Orangtua harus berani menerima kenyataan dan memberikan dukungan pada anak difabel. Orangtua mendampingi agar anak difabel dapat tumbuh kembang secara optimal.
Oleh
SAMSURDJAL DJAUZI
·5 menit baca
RHAMA PURNA JATI
Sejumlah kaum difabel di Palembang, Sumatera Selatan, mengikuti peringatan Hari Difabel Internasional di Griya Agung Palembang, Selasa (3/12/2019). Sampai saat ini, fasilitas umum di Kota Palembang belum ramah bagi kaum difabel. Gubernur Sumsel akan mengeluarkan pergub yang mewajibkan semua pengelola fasilitas umum menyediakan sarana bagi kaum difabel.
Saya mempunyai dua anak. Anak saya yang pertama laki-laki, difabel, berumur 8 tahun. Dia pernah mengalami infeksi otak sehingga kedua kakinya lemah. Gerakan tangannya cukup kuat, tetapi kemampuan belajarnya juga lemah. Sekarang, dia duduk di sekolah dasar kelas dua. Gurunya menyampaikan, meski lebih lambat menangkap pelajaran, dia dapat mengikuti pelajaran di sekolah. Meski harus menggunakan tongkat, dia senang bermain bersama teman lainnya. Namun, guru harus mempunyai pemahaman yang baik tentang keterbatasannya dan mencoba mengembangkan kemampuannya. Anak saya yang kedua masih berumur lima tahun dan nondifabel. Dia sekarang bersekolah di taman kanak-kanak. Kecerdasannya baik dan kemampuannya bermain dengan teman-temannya juga baik.
Pada setiap acara arisan, ibu-ibu muda biasanya menceritakan kehebatan prestasi anak-anak mereka. Saya hanya bisa mendengarkan saja. Saya percaya anak saya juga dikaruniai kemampuan khusus yang dapat dikembangkan untuk masa depannya nanti. Memang, tidak semua orang harus tamat universitas dan menjadi sarjana. Namun, saya berkeyakinan kebahagiaan hidup dapat dicapai jika kita mandiri dan dapat menolong orang lain. Saya berharap anak pertama saya dapat menamatkan SMP. Setelah itu saya akan berkonsultasi dengan pakar pendidikan apakah akan meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi ataukah mengembangkan keterampilan tangannya. Dia berbakat musik, sejak kecil sudah main gitar sendiri meski tak pernah belajar. Sekarang saya mencarikan guru les gitar dan dia amat senang.
Sejak dokter menyampaikan anak saya yang pertama sebagai difabel, saya berhenti bekerja dan mencurahkan perhatian untuk mengasuh anak saya itu. Suami saya lebih sulit menerima kenyataan anak kami difabel. Semula dia sering berkeluh kesah dan amat memanjakan anak kami yang pertama. Saya mengingatkan suami agar bersikap wajar dan memberi dukungan.
Saya percaya cukup banyak orangtua yang mengasuh anak difabel. Kami orangtua belum pernah mendapat pelatihan untuk mengasuh anak difabel. Sepanjang pengetahuan saya, penerimaan orangtua amat berpengaruh pada perkembangan anak difabel. Anak difabel dapat berkembang optimal sesuai dengan caranya untuk mencapai kemampuan yang maksimal. Menurut pengetahuan Dokter, apakah ada sekolah atau kursus untuk orangtua yang punya anak difabel? Bagaimana memutuskan apakah anak difabel dapat bersekolah di sekolah umum atau harus dimasukkan ke sekolah khusus untuk difabel? Terima kasih atas penjelasan Dokter.
W di J
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Cendekiawan Berdedikasi Prof DR Dr Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI FACP Guru Besar FKUI
Jumlah populasi difabel, menurut Organisasi Kesehatan Sedunia, sedikitnya ada sekitar 10 persen. Jadi, di negeri kita terdapat sekitar 27 juta difabel baik difabel fisik, sensorik, kognitif, atau kejiwaan. Jumlah ini tak sedikit dan berarti memang banyak sekali orangtua yang membesarkan anak difabel. Mereka sebagian sudah memahami bagaimana mengasuh anak difabel, tetapi sebagian kurang memahami. Mereka merasa sedih dan merasa terbebani. Kadang-kadang terlalu memerhatikan anak difabel sehingga anak nondifabel kurang mendapat perhatian. Bahkan, ada juga orangtua yang ”menyembunyikan” anak difabel. Mereka tak ingin diketahui oleh teman-teman mereka jika mempunyai anak difabel. Anak difabel jarang diajak keluar rumah sehingga lebih banyak diam di rumah.
