Menguat, Dugaan Obat Cair dan Sirop Picu Gangguan Ginjal Akut
Penyebab gangguan ginjal akut yang dialami oleh sejumlah anak-anak di Indonesia semakin kuat diduga akibat konsumsi obat cair atau sirop. Namun, penelitian lebih lanjut masih dilakukan untuk memastikan hal tersebut.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Perawat berjalan keluar dari ruang periksa poliklinik spesialis nefrologi di Pusat Kesehatan Ibu dan Anak (PKIA) Kiara RSUP Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Jumat (21/10/2022). Ruang PICU ini merawat 11 pasien anak penderita gangguan ginjal akut. RSCM menjadi rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien anak yang menderita gangguan ginjal akut.
JAKARTA, KOMPAS — Berdasarkan penelitian dan penyelidikan sementara Kementerian Kesehatan, dugaan penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal yang dialami sebagian anak-anak di Indonesia akibat paparan zat pelarut pada obat sediaan sirop semakin menguat.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/10/2022), mengatakan, berbagai pemeriksaan telah dilakukan untuk mencari penyebab gangguan ginjal akut yang terjadi di Indonesia. Pada pemeriksaan terkait dengan infeksi patogen, seperti virus, bakteri, dan parasit, tidak menunjukkan bukti yang kuat.
”Ternyata, setelah dilakukan uji toksikologi, kita temukan ada senyawa kimia berbahaya pada anak-anak dengan gangguan ginjal akut. Dari pemeriksaan biopsi juga terkonfirmasi ginjal mereka rusak yang bisa diakibatkan senyawa tersebut. Jadi, penyebabnya kini semakin pasti dari senyawa ini,” katanya.
Adapun senyawa berbahaya yang dimaksud ialah etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butil ether (EGBE). Ketiga zat kimia tersebut ditemukan sebagai cemaran pada senyawa propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan pada obat cair atau sirop.
Budi menuturkan, dari pemeriksaan yang dilakukan pada sebelas anak dengan gangguan ginjal akut yang dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, sebanyak tujuh anak di antaranya memiliki senyawa berbahaya tersebut di dalam tubuh mereka. Pemeriksaan selanjutnya yang dilakukan dengan biopsi juga menunjukkan bahwa ginjal anak-anak itu mengalami kerusakan yang terkait dengan paparan senyawa berbahaya EG, DEG, dan EGBE.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Petugas Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan memeriksa obat sirop yang telah disimpan di gudang di sebuah apotek di Jalan Setia Budi, Medan, Sumatera Utara, Jumat (21/10/2022). Konsumsi sirop dilarang sampai ada hasil studi penyebab gangguan ginjal akut atipikal pada anak.
Selanjutnya, penelitian dilanjutkan dengan memeriksa konsumsi anak-anak yang terkena gangguan ginjal akut tersebut. Merujuk kasus serupa di Gambia yang menunjukkan adanya gangguan ginjal akut akibat konsumsi obat sediaan cair atau sirop, pemeriksaan pun mengerucut pada konsumsi obat cair atau sirop dari anak-anak dengan gangguan ginjal akut di Indonesia.
”Kita datangi semua rumah anak-anak tersebut. Dari 241 kasus yang dilaporkan, kita datang ke 154 rumah dari anak itu. Kita sudah ketemu ada 102 obat yang ada di rumah keluarga anak tersebut. Hanya penelitian kuantitatif masih harus dilakukan BPOM untuk memastikan cemaran dari pelarut yang digunakan,” kata Budi.
Atas dasar itulah, ia menuturkan, Kementerian Kesehatan memutuskan untuk melarang penggunaan obat cair dan sirop untuk sementara. Jumlah kasus yang dilaporkan dengan gangguan ginjal akut terus bertambah dengan tingkat fatalitas yang tinggi. Diharapkan upaya ini bisa mencegah bertambahnya kasus di masyarakat.
Ternyata setelah dilakukan uji toksikologi, kita temukan ada senyawa kimia berbahaya pada anak-anak dengan gangguan ginjal akut. Dari pemeriksaan biopsi juga terkonfirmasi ginjal mereka rusak yang bisa diakibatkan dari senyawa tersebut.
Kementerian Kesehatan per 21 Oktober 2022 melaporkan sebanyak 241 kasus anak dengan gangguan ginjal akut yang tersebar di 22 provinsi. Dari jumlah itu, terdapat 133 kasus kematian. Kasus terbanyak ditemukan pada anak usia 1-5 tahun.
Pelaksana harian Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Elin Herlina menuturkan, BPOM telah menetapkan persyaratan dan peraturan registrasi produk obat bahwa semua produk obat sirop untuk anak ataupun dewasa tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG. Meski begitu, zat tersebut dapat menjadi cemaran pada senyawa yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan.
Ia mengatakan, perubahan bahan baku yang digunakan pada produk farmasi harus dilaporkan oleh setiap industri farmasi. Setelah itu, penilaian kembali akan dilakukan oleh BPOM terhadap bahan baku yang baru digunakan tersebut untuk memastikan kesesuaian dengan persyaratan yang berlaku. ”Jadi, seharusnya ada laporan tentang perubahan bahan baku,” katanya.
Sementara ini, BPOM baru merilis lima jenis obat yang mengandung cemaran EG yang melebihi batas aman. Terdapat lima obat yang dinyatakan mengandung cemaran EG yang melebihi ambang batas aman, yakni Termorex Sirop produksi PT Konimex, Flurin DMP Sirop produksi PT Yarindo Farmatama, serta Unibebi Cough Sirop, Unibebi Demam Sirop, dan Unibebi Demam Drops yang ketiganya diproduksi oleh Universal Pharmaceutical Industries.
Secara terpisah, Ketua Komite Pengembangan Perdagangan dan Industri Bahan Baku Gabungan Perusahaan Farmasi Vincent Harijanto mengatakan, perusahaan farmasi akan mengikuti apa yang sementara ini ditentukan oleh Kementerian Kesehatan. ”Jadi, kami akan menunggu dan mematuhi semua aturan yang ditetapkan, baik oleh Kementerian Kesehatan maupun BPOM. Kalau ada jenis yang tidak boleh diproduksi, kami akan ikuti aturan itu,” ujarnya.