangat selama angin laut setiap hari serta menghasilkan hujan lokal yang dikelilingi oleh langit cerah yang membiarkan matahari masuk untuk menghasilkan pelangi,” ucapnya.