Wariskan Pemikiran Pendidikan Berkelanjutan, Conny Semiawan Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Prof Dr Conny Semiawan, ilmuwan pedagogi yang mendedikasikan dirinya sampai akhir hayat di bidang pendidikan. Beliau dinilai layak untuk diusulkan menjadi pahlawan nasional bidang pendidikan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
Ketika mendengar nama Conny Semiawan, perempuan rektor pertama di perguruan tinggi negeri Indonesia ini, senantiasa melekat ingatan akan konsep cara belajar siswa aktif atau CBSA. Almarhumah Conny, ilmuwan pedagogi IKIP Jakarta atau kini bernama Universitas Negeri Jakarta, bakal diusulkan menjadi pahlawan nasional bidang pendidikan.
Pengusulan Conny Semiawan ini disiapkan Universitas negeri Jakarta (UNJ). Dalam webinar bertajuk ”Prof. Dr. Conny R. Semiawan: Ibu Bangsa dan Pendidik Karismatik” di Jakarta, Senin (3/10/2022), UNJ mulai menyiapkan berbagai testimoni dan kajian untuk mendukung pengakuan sebagai pahlawan nasional bidang pendidikan. Nama Prof Conny Semiawan juga disematkan sebagai jalan utama di Kampus A UNJ.
Rektor UNJ Komarudin mengatakan, sosok Conny (91) yang tutup usia pada 1 Juli 2021 merupakan sosok penting dan teladan untuk dunia pendidikan Indonesia. Ia menorehkan warisan atau legacy dalam dunia pendidikan dan menginspirasi dunia pendidikan.
”Yang dikenal secara nasional paradigma pembelajaran CBSA. Kelihatan sangat lama yang digagas saat beliau menjadi kepala pusat kurikulum dengan proyek percontohan di Cianjur, Jawa Barat, menggagas perubahan dari pembelajaran yang berpusat pada guru ke berpusat pada siswa. Ada juga tentang anak keberbakatan. Termasuk yang monumental adalah sekolah laboratorium yang dikenal di nasional dan menjadi rujukan,” kata Komarudin.
Dalam suatu seminar, Conny menyatakan, hakikat CBSA ialah memotivasi anak belajar dengan dorongan dari diri sendiri. Namun, dalam perjalanannya terdapat berbagai polusi, yang akhirnya tidak memurnikan lagi hakikat CBSA. Kenyataan itu masih ditambah dengan kondisi lapangan yang cukup memprihatinkan, termasuk kualitas dan ketidaksesuaian kualifikasi guru.
Menurut Komarudin, Conny yang menjadi Rektor IKIP