Penanaman mangrove perlu dipersiapkan dengan baik, bukan sekadar tanam karena tiap daerah memiliki kondisi pesisir yang khusus. Selain itu, penanaman perlu diikuti pemeliharaan yang baik.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah upaya pemulihan pesisir melalui kegiatan dan gerakan penanaman mangrove yang dilakukan saat ini sebagian masih sebatas menanam. Hal ini dinilai belum cukup karena menanam mangrove membutuhkan perencanaan dan pemeliharaan agar berkelanjutan.
Apabila kegiatan dan gerakan penanaman yang melibatkan berbagai pihak, termasuk sektor swasta, itu dimaksimalkan dan dilakukan dengan benar, hasilnya akan jauh lebih baik. Mangrove dapat tumbuh baik dan berfungsi dengan baik dalam ekosistemnya.
Direktur Program Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA) Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Imran Amin mengungkapkan, pelibatan sektor swasta penting dilakukan sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan sekitar kawasan mangrove. Pihak swasta dapat diikutsertakan dalam perencanaan pengelolaan mangrove sehingga tidak hanya sekadar menanam mangrove.
”Kalau kegiatannya hanya menanam sayang sekali. Harapannya semua pihak mulai berubah berpikir pada aspek keberlanjutan, restorasi, penguatan sosial ekonomi, dan tata kelola yang tidak bisa diukur dari berapa jumlah pohon yang ditanam tapi bagaimana manfaat program bisa dirasakan oleh masyarakat,” katanya di Jakarta, Selasa (1/11/2022).
Menurut dia, kegiatan pengelolaan mangrove harus didukung dengan peraturan tingkat nasional yang mengatur perlindungan dan restorasi mangrove. Namun, saat ini hanya ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 120 Tahun 2020 yang menyebutkan kegiatan rehabilitasi mangrove meliputi persemaian, pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan saja. ”Masyarakat akan berpikir sesuai perpres tersebut bahwa urusan mangrove hanya soal tanam pohon mangrove,” ujarnya.
Selain itu, kata Imran, ratusan hingga ribuan pohon mangrove yang ditanam tidak akan berhasil tumbuh seluruhnya jika tidak berdasarkan perencanaan dan penelitian. Dalam menanam mangrove harus mengetahui jenis, letak, dan metode penanamannya karena tidak semua jenis di kawasan mangrove bisa ditanam. ”Paling banyak 30 persen yang hidup kalau tidak ada perencanaan,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, dalam perencanaan berbasis sains dapat mengetahui tingkat regenerasi, jenis, dan formasi mangrove. Nantinya penanam akan mengetahui kondisi kawasan yang perlu atau tidak untuk ditanam mangrove sehingga bisa dibuat perangkap lumpur dan mangrove akan tumbuh alami.
”Untuk kawasan yang ditanam metode yang dilakukan dengan teknik guludan atau tanam langsung. Orang banyak tanam tapi tidak tahu musimnya kapan, tiba-tiba terkena gelombang tinggi malah jadi hancur mangrovenya,” katanya.
Dalam pengelolaan mangrove, lanjut Imran, harus dengan perencanaan yang baik sehingga tidak ditanam sembarang tempat. Untuk menghasilkan perencanaan yang baik harus berdasarkan penelitian yang kuat. Ia menyayangkan tidak semua orang mau melakukan penelitian karena hanya membuang waktu dan menghabiskan banyak biaya. Padahal penelitian penting untuk keberlanjutan mangrove.
Direktur Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove Inge Retnowati mengatakan, masyarakat dan pihak swasta yang ingin menanam mangrove dapat berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi karena akan terdata oleh Peta Mangrove Nasional (PMN). Inge mengungkapkan, PMN akan diperbarui setiap tahun. Dengan terdata secara baik, mangrove yang ditanam bisa terpantau dan terpelihara dengan baik.
Ia menjelaskan, walaupun pihak swasta hanya satu kali menanam mangrove, jika dikoordinasikan, akan diupayakan keberlanjutannya. ”Di lapangan itu sudah menjadi data kami dan kami pastikan terpelihara dengan baik karena ada petugas di lapangan. Kami akan susun rencana untuk memelihara dan mengawal keberlanjutannya. Tapi kalau mereka tidak koordinasi dengan kami, akan sulit melakukan itu,” katanya menjelaskan.
Dalam upaya pemeliharaan mangrove, kata Inge, pihaknya telah mengupayakan monitoring dan evaluasi dengan cara koordinasi dan pemantauan melalui penginderaan jauh dan pemantauan lapangan. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko mangrove yang rusak.
Menurut dia, tata cara umum dalam menanam mangrove juga sudah ada dalam petunjuk teknis rehabilitasi mangrove yang diterbitkan KLHK. Pedoman tersebut meliputi tidak dapat sekali tanam karena harus ada pemeliharaan sehingga dapat dipastikan keberhasilan tumbuhnya. Kemudian kondisi hidrologi ancaman gelombang laut, kondisi sedimen, dan cara menanam yang baik.
“Itu semua sudah ada dalam pedoman, termasuk ketika menentukan lokasi yang tepat. Kita bangun sistemnya, tata kelola pihak swasta yang ikut berperan dalam penanaman mangrove. Ada rambu-rambu yang dibuat. Kita bangun regulasinya dalam upaya mendapatkan keberhasilan mangrove,” katanya.
Keterlibatan swasta
Dalam kegiatan terpisah, maskapai penerbangan internasional Cathay Pacific menjalankan tanggung jawab perusahaan dan pembangunan berkelanjutan dengan melakukan penanaman 600 bibit mangrove di Taman Wisata Alam Mangrove, Angke Kapuk, Jakarta Utara. Penanaman pohon merupakan bagian dari upaya keberlanjutan Cathay Pacific dalam mendukung komunitas lokal, restorasi ekologi, dan ketahanan iklim.
Maskapai penerbangan Cathay Pacific memiliki program 1 Ticket, 1 Tree untuk setiap pembelian tiket di situs web Cathay Pacific dari Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Kamboja sejak 1 November sampai 30 November 2022. Inisiatif ini adalah bagian dari upaya keberlanjutan Cathay Pacific dalam mendukung komunitas lokal, restorasi ekologi, dan ketahanan iklim.
Regional General Manager Southeast Asia & Southwest Pacific, Cathay Pacific Airways, Dominic Perret mengungkapkan, 1 Ticket, 1 Tree sejalan dengan upaya keberlanjutan yang lebih luas termasuk berkontribusi kepada masyarakat yang dilayani. ”Kami memulai upaya penanaman pohon ini karena banyak masyarakat di Asia Tenggara bergantung pada pohon mangrove untuk makanan, perlindungan dan pendapatan. Kami selalu berusaha memberikan dampak yang berarti, baik dalam pelayanan maupun keberlanjutan.”
Sekitar 50 sukarelawan yang terdiri dari karyawan Cathay Pacific dan mitra agen berkumpul di Taman Wisata Alam Mangrove untuk menanam 600 bibit mangrove. Untuk perkembangan mangrove ke depannya, Cathay Pacific akan berkoordinasi dengan pihak Taman Wisata Alam Mangrove, Angke Kapuk, Jakarta Utara.