Penggunaan Energi Fosil yang Masif Kian Mengancam Kesehatan dan Ekonomi
Penggunaan energi fosil secara masif tidak hanya berdampak terhadap lingkungan, tetapi juga kesehatan masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan menambah beban anggaran dan memengaruhi perekonomian negara.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sampai sekarang, beberapa negara masih memberikan subsidi yang besar pada penggunaan energi fosil. Padahal, penggunaan energi fosil secara masif tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga kesehatan masyarakat yang pada akhirnya akan menambah beban anggaran dan memengaruhi perekonomian negara.
Hal tersebut terangkum dalam laporan terbaru yang disusun The Lancet Countdown on Health and Climate Change. Laporan bertajuk ”Health at The Mercy of Fossil Fuels” ini menyoroti penggunaan energi fosil yang menambah dampak terhadap kesehatan dari berbagai krisis yang telah terjadi selama ini.
Laporan Lancet Countdown ketujuh yang dipimpin oleh University College London ini mewakili karya 99 ahli dari 51 institusi, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).Laporan tersebut kemudian diterbitkan menjelang Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim ke-27 (COP27) di Sharm El-Sheikh, Mesir, November mendatang.
Laporan ini juga menyajikan 43 indikator yang mencakup metrik baru dan lebih baik untuk memantau dampak suhu ekstrem pada berbagai aspek. Beberapa di antaranya yaitu kerawanan pangan, polusi udara rumah tangga, dan perkembangan industri fosil.
Iklim akan membunuh umat manusia. Kondisi lingkungan yang rusak tidak hanya akan berdampak pada bumi, tetapi juga kesehatan manusia di dunia.
Direktur Eksekutif Lancet Countdown di University College LondonMarina Romanello mengemukakan, laporan Lancet tahun ini menunjukkan bahwa kondisi sekarang tengah berada pada titik kritis. Lancet juga melihat kondisi perubahan iklim telah membuat dampak kesehatan yang parah di seluruh dunia.
”Kecanduan pada energi fosil global yang terus-menerus hanya akan menambah tingkat bahaya kesehatan di tengah berbagai krisis global. Hal ini sekaligus membuat kerentanan pada pasar energi fosil yang bergejolak, berdampak pada kemiskinan energi, dan tingkat polusi udara yang berbahaya,” ujarnya dalam siaran pers, Kamis (27/10/2022).
Produksi dan konsumsi energi fosil masih terus didorong banyak pemerintah. Tercatat 69 dari 86 negara yang dianalisis masih memberikan subsidi energi fosil. Di lain sisi, banyak pemerintah yang sampai saat ini masih gagal memberikan bantuan pendanaan untuk membantu mendukung aksi iklim di negara-negara berpenghasilan rendah.
Data dalam laporan tahun ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, perubahan iklim memengaruhi setiap pilar ketahanan pangan. Kenaikan suhu dan kejadian cuaca ekstrem mengancam hasil panen. Bahkan, hal itu secara langsung memperpendek musim pertumbuhan tanaman, yakni 9,3 hari untuk jagung dan 1,7 hari untuk beras.
Kejadian panas ekstrem juga telah memicu kerawanan pangan. Lebih dari 98 juta orang melaporkan kerawanan pangan di tingkat sedang hingga parah di 103 negara pada tahun 2020. Rata-rata,29 persenwilayah daratan global juga dipengaruhi oleh kekeringan ekstrem setiap tahun antara 2012 dan 2021 atau lebih tinggi dibandingkan periode 1951-1960 sehingga meningkatkanrisiko kerawanan air dan pangan.
Selain itu, kenaikan suhu ekstrem juga memengaruhi kesehatan secara langsung. Beberapa kondisi kesehatan bahkan dapat memburuk akibat suhu ekstrem ini seperti meningkatkan penyakit kardiovaskular dan pernapasan, stroke, kerentanan pada kehamilan, hingga memperburuk kesehatan mental.
Dalam keterangannya, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menegaskan bahwa iklim akan membunuh umat manusia. Kondisi lingkungan yang rusak tidak hanya akan berdampak pada bumi, tetapi juga kesehatan manusia di dunia.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan, anak-anak berusia di bawah satu tahun diperkirakan akan merasakan gelombang panas yang lebih banyak. Dilaporkan juga, kematian akibat gelombang panas ini meningkat sebesar 68 persenpada 2017-2021 dibandingkan periode 2000-2004.
”Kesehatan manusia, pekerjaan, dan ekonomi nasional sedang terpukulkarena kecanduan energi fosil yang semakin tak terkendali. Solusi untuk mengatasi hal ini sangat jelas, yaituberinvestasi besar-besaran dan efisiensi energi terbarukan,” ujar Gutteres.