Kita perlu menerima kenyataan bahwa setiap anak mempunyai perkembangan diri yang berbeda. Ada anak yang pertumbuhan fisiknya amat cepat, namun ada juga yang lambat. Dokter akan berusaha mengikuti perkembangan fisik dan pertumbuhan kecerdasan anak agar anak tumbuh kembang dengan optimal. Dukungan orangtua, kesempatan bermain dan belajar, kebersihan lingkungan, gizi yang cukup, serta imunisasi yang lengkap akan memberi pengaruh baik pada tumbuh kembang anak. Pemerintah sudah berusaha untuk memberi kasempatan pada seluruh anak Indonesia untuk tumbuh kembang. Namun, kita masih menghadapi masalah stunting (pertumbuhan terhambat karena kurang gizi kronis). Kita juga masih belum dapat mengembangkan kemampuan intelektual anak secara maksimal karena masih banyak hambatan untuk mendapat kesempatan bersekolah di perguruan tinggi.
Penerimaan orangtua
Saya setuju dengan pendapat Anda, orangtua harus berani menerima kenyataan dan memberikan dukungan pada anak difabel. Orangtua mendampingi agar anak difabel dapat tumbuh kembang secara optimal. Anak difabel membutuhkan kasih sayang dan kesempatan untuk berkembang. Kita harus mengenali bakat dan mengembangkan bakat anak difabel. Dia dapat mencapai prestasi yang tinggi asalkan mendapat kesempatan dan dukungan. Kita mengenal cukup banyak tokoh-tokoh dunia yang berpengaruh dalam bidang ilmu pengetahuan, musik, dan rekayasa yang merupakan difabel.
Pemerintah telah menyediakan sekolah baik sekolah umum maupun sekolah khusus untuk difabel. Anda dapat berkonsultasi dengan guru yang berpengalaman untuk meyakinkan apakah anak Anda tetap di sekolah umum atau sebaiknya ke sekolah khusus. Sudah tentu keinginan dan perasaan anak juga harus dipertimbangkan.
Saya senang Anda sudah berpikir jauh ke depan. Kedua anak Anda sudah dipersiapkan dan dibimbing untuk tumbuh kembang secara optimal dan sedapat mungkin mandiri. Anda mencintai kedua anak Anda meski kebutuhannya berbeda. Saya percaya kehangatan keluarga dan kecintaan orangtua akan menjadikan anak-anak tumbuh dengan baik.
Anda benar, masih banyak orangtua yang tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika anak mereka difabel. Pengasuhan anak termasuk anak difabel harus semakin dilatihkan. Dewasa ini, dalam persiapan pernikahan, calon pasangan lebih peduli pada persiapan fisik terutama resepsi pernikahan. Hendaknya setiap calon pengantin juga mempersiapkan diri untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera dan bahagia, juga memahami mengenai persiapan kehamilan, tumbuh kembang anak, serta pendidikan anak.
Kita memang memerlukan lembaga yang punya kepedulian pada masalah ini. Kementerian Agama sebenarnya sudah punya program kursus pranikah. Namun, kursus ini terlalu singkat. Setiap calon pengantin seharusnya mempersiapkan diri lebih matang baik dengan membaca buku atau mengikuti ceramah-ceramah yang mempersiapkan mereka menjadi orangtua yang baik.
Kita juga perlu mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan yang lebih besar pada difabel. Sebenarnya, sudah ada undang-undang dan peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk mempekerjakan difabel. Pada pelaksanaannya, mungkin undang-undang atau peraturan tersebut belum dijalankan dengan konsekuen. Perusahaan cenderung untuk menerima karyawan nondifabel padahal karyawan difabel juga bisa produktif seperti karyawan nondifabel. Layanan publik kita mulai dari transportasi umum, layanan pemerintahan, layanan penyeberangan perlu mengakomodasi kebutuhan difabel. Janganlah mereka dibiarkan bersusah payah menaiki tangga untuk naik transportasi umum. Begitu pula layanan untuk parkir dan toilet perlu mempertimbangkan kelompok difabel. Semoga keluarga Anda sehat selalu serta anak-anak dapat tumbuh kembang dengan baik.