Kepunahan Neanderthal Disebabkan oleh Seks, Bukan Peperangan
Bercinta dengan homo sapiens, bukan perang, mungkin yang bertanggung jawab menempatkan Neanderthal di jalan menuju kepunahan.
Keberadaan homo Sapiens telah lama dianggap sebagai penyebab kepunahan manusia arkaik, Neanderthal. Namun, studi terbaru menunjukkan, kepunahan Neanderthal setelah pertemuannya dengan Sapiens ini bukan karena kekerasan, tetapi melalui seks.
Kajian ilmiah yang diterbitkan di jurnal Palaeo Anthropology edisi 27 Oktober 2022 ini menunjukkan, kawin silang dengan nenek moyang kita, Sapiens, yang berkontribusi mengurangi jumlah Neanderthal yang berkembang biak satu sama lain, yang pada akhirnya mengarah pada kepunahan mereka.
Kajian ini menunjukkan bahwa bercinta, bukan perang, yang lebih mungkin bertanggung jawab menempatkan Neanderthal di jalan menuju kepunahan. Kajian ini ditulis Chris Stringer dan Lucile Crété dari Centre for Human Evolution Research, The Natural History Museum, London.
Sebelumnya, awal Oktober 2022, ahli paleogenetik Swedia, Svante Paabo, memenangi Hadiah Nobel Kedokteran karena keberhasilannya mengurutkan genom Neanderthal dan menemukan hominin Denisova.
Baca juga: Manusia Modern Intens Berbaur dengan Neanderthal
Paabo—pendiri dan direktur departemen genetika di Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi di Leipzig—menemukan bahwa transfer gen telah terjadi dari hominin yang sekarang sudah punah ini ke homo Sapiens setelah migrasi keluar dari Afrika sekitar 70.000 tahun yang lalu.
”Sekitar 40.000 tahun terakhir cukup unik dalam sejarah manusia karena kita menjadi satu-satunya bentuk manusia yang masih survive. Sampai saat itu hampir selalu ada jenis manusia lain yang ditemukan,” kata Paabo kepada situs web Nobel, saat menerima penghargaan.
Untuk memelajari hubungan antara manusia masa kini dan Neanderthal yang punah, DNA perlu diurutkan dari spesimen purba dengan hanya sejumlah jejak DNA yang tersisa setelah ribuan tahun.
Pada tahun 1990, Paabo berhasil mengurutkan sedikit DNA mitokondria dari sepotong tulang berusia 40.000 tahun. Untuk pertama kalinya, kita akhirnya memiliki akses ke urutan dari kerabat yang punah.
Perbandingan dengan manusia kontemporer dan simpanse menunjukkan bahwa Neanderthal secara genetik berbeda. Paabo kemudian mencapai hal yang tampaknya tidak mungkin, ketika ia menerbitkan urutan genom Neanderthal pertama pada tahun 2010. Ini menunjukkan bahwa nenek moyang terbaru Neanderthal dan homo Sapiens hidup sekitar 800.000 tahun yang lalu.
Baca juga: Tabir Asal-usul Manusia Modern Kian Terkuak
Homo Sapiens sendiri diketahui pertama kali muncul di Afrika sekitar 300.000 tahun yang lalu. Sementara Neanderthal berkembang di luar Afrika dan menghuni Eropa dan Asia Barat dari sekitar 400.000 hingga 30.000 tahun lalu, ketika mereka punah. Itu berarti sekitar 70.000 tahun lalu, kelompok homo Sapiens dan Neanderthal hidup berdampingan di sebagian besar Eurasia selama puluhan ribu tahun.
Paabo dan timnya mampu menunjukkan bahwa sekuens DNA dari Neanderthal lebih mirip dengan yang berasal dari manusia kontemporer yang berasal dari Eropa atau Asia daripada yang berasal dari Afrika. Ini berarti Neanderthal dan homo Sapiens melakukan kawin silang selama ribuan tahun hidup berdampingan.
Selain hidup berdampingan, data genetik menunjukkan, sekitar dua persen dari genom manusia yang hidup di luar Afrika berasal dari Neanderthal. Meski demikian, ketika Sapiens berkembang biak dan kemudian mendominasi di berbagai belahan dunia, Neandhertal justru menghilang. Penyebab kepunahan Neanderthal masih menjadi misteri.
Kajian terbaru ini berupaya memperjelas interaksi Sapiens dan Neanderthal, sebagaimana telah dirintis Paabo. ”Pengetahuan kita tentang interaksi antara homo Sapiens dan Neanderthal telah menjadi lebih kompleks dalam beberapa tahun terakhir, tetapi masih jarang untuk melihat diskusi ilmiah tentang bagaimana perkawinan antarkelompok benar-benar terjadi,” sebut Stringer, sebagaimana dirilis The Natural History Museum pada Senin (31/10/2022).
Dalam kajian ini, Stringer dan Crété mengusulkan bahwa perwakilan antarkelompok ini dapat menyebabkan kepunahan Neanderthal jika mereka secara teratur berkembang biak dengan homo Sapiens. Hal inilah yang dapat mengikis populasi mereka sampai mereka menghilang.
Pertemuan dua populasi
Sekalipun berasal dari leluhur yang sama di Afrika, Neanderthal dan homo Sapiens menyimpang satu sama lain sekitar 600.000 tahun yang lalu dan kemudian berevolusi di wilayah yang sangat berbeda di dunia.
Fosil Neanderthal ditemukan di seluruh Eropa dan Asia hingga di Siberia bagian selatan. Diyakini mereka menghabiskan setidaknya 400.000 tahun untuk berevolusi di lingkungan ini, beradaptasi dengan iklim yang lebih dingin daripada yang ditemukan saat ini.
Sementara itu, nenek moyang spesies kita sendiri berevolusi di Afrika. Saat ini tidak pasti apakah homo Sapiens adalah keturunan langsung dari satu kelompok hominin Afrika kuno atau hasil percampuran antara berbagai kelompok yang tersebar di seluruh benua.
Baca juga : Zona Wallacea, Awal Manusia Beradaptasi dengan Laut
Menurut kajian ini, dari data genetik, kedua spesies itu pertama kali bertemu ketika homo Sapiens mulai sesekali keluar dari Afrika sekitar 250.000 tahun yang lalu. ”Tanpa tahu persis seperti apa rupa atau perilaku Neanderthal, kita hanya bisa berspekulasi apa yang homo Sapiens pikirkan tentang kerabat mereka,” kata Stringer.
Tanpa tahu persis seperti apa rupa atau perilaku Neanderthal, kita hanya bisa berspekulasi apa yang homo Sapiens pikirkan tentang kerabat mereka.
Bahasa menjadi hambatan kedua populasi ini untuk berbaur. Hambatan bahasa mungkin telah diperkuat oleh atribut individu di antara kedua spesies, dengan perbandingan Neanderthal dan homo Sapiens menunjukkan bahwa otak dan alat vokal keduanya berbeda.
Genom Neanderthal juga menunjukkan bahwa hampir 600 gen diekspresikan secara berbeda antara spesies kita dan mereka, terutama yang terkait dengan wajah dan suara. Perbedaan menonjol lainnya adalah dahi, dengan Neanderthal memiliki tonjolan alis menonjol yang dapat digunakan untuk komunikasi sosial.
Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa alis yang berkurang memungkinkan homo Sapiens untuk beralih ke alis untuk menyampaikan berbagai sinyal sementara yang lebih halus. Bagaimanapun, pertemuan ini akhirnya mengarah pada perkembangbiakan antara kedua spesies, tetapi bagaimana tepatnya ini terjadi juga diselimuti misteri.
Kawin silang
Data menunjukkan, gen Neanderthal yang kita miliki saat ini bukanlah hasil dari interaksi sporadis awal yang dimiliki homo Sapiens ketika mereka pertama kali meninggalkan Afrika. Sebaliknya, mereka berasal dari migrasi yang jauh lebih besar yang dilakukan manusia modern sekitar 60.000 tahun yang lalu.
Berhasil atau tidaknya perkawinan silang tampaknya bergantung pada pasangan yang tepat yang sedang berkembang biak. Sejauh ini tak ada bukti genetika homo Sapiens dalam genom Neanderthal Akhir yang berusia antara 40.000–60.000 tahun yang lalu.
Hal ini dimungkinkan karena proses hibridisasi itu sendiri lantaran beberapa spesies hanya mampu menghasilkan keturunan pada arah tertentu. Misalnya, serbuk sari dari tanaman Capsella rubella dapat berhasil menyuburkan benih Capsella grandiflora, tetapi tidak sebaliknya.
Kurangnya DNA mitokondria, yang diwarisi melalui perempuan, dari Neanderthal pada manusia hidup telah dikemukakan sebagai bukti bahwa hanya Neanderthal laki-laki dan homo Sapiens perempuan yang dapat kawin, tetapi ada juga beberapa bukti bahwa hibrida laki-laki mungkin kurang subur dibandingkan perempuan.
Baca juga : Asia Tengah Rute Utama Migrasi Manusia Paling Awal di Asia
Dengan lebih sedikitnya Neanderthal yang berkembang biak satu sama lain dan ukuran kelompok sudah kecil dan tersebar karena lingkungan, hibridisasi di luar kelompok keluarga Neanderthal dapat membantu mendorong penurunan spesies. Namun, saat ini, tidak ada cukup bukti untuk memutuskan keduanya.
”Kami tidak tahu apakah aliran gen satu arah yang terlihat adalah karena itu tidak terjadi, bahwa pemuliaan terjadi tetapi tidak berhasil, atau jika genom Neanderthal yang kami miliki tidak representatif,” kata Stringer.
”Karena semakin banyak genom Neanderthal yang diurutkan, kita harus dapat melihat apakah ada DNA nuklir dari homo Sapiens yang diteruskan ke Neanderthal dan menunjukkan apakah ide ini akurat atau tidak.”
Diharapkan, penelitian di masa depan juga dapat menyelidiki pertanyaan serupa yang berkaitan dengan spesies hominin lain yang dikenal sebagai Denisovans sehingga memberi kita gambaran lebih besar tentang bagaimana spesies kita berinteraksi dengan kerabat terdekatnya.