Kepemimpinan perempuan di desa memberikan warna tersendiri dalam pembangunan desa. Mereka turut menentukan arah masa depan desa.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Desa adalah garda terdepan negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan masyarakat. Keterlibatan perempuan di semua tahapan pembangunan desa sangat menentukan. Hadirnya perempuan pemimpin di desa juga diharapkan menciptakan pemerintahan desa yang lebih memiliki perspektif jender.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengatakan, perempuan desa memiliki peran utama dalam pembangunan desa dan menentukan masa depan desa. Ia mengapresiasi seluruh perempuan kepala desa yang berperan dalam membangun desanya di tengah tantangan dan hambatan yang berbeda-beda.
”Setiap perempuan kades pasti punya peluang, harapan, dan solusi tertentu mengatasi masalah yang dihadapi. Namun, dengan kondisi dan tantangan apa pun, ternyata hampir semua perempuan kades miliki prestasi yang luar biasa,” ujar Halim Iskandar dalam sambutannya pada Peringatan Hari Perempuan Desa Se-Dunia yang digelar secara luring dan daring, Sabtu (15/10/2022).
Halim Iskandar menyampaikan, tercatat sebanyak 4.120 perempuan desa menjadi kepala desa. Jumlah ini mencapai 5,5 persen dari total 74.961 kepala desa seluruh Indonesia. Sebanyak 149.891 perempuan desa (22,1 persen dari total 677.335 perangkat desa seluruh Indonesia) menjabat perangkat desa.
Dari 4.120 desa yang dipimpin perempuan kepala desa, sebanyak 408 desa, atau 10 persen, telah terindeks Desa Mandiri. Proporsi ini lebih tinggi daripada proporsi keseluruhan desa mandiri terhadap total desa di Indonesia yang baru mencapai delapan persen.
Selain itu, sebanyak 1.284 atau 31 persen desa yang dipimpin perempuan kepala desa telah terindeks Desa Maju. Padahal, proporsi keseluruhan Desa Maju secara nasional atas total jumlah desa di Indonesia baru mencapai 27 persen.
Tak hanya itu, pada kelembagaan legislasi desa, sebanyak 83.698 perempuan desa menduduki posisi ketua ataupun anggota Badan Permusyaratan Desa (BPD). Jumlah ini mencapai 17,7 persen dari 472.825 anggota BPD seluruh Nusantara.
Data tersebut, ujar Halim Iskandar, menunjukkan, perempuan desa telah berada dalam setiap ruang penyusunan kebijakan desa. Karena itu, tidak ada celah sedikitpun untuk memarjinalkan perempuan dan tidak ada jalan bagi peminggiran perempuan desa.
Bukti kinerja
Sejumlah perempuan pemimpin desa/kepala desa menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan di desa-desa telah memberi warna tersendiri dalam pembangunan desa.
Yulia Awayakuane ketika menjadi Kepala Desa/Negeri Tananhu, Kecamatan Teluk Elpaputih, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, misalnya. Ia memiliki berbagai program pembangunan, seperti meningkatkan layanan kesehatan, pendidikan, sanitasi, pertanian. Kemudian meningkatkan keterlibatan perempuan desa dalam pemerintahan desa dan meningkatkan indeks desa Tananhu menjadi desa maju.
Dalam dialog daring, Yulia menyampaikan, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah berdampak besar bagi pembangunan desa. Selain membuka ruang partisipasi warga dalam pembangunan desa, kebijakan dana desa juga mendorong peningkatan peran perempuan dalam pembangunan desa dan mendorong kesetaraan jender.
”Sejak tahun 2015-2022, perempuan antusias membangun desa. Contohnya, adanya inovasi di desa, pangan lokal, kerajinan tenun, kegiatan membatik, membuat kue dari tepung sagu, serta membangun jalan tani, dan mengelola lahan pertanian untuk pangan,” kata Yulia.
Kendati demikian, Yulia mengakui masih ada sejumlah hambatan yang dihadapi desa. Salah satunya lahan pertanian yang belum memadai karena sejumlah tanah adat masih dikuasai perusahaan negara.
Untuk melakukan zoom meeting ini, kami harus keluar 8 kilometer dari desa. Saya sekarang berada di desa tetangga untuk zoom meeting.
Lain halnya dengan Indo Upe, Kepala Desa Kalepu, Kecamatan Tommo, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Sejak terpilih sebagai kades, Upe berupaya menekan angka kematian ibu dan bayi, bekerja inovatif, dan menyediakan mobil layanan kesehatan. Untuk meningkatkan kesadaran kritis dan kapasitas perempuan, Upe bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil, Institut KAPAL Perempuan, dan membangun Sekolah Perempuan Nusantara.
Bersama perempuan-perempuan di desa, Upe juga menyusun data pilah dalam pendataan yang berperspektif kesetaraan jender, disabilitas, dan inklusi sosial.
Kepada Menteri Desa PDTT, Upe pun meminta dukungan pemerintah pusat agar infrastruktur jalan di desa mereka yang berada di utara Kabupaten Mamuju, berbatasan dengan Mamuju Tengah, diperbaiki. Dia juga berharap desanya tercakup jaringan internet agar bisa mendorong pembangunan desa. ”Untuk melakukan zoom meeting ini, kami harus keluar 8 kilometer dari desa. Saya sekarang berada di desa tetangga untuk zoom meeting,” ujarnya.
Sementara Fitriati, Kepala Desa Prangat Baru, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, bercerita, pihaknya memberikan layanan pengobatan untuk sakit ringan secara sukarela bagi pasien yang tidak terdaftar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Fitriati yang berlatar belakang seorang bidan juga memberikan pelatihan bagi perempuan desa, ibu-ibu PKK, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah, dan pemuda, serta kaum disabilitas.
Fitriati mendorong pemberdayaan ekonomi desa melalui pertanian kopi luwak. Usahanya tidak sia-sia, produk kopi luwak dari kelompok tani di Desa Prangat berkembang. Bahkan, desanya kini menjadi desa wisata.
”Pertanian kopi luwak akan dikembangkan di lahan 60 hektar. Harganya mulai dari enam ratus ribu rupiah sampai 5 juta rupiah per kilogram. Alhamdulillah, sekarang sudah berjalan. Beberapa hotel di Samarinda siap bekerja sama untuk mengambil hasil produksi kami,” ujar Fitriati.