Tindak Lanjut Indeks Siaran Televisi dan Berita Dipertanyakan
Secara umum, indeks kualitas siaran televisi dan berita nasional berada di atas standar Komisi Penyiaran Indonesia. Walau begitu, masih ada kriteria penilaian yang di bawah standar, seperti ”infotainment” dan sinetron.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·4 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Indeks kualitas siaran televisi dan berita di Indonesia pada triwulan pertama 2022 menunjukkan hasil yang positif. Meski demikian, tindak lanjut dari indeks ini dipertanyakan terutama pada berita dan tayangan yang kualitasnya di bawah standar.
Data yang dirilis Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) di Depok, Selasa (25/10/2022), itu menunjukkan, indeks kualitas program siaran televisi Indonesia yaitu 3,2. Sementara indeks kualitas program berita berada pada 3,31, dari skala 1-4. Data tersebut dikumpulkan pada Januari-Maret 2022.
Terdapat beberapa kategori dalam penilaian indeks siaran televisi, di antaranya konten religi, talkshow, berita, infotainment, serta wisata dan budaya. Dari delapan kategori ini, nilai indeks paling tinggi ada pada religi (3,55) dan talkshow (3,46). Sementara indeks paling rendah ada pada kategori infotainment (2,80) dan sinetron (2,70).
Dalam penilaian kualitas berita, ada beberapa dimensi yang dipertimbangkan oleh tim penilai. Dimensi tersebut meliputi tidak menyampaikan berita bohong, mengedepankan prinsip praduga tak bersalah, akurat, tidak menampilkan muatan sadis, adil, berimbang, dan tidak berpihak.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPNVJ, Dewanto Samodro, menilai, siaran berita televisi relatif sudah memenuhi kaidah yang ditetapkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Meskipun begitu, KPI perlu lebih tegas dalam memberi teguran atas pemberitaan yang bertentangan dengan kode etik jurnalistik.
Dihubungi terpisah, Bayu Wardhana dari Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran mempertanyakan tindak lanjut angka indeks ini. Menurut dia, perlu regulasi yang jelas untuk menindak tayangan yang nilainya di bawah standar, seperti siaran infotainment dan sinetron.
”Di dunia televisi, rating berdampak pada iklan. Lantas bagaimana dengan indeks yang dibuat KPI? Apakah dengan adanya indeks benar-benar akan memastikan kualitas tayangan TV atau sekadar angka saja. Baiknya indeks juga digunakan memberi sanksi pada tayangan yang dianggap kurang berkualitas sehingga bisa menjadi alat kontrol yang efektif,” kata Bayu.
KPI perlu lebih tegas dalam memberi teguran atas pemberitaan yang bertentangan dengan kode etik jurnalistik.
Komisioner KPI, Hardly Stefano, menyebutkan, hasil indeks ini bisa menjadi literatur untuk riset lain mengenai penyiaran. Masyarakat juga bisa menentukan tontonan yang berkualitas dari indeks ini, termasuk para pengiklan juga.
Bagi pemilik stasiun televisi, indeks ini mampu menjadi bahan evaluasi dan pengembangan bagi pengampu program di seluruh provinsi. ”Kalau ada angka indeksnya masih buruk, kami harap pengelola program bisa memperhatikan catatan kritis yang diberikan oleh KPI,” tuturnya.
Metodologi
Data indeks ini dikumpulkan dari 15 stasiun televisi nasional, yaitu SCTV, TV One, ANTV, RTV, Trans TV, RCTI, Trans 7, TVRI, Metro TV, MNC TV, NET TV, Indosiar, Kompas TV, INews, dan Global TV. Dari stasiun televisi tersebut, sampel siaran berita yang diambil sebanyak 103.
”Pada tahun ini, proses risetnya dengan mengumpulkan informan ahli dari 12 universitas di seluruh Indonesia. Para informan ahli ini dikumpulkan dan mendiskusikan satu topik tertentu, kemudian mereka memberi penilaian dari skala 1-4. Standar KPI nilainya 3,” jelas Vinta Sevilla, pengendali lapangan DKI Jakarta, dalam riset ini yang juga dosen UNPVJ.
Koordinator Data dan Riset KPI, Andi Andrianto, menjelaskan, para informan ahli diseleksi dengan ketat. Beberapa syaratnya yaitu minimal pendidikan sarjana, memahami dunia media dan komunikasi, serta rajin menonton televisi.
Menurut Andi, indeks penilaian siaran televisi dan berita bisa berbeda bergantung pada periode waktu yang diambil. ”Hasilnya, indeks bisa berbeda dan sangat dipengaruhi oleh kejadian atau peristiwa saat sampel diambil. Misalkan riset yang diambil pada periode ini akan berbeda dengan periode selanjutnya, bergantung jenis pemberitaan apa yang dibawakan oleh media,” jelas Andi.
Andi mencontohkan, pada periode Januari-Maret 2019, indeks siaran televisi pada angka 2,9, sedangkan indeks berita 2,93. Pada momen ini, peristiwa dominan yang terjadi saat penilaian adalah pemilu. Aspek yang menjadi catatan saat itu dalam penilaian indeks adalah keberpihakan dan independensi media.
”Media kita punya tantangan karena akan menghadapi tahun-tahun menjelang pemilu. Berkaca dari tahun 2019, masih ada catatan terkait siaran televisi dan pemberitaan. Sekarang harapannya indeks berita akan tetap bagus karena tiga tahun terakhir angkanya berada di atas 3,” kata Andi.