Beberapa panti asuhan masih menggantungkan hidup dari para donatur. Mereka ingin bertahan secara mandiri, tetapi masih menghadapi banyak kendala.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Beberapa panti asuhan masih menggantungkan hidup dari para donatur. Panti asuhan terus berupaya bertahan hidup ketika menghadapi pandemi Covid-19. Mereka ingin mandiri, tetapi masih terkendala banyak hal.
Sekretaris dan Ketua Bidang Pengembangan dan Pelayanan Masyarakat Yayasan Sayap Ibu Cabang Provinsi Banten, Renowati Hardjosubroto mengatakan, hingga saat ini yayasan sayap ibu Provinsi Banten masih bergantung 90 persen pada donatur. Selain dari donatur, panti asuhan anak disabilitas itu juga mendapatkan dana dari pemerintah, komunitas, dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Reno mengungkapkan, selama pandemi, sumbangan dari para donatur turun drastis lebih dari 50 persen, meski saat ini situasinya mulai berangsur membaik. “Tidak bisa seperti sebelum pandemi ya, sekarang sekitar 70 persen pendapatan dari para donatur,” ujar Reno di Yayasan Sayap Ibu Cabang Provinsi Banten, Tangerang Selatan, Senin (31/10/2022).
Menyadari tidak bisa bergantung dari para donatur, pihak Yayasan Sayap Ibu Bintaro juga menghubungi berbagai perusahaan, relasi, maupun kenalan untuk meminta sumbangan. Menurut dia, menghubungi berbagai relasi sangat penting apalagi ketika kondisi pandemi Covid-19.
Reno mengungkapkan, walaupun ketika menghubungi donatur nominal sumbangan yang didapatkan tidak seperti biasanya, tetapi paling tidak masih ada simpatisan. Oleh karena itu, faktor kepercayaan menjadi sangat penting.
Dalam menghubungi donatur, pihaknya juga harus mengirimkan laporan penggunaan dana yang diterima. Apa yang diberikan donatur semuanya ditulis secara rinci dalam laporan.
“Sebagian besar ingin membantu. Tapi, kalau kita tidak memberi tahu apa yang dibutuhkan, mereka juga tidak tahu. Makanya, kita tindak lanjuti. Harus aķtif ya, karena tidak bisa menerima (bantuan) begitu saja,” katanya.
Untuk jangka panjang, berbagai rencana telah dibuat seperti sekolah khusus, usaha laundry, kebun sensorik, dan rumah transisi. Hal itu mereka lakukan untuk memenuhi hak anak-anak disabilitas untuk bekerja. Mereka menyadari anak-anak disabilitas sulit mendapatkan pekerjaan di perusahaan karena untuk beraktivitas pun masih perlu bantuan orang lain.
Reno menceritakan, usaha laundry yang dibuat akan memberdayakan anak-anak disabilitas seperti mengangkat pakaian kotor ke kursi, memencet tombol mesin cuci, dan mencatat. “Sekecil apapun itu usaha dia dan akan diberi upah, itu bentuk apresiasi dan memenuhi hak hidup mereka,” ujarnya.
Selain itu juga ada sekolah khusus untuk pendidikan setara SD, SMP, dan SMA. Saat ini, sudah ada sekolah di yayasan tersebut, tetapi masih terbatas karena minimnya fasilitas.
Dalam menghubungi donatur, pihaknya juga harus mengirimkan laporan penggunaan dana yang diterima. Apa yang diberikan donatur semuanya ditulis secara rinci dalam laporan.
Jika sekolah itu sudah dibangun, maka anak disabilitas dari luar yayasan juga bisa sekolah di sana. Selain itu, sekolah tersebut juga bisa menjadi tempat penyuluhan untuk ibu-ibu muda yang melahirkan anak-anak dengan disabilitas.
“Sekolah yang ada saat ini masih kelas percontohan, gantian datangnya karena mereka sekolah tiga hari sekali. Kalau kita buat sekolah baru akan cukup untuk 100 anak jadi satu hari bisa satu pelajaran,” katanya.
Menurut Reno, pihaknya membuat lahan usaha pekerjaan untuk masa depan anak disabilitas dan juga Yayasan Sayap Ibu Cabang Provinsi Banten. Perencanaan tersebut akan berdampak pada anak-anak disabilitas dan juga yayasan.
Rencana tersebut sudah berjalan, tetapi masih butuh modal yang banyak. Ia mengajak masyarakat untuk peduli terhadap anak-anak disabilitas.
“Kita butuh tangan masyarakat untuk sama-sama membangun anak ini agar tidak menjadi beban pemerintah. Dia bisa hidup mandiri dan percaya dengan dirinya sendiri,” ujarnya.
Selain Yayasan Sayap Ibu Bintaro, Panti Asuhan Kampung Melayu, Tebet, Jakarta Selatan juga mengandalkan donatur sebagai pemasukan panti asuhannya itu. Kepala Panti Asuhan Ujang Supratman mengungkapkan, belum ada unit usaha yang bisa menutupi kebutuhan biaya hidup anak asuh.
Saat ini, Panti Asuhan Kampung Melayu memiliki unit isi ulang air minum sumbangan dari donatur.“Pendapatan isi ulang untuk membantu kebutuhan anak asuh, tetapi itu tidak seberapa,” kata Ujang.
Ujang menceritakan, kondisi awal pandemi membuat keadaan panti asuhan semakin sulit karena pendapatan dari para donatur tetap turun drastis hingga 70 persen. Meski kondisi keuangan panti asuhan belum bisa normal, panti asuhan tersebut tetap mempertahankan anak-anak asuh dan tidak mengembalikan ke keluarganya.
“Bersyukur kita masih bisa hidup, anak masih bisa makan. Bagaimana caranya kita selalu menelpon donatur. Saya tidak pernah pesimis pasti ada jalannya. Kita percaya anak-anak panti ini sudah dikasih rezeki oleh Allah SWT,” ucapnya.
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial Kanya Eka Santi mengatakan, bantuan pemerintah telah diberikan melalui berbagai program, seperti Program Keluarga Harapan dan Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi).
Pemerintah juga melakukan pemberdayaan sosial, pembekalan keterampilan, hingga bantuan usaha kepada keluarga anak. ”Bantuan itu bertujuan agar keluarga berdaya dan mampu mengasuh anak. Dengan demikian, anak tidak perlu diserahkan ke panti asuhan,” kata Kanya.