Anggaran Pendidikan Triliunan Rupiah, 68.988 Anak Papua Barat Tidak Bersekolah
Tercatat 68.988 anak di Provinsi Papua Barat tidak bersekolah hingga saat ini. Selain itu, Papua Barat juga kekurangan 5.507 tenaga guru di jenjang SD, SMP, hingga SMA.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Alokasi anggaran untuk sektor pendidikan di Provinsi Papua Barat mencapai Rp 1,2 triliun pada 2022. Akan tetapi, ditemukan 68.988 anak di provinsi tersebut tidak bersekolah hingga saat ini.
Hal ini disampaikan peneliti demografi Papua dan Papua Barat dari Universitas Papua, Agus Sumule, saat dihubungi dari Jayapura seusai kegiatan diskusi kelompok terarah (focus group discussion) di Kota Sorong, Papua Barat, Jumat (14/10/2022). Diskusi itu dilakukan bersama jajaran dinas pendidikan dan dinas kesehatan di lingkup Pemprov Papua Barat.
Agus memaparkan, sebanyak 68.988 anak yang tidak bersekolah tersebut tersebar di 12 kabupaten dan 1 kota di Papua Barat. Daerah dengan jumlah anak yang tidak bersekolah tertinggi adalah Kabupaten Manokwari, yakni mencapai 12.204 anak.
Adapun Kabupaten Teluk Bintuni mendapatkan alokasi anggaran pendidikan terbesar dari otonomi khusus dan dana bagi hasil sektor industri minyak dan gas yang mencapai Rp 142,7 miliar. Akan tetapi, masih terdapat 5.598 anak di kabupaten itu yang tidak bersekolah hingga kini.
Temuan lainnya, Agus menjabarkan, angka rata-rata lama sekolah penduduk Papua Barat yang berusia 25 tahun ke atas sangat rendah. Hanya Kota Sorong yang memiliki rata-rata lama sekolah selama 11 tahun.
Sementara angka lama sekolah di 10 kabupaten lainnya berkisar 6-8 tahun. Daerah ini meliputi Manokwari, Manokwari Selatan, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Sorong Selatan, Maybrat, Sorong, Raja Ampat, Fakfak, dan Kaimana. Adapun dua kabupaten memiliki angka rata-rata lama sekolah hanya lima tahun, yakni Tambrauw dan Pegunungan Arfak.
”Saya mengumpulkan temuan ini berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, data kependudukan, serta data dari Kementerian Keuangan. Saya menemukan banyak anak putus sekolah di jalanan yang tidak dapat mengeja namanya sendiri dan berhitung,” ucap Agus.
Dia menuturkan, salah satu penyebab puluhan ribu anak Papua Barat tidak bersekolah ialah minimnya jumlah tenaga guru pada jenjang SD hingga SMA. Selain itu, jumlah guru yang mangkir dari tempat tugas juga tinggi, yakni mencapai 52 persen dari total 15.310 tenaga guru di Papua Barat.
”Papua Barat masih membutuhkan sebanyak 5.507 tenaga guru. Selain itu, diperlukan pula pengawasan dari setiap pemda di 12 kabupaten dan 1 kota di Papua Barat untuk mencegah guru meninggalkan tempat tugas, tetapi tetap menerima gaji bulanan,” ujar Agus.
Anggaran dana otonomi khusus yang diterima Dinas Pendidikan Papua Barat hanya 11,6 persen.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Papua Barat Barnabas Dowansiba mengatakan, kegiatan diskusi kelompok terarah bertujuan menyamakan persepsi dalam perencanaan implementasi otonomi khusus, khususnya di Papua Barat. Ia pun menyatakan, tenaga guru minim karena telah tersebar ke seluruh wilayah kabupaten-kabupaten pemekaran.
Barnabas menegaskan, alokasi dana otonomi khusus yang diterima pihaknya serta dinas pendidikan di kabupaten dan kota sering kali tidak sesuai dengan regulasi, yakni 30 persen. Ia mengatakan, anggaran dana otonomi khusus yang diterima Dinas Pendidikan Papua Barat hanya 11,6 persen.
”Kekurangan tenaga guru karena minimnya pembukaan kuota formasi guru dalam penerimaan aparatur sipil negara di Papua Barat setiap tahun. Kami berharap pengalokasian dana otonomi khusus untuk sektor pendidikan sesuai dengan regulasi dan pemerintah pusat juga meningkatkan kuota penerimaan tenaga guru,” ucap Barnabas.
Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Yan Christian Warinussy menyatakan, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) harus segera mengaudit pengelolaan anggaran dan program yang selama ini dilaksanakan untuk sektor pendidikan di Papua Barat. Ini untuk mencari penyebab kenapa masih banyak anak Papua Barat yang tidak bersekolah.
”Tugas dari APIP adalah menemukan adanya potensi kerugian negara dalam pengelolaan anggaran otonomi khusus. Apabila ditemukan ada indikasi penyalahgunaan anggaran, APIP harus segera berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk segera menindaklanjutinya,” kata Yan.