Sejumlah Apotek dan Toko Waralaba Masih Menjual Obat Sirop
Beberapa apotek dan toko waralaba masih menjual berbagai jenis obat sediaan sirop. Padahal, Kementerian Kesehatan sudah mengimbau untuk menghentikan sementara penjualannya.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Informasi dan pemahaman yang berbeda menyebabkan masih ada toko dan apotek yang menjual produk obat sirop. Padahal, Kementerian Kesehatan sudah mengimbau untuk menghentikan sementara penjualan produk obat sirop imbas merebaknya penyakit gangguan ginjal akut progresif atipikal yang diderita oleh anak-anak.
Kemenkes mengeluarkan surat edaran Nomor: SR.01.05/III/3461/2022 pada Rabu (19/10/2022) tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal. Surat edaran ini mengatur penghentian sementara penggunaan dan penjualan obat sirop sampai pengumuman resmi selanjutnya dari pemerintah.
Apotek K24 di daerah Tanjung Duren, Jakarta Barat, pada Jumat (21/10/2022), misalnya, masih menjual berbagai jenis obat sirop, kecuali lima produk yang ditemukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas. Kelima obat tersebut adalah Termorex Sirop produksi PT Konimex, Flurin DMP Sirop produksi PT Yarindo Farmatama, serta Unibebi Cough Sirop, Unibebi Demam Sirop, dan Unibebi Demam Drops yang ketiganya diproduksi oleh Universal Pharmaceutical Industries.
Sejak Kemenkes menyelidiki kasus gangguan ginjal akut pada anak, K24 Tanjung Duren hanya memiliki dua dari lima produk di atas, yaitu Termorex dan Unibebi Cough Sirop. Saat imbauan penghentian penjualan produk tersebut keluar, mereka berhenti menjual keduanya dan mengirim obat itu kembali ke produsennya.
”Sekarang, kalau ada orang batuk, flu, demam, kami imbau untuk membeli obat tablet saja, alih-alih sediaan sirop. Tapi, kalau mereka bersikukuh masih ingin membeli obat sirop, kami layani dengan informasi terlebih dahulu,” sebut Hasni (35), apoteker K24 Tanjung Duren.
Apotek lainnya, Apotek Tanjung Duren, juga menghentikan penjualan beberapa produk obat sirop meskipun masih menjual jenis obat sirop lain. Pegawai Apotek Tanjung Duren, Asih (35), menjelaskan, saat ini apoteknya sudah berhenti menjual kelima produk obat sirop yang diumumkan BPOM sejak beberapa hari lalu. Mereka juga tidak menjual berbagai obat sirop yang mengandung parasetamol.
”Selain yang mengandung parasetamol, seperti obat sirop untuk asam lambung kita masih jual karena sepertinya aman ya. Kalau ada yang tanya, kami tetap mengarahkan ke sediaan tablet meskipun belakangan ini tidak ada yang membeli obat sirop,” kata Asih.
Beberapa waralaba di sekitar Jakarta juga menghentikan sebagian besar penjualan obat sirop walaupun masih terdapat beberapa jenis yang dipajang, seperti obat batuk sirop untuk dewasa. Rak pajangan yang biasanya dipenuhi produk obat kini terlihat agak kosong. Hanya beberapa produk saja yang masih dipajang.
Sekarang, kalau ada orang batuk, flu, demam, kami imbau untuk membeli obat tablet saja, alih-alih sediaan sirop. Tapi, kalau mereka bersikukuh masih ingin membeli obat sirop, kami layani dengan informasi terlebih dahulu.
Pegawai waralaba di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Subhan (25), menjelaskan, terdapat 33 produk obat yang tidak lagi dipajang di rak. Produk-produk ini sudah dipilah sejak dua hari lalu dan diambil langsung oleh koordinator wilayah waralaba tersebut.
”Banyak yang mencari obat batuk, terutama buat anak, tapi kita tolak karena ada imbauan tidak boleh dijual dari atasan dan Kemenkes. Kita adanya obat batuk sirop untuk dewasa saja,” kata Subhan.
Pegawai waralaba di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Gelaputra (20), menyampaikan, tokonya tidak menjual obat sirop untuk anak. Meskipun begitu, di rak waralaba itu masih terdapat Komix Paracetamol Sirop untuk anak dan beberapa obat batuk sirop. Menurut dia, obat sirop ini tidak ada di daftar yang dikirim oleh atasannya sehingga masih dipajang.
Pegawai waralaba lain di Palmerah, Jakarta Barat, Rara (23), menceritakan, ia telah mengamankan lebih dari 20 obat sirop dari daftar yang dikirim atasannya. Obat-obat sirop tersebut disimpan dalam satu kardus dan belum tahu akan diapakan. Meskipun begitu, masih ada beberapa produk obat sirop yang dipajang di rak.
Sementara itu, produk obat sirop yang menurut BPOM kandungan EG-nya melebihi batas aman, seperti Termorex Plus Sirup, masih dijual di lokapasar. Pemilik toko di lokapasar mengaku belum mengetahui kebijakan Kemenkes dan BPOM terkait penghentian penjualan obat sediaan sirop.
Meski sejumlah apotek masih menjual obat sirop yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG, ada juga apotek yang sudah tidak lagi menjual obat sirop tersebut, misalnya Kimia Farma Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat. Rak yang sebelumnya digunakan untuk memajang berbagai jenis obat sirop sudah kosong dan diisi produk makanan.
Pegawai apotek Kimia Farma, Siti Muslikha (27), Jumat (21/10/2022), menceritakan, saat ini penjualan segala jenis obat sirop dihentikan karena perintah dari kantor pusat. Semua obat sirop disimpan terlebih dahulu setelah keluarnya surat edaran Kemenkes Nomor SR.01.05/III/3461/2022 pada 19 Oktober 2022 yang menginstruksikan penghentian sementara penjualan obat sirop.
Wakil Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Keri Lestari Dandan menyebutkan, IAI tidak menyarankan penjualan obat sirop. IAI menghargai apa yang dilakukan oleh Kemenkes merupakan langkah untuk menjaga keselamatan masyarakat Indonesia.
”IAI sudah mengimbau sejawat apoteker di seluruh Indonesia untuk mengikuti perintah Kemenkes. Dalam kondisi tertentu pasien sangat membutuhkan obat sirop, misalnya ketika kejang, maka dengan pertimbangan risiko dan manfaatnya, dokter dan apoteker bisa meresepkan obat sirop dengan catatan cocok dengan pasien, tidak pernah bermasalah, dan memperhatikan ambang batas yang ditentukan,” tuturnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tirmizi mengemukakan, kewenangan pengawasan terhadap toko dan apotek ada pada BPOM. Kewenangan Kemenkes yaitu mengedukasi masyarakat dan memberikan pelayanan di tingkat fasilitas kesehatan.
Pengurus pusat IAI mengeluarkan surat edaran nomor B2-382/PP/IAI/2226/X/2022 pada Rabu (19/10/2022). Surat ini menyatakan bahwa EG dan DEG yang ditemukan pada pasien gangguan gagal ginjal akut tidak digunakan dalam formulasi obat. Namun, keberadaannya dimungkinkan dalam bentuk bahan tambahan dengan nilai toleransi 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol, serta 0,25 persen pada polietilen glikol. Batas nilai toleransi ini tidak menimbulkan efek yang merugikan.