Gagal Ginjal Akut Mengarah pada Kejadian Luar Biasa
Selain menginvestigasi penyebab gagal ginjal akut di dalam negeri, Indonesia juga perlu menelusuri bahan obat-obatan yang sebagian besar diimpor ini. Sebab, kasus serupa terjadi di Gambia dalam waktu berdekatan.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Poster pemberitahuan perihal penghentian sementara penjualan obat sirop di apotek Wisnu, Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Minggu (23/10/2022). Penghentian penjualan produk obat sirop tersebut menyusul imbauan Kementerian Kesehatan terkait merebaknya penyakit gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal pada anak di Tanah Air.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diminta menetapkan kejadian gagal ginjal akut yang dialami anak-anak sebagai kejadian luar biasa. Selain menginvestigasi penyebabnya di dalam negeri, Indonesia juga perlu menelusuri bahan obat-obatan yang sebagian besar diimpor ini, mengingat kasus yang mirip juga terjadi di Gambia dalam waktu berdekatan.
”Kejadian gagal ginjal akut dengan kematian 55 persen ini baru dari data yang terdeteksi. Padahal, kemampuan kita mendeteksi penyakit cenderung terlambat dan terbatas sehingga dikhawatirkan ini masih berupa fenomena puncak gunung es. Ini adalah KLB (kejadian luar biasa) atau dalam istilah epidemiologi adalah outbreak,” kata Dicky Budiman, epidemiolog dan peneliti keamanan kesehatan Griffith University, Minggu (23/10/2022).
Penetapan KLB diharapkan bisa membangun keseriusan dalam penanganan, termasuk meningkatkan persepsi risiko dan kesiapsiagaan masyarakat. ”Mobilisasi dukungan kepada daerah yang sumber dayanya terbatas juga bisa dilakukan dengan lebih baik,” ujarnya.
Dicky menambahkan, status KLB dinilai penting melakukan eksplorasi dan investigasi untuk mengetahui penyebab kejadian. ”Selain itu, salah satu produk akhir dari status KLB ini adanya rekomendasi perbaikan dari sisi regulasi dan kebijakan agar kasus ini tidak berulang,” katanya.
Infografik Status Terkini Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak
Kaitan dengan Gambia
Menurut Dicky, kejadian ini juga harus dilaporkan ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sehingga bisa dibantu untuk mencari penyebabnya. Selain menelisik kemungkinan cemaran obat-obatan yang diproduksi di Indonesia, juga perlu menelusuri sumber bahan obat-obatan ini.
Kejadian gagal ginjal akut dengan kematian 55 persen ini baru dari data yang terdeteksi. Padahal, kemampuan kita mendeteksi penyakit cenderung terlambat dan terbatas sehingga dikhawatirkan ini masih berupa fenomena puncak gunung es.
”Sebagian besar bahan obat-obatan dari Indonesia berasal dari impor, terutama dari India dan China sehingga perlu dilihat keterkaitannya dengan kejadian di negara lain, termasuk di Gambia, yang beberapa waktu lalu melaporkan hal yang mirip,” kata Dicky.
Sebelumnya WHO telah mengaitkan sirop obat batuk buatan India dengan gagal ginjal akut, yang menyebabkan kematian 70 anak di Gambia. Analisis laboratorium WHO menyebutkan, sirop obat batuk itu mengandung dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG) dalam jumlah yang tidak dapat diterima.
”WHO telah mengidentifikasi empat produk dari India ini yang ’mungkin’ telah didistribusikan, melalui pasar informal, ke negara atau wilayah lain,” tambah WHO, dalam peringatan yang dipublikasikan di situsnya pada awal Oktober 2022.
Intervensi WHO ini dilakukan setelah otoritas medis di Gambia mendeteksi peningkatan kasus cedera ginjal akut di antara anak-anak di bawah usia lima tahun sejak akhir Juli 2022.
Infografik Gangguan Ginjal Akut
Kasus berulang di India
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama mengatakan, India sudah berulang kali mengalami kejadian penyakit gagal ginjal akut yang dihubungkan dengan sirop obat yang terkontaminasi atau tercemar DEG atau EG. ”Setidaknya ada lima kejadian penyakit gagal ginjal akut yang dihubungkan dengan sirop obat yang terkontaminasi atau tercemar DEG di India antara tahun 1972 sampai 2020, yang menyebabkan lebih dari 80 kematian,” katanya.
Menurut catatan Tjandra, yang pernah lima tahun bertugas di India selama menjabat Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, antara April dan Juni 1998, sedikitnya ada 36 anak berumur antara 2 bulan dan 6 tahun meninggal akibat gagal ginjal akut di daerah Delhi, sesudah meminum obat yang tercemar dengan DEG.
Tjandra menambahkan, otoritas kesehatan di Negara Bagian Haryana, yang berbatasan langsung dengan Delhi, India, lalu menjelaskan setidaknya 26 anak meninggal di daerah Gurugram, yang mengonsumsi obat batuk sediaan sirop yang diproduksi perusahaan di daerah itu sendiri, yang juga mengandung DEG. ”Lalu, pada 1986 ada lagi 14 kematian di JJ Hospital di Mumbai yang diduga juga akibat pencemaran DEG dan EG,” katanya.
Menurut Tjandra, bahan DEG juga ditemukan pada sirop obat batuk yang berhubungan dengan kematian 14 bayi di daerah Ramnagar, Bishnah, Udhampur di Jammu Kashmir di bagian utara India, antara Desember 2019 dan Januari 2020. Sirop ini diproduksi oleh perusahaan di daeran Negara Bagian Himachal Pradesh.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pertugas yang mendorong troli berisi makanan pasien berjalan keluar dari ruangan Unit Perawatan Intensif Anak (PICU) di Pusat Kesehatan Ibu dan Anak (PKIA) Kiara RSUP Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Jumat (21/10/2022). Ruang PICU ini merawat 11 pasien anak penderita gangguan ginjal akut. RSCM menjadi rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien anak yang menderita gangguan ginjal akut. Saat ini hanya ada 14 rumah sakit rujukan dialisis anak.
”Selain itu, DEG atau EG ini berhubungan dengan kematian 15 anak pada tahun 1972 di Madras (sekarang bernama Chennai) dan 11 anak di Bihar, negara bagian di timur India yang berbatasan dengan Nepal,” katanya.