Memaknai Ulang Sumpah Pemuda Sesuai Tantangan Saat Ini
Tantangan pemuda saat ini berbeda dari 94 tahun lalu saat diikrarkan Sumpah Pemuda, salah satunya dalam hal digitalisasi. Nilai-nilai Sumpah Pemuda perlu direfleksikan ulang sesuai dengan kondisi sekarang.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Pemuda saat ini mengalami tantangan yang berbeda dari era ketika Sumpah Pemuda pertama kali diikrarkan pada 28 Oktober 1928. Perbedaan ini menjadikan makna Sumpah Pemuda perlu direfleksikan ulang agar relevan dengan kondisi saat ini.
Hal tersebut disampaikan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Bondan Kanumoyoso, Sabtu (29/10/2022) dalam acara peringatan Hari Sumpah Pemuda. Peringatan ini diselenggarakan di FIB UI, Depok, Jawa Barat, oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya (PPKB) FIB UI dengan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada Depok dan didukung oleh FIB Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta serta Universitas Udayana Bali.
Dalam orasinya, Bondan mengatakan, tantangan pemuda saat ini ialh globalisasi atau proses bergabungnya dunia. Teknologi informasi yang semakin besar dan meluas mampu menghilangkan sekat-sekat batas geografis masyarakat dunia. Dampaknya, warga dunia semakin intensif dan terhubung dalam komunikasi yang cepat sehingga masyarakat banyak dibanjiri dengan informasi.
Berangkat dari hal ini, relevansi Sumpah Pemuda perlu dikontekstualisasikan pada kebingungan masyarakat dalam mencerna informasi yang berlimpah. Tidak hanya itu, informasi yang berlimpah juga berpotensi memicu masyarakat yang terpecah belah. Upaya memecah belah ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, tetapi bisa juga oleh pemerintah yang berkuasa.
”Sumpah Pemuda bisa menjadi landasan dalam berinformasi. Pernyataan tentang satu Tanah Air, satu bangsa, dan satu bahasa dapat menjadi pedoman untuk menjaga potensi dan guncangan perpecahan bangsa. Di sini, peran pemuda menjadi krusial dalam keberagaman digital, termasuk untuk menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi Indonesia,” ucapnya.
Bondan mengingatkan, Sumpah Pemuda merupakan tonggak yang mengukuhkan peran pemuda dalam pembentukan bangsa dan menjadi landasan kokoh persatuan bangsa Indonesia. Maka dari itu, saat ini perlu dikontekstualisasikan untuk menghadapi globalisasi, seperti persaingan antarnegara dan generasi digital.
Dekan FIB UGM Setiadi dalam orasinya juga mengamini hal yang serupa. Menurut dia, saat ini tantangan generasi muda ialah bertransformasi dalam teknologi informasi, termasuk penggunaan media sosial. Tantangan ini merupakan sesuatu yang perlu dihadapi sejalan dengan upaya menyelesaikan permasalahan bangsa. Misalnya, di bidang pendidikan, seperti pemberantasan buta huruf dan menyemarakkan literasi di sejumlah daerah.
Pernyataan tentang satu Tanah Air, satu bangsa, dan satu bahasa dapat menjadi pedoman untuk menjaga potensi dan guncangan perpecahan bangsa.
Mempromosikan persatuan
Ketua PPKB FIB UI Ari Prasetyo menyebutkan, Sumpah Pemuda merupakan momen penting untuk merefleksikan persatuan bangsa. Heterogenitas Indonesia, seperti perbedaan suku, bahasa, dan budaya, sering kali menjadi potensi konflik. Menurut dia, heterogenitas ini bukanlah sesuatu yang tidak bisa disatukan, tetapi warna-warna yang membentuk harmoni indah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal inilah yang menjadi alasan PPKB menggunakan tema ”Pesona Budaya Indonesia 2022”. Ari yang sekaligus koordinator acara ini menjelaskan, tema ini diambil karena Indonesia memiliki budaya yang beragam dan memesona sehingga perlu dirajut menjadi kesatuan yang indah.
Salah satu yang dilakukan dalam acara ini dengan merangkul komunitas masyarakat yang beragam dalam pawai dan penampilan dalam satu rangkaian acara. Beberapa di antaranya ialah mulai dari komunitas Sanggar Suluk Nusantara Depok, Perempuan Berkebaya Indonesia, Yayasan Disabilitas Harapan Karya Muda Indonesia (HKMI), Himpunan Ratna Busana (HRB), hingga penampilan seni dari FIB UGM dan Universitas Udayana. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya menyinergikan antara perguruan tinggi dan masyarakat yang selama ini berjarak, selain juga untuk mempromosikan kesatuan bangsa melalui nilai keragaman budaya.
”Salah satu yang sedang coba dikembangkan di FIB UI adalah Busana Nusantara untuk Kampus. Kami mendorong mahasiswa untuk memadupadankan pakaian Nusantara. Salah satu upayanya, kami telah mengirimkan 15 mahasiswa untuk pelatihan memadupadankan busana Nusantara di HRB. Ke depannya, wacana persatuan budaya bangsa melalui penggunaan pakaian Nusantara ini akan dilakukan secara konsisten di kampus FIB UI,” kata Ari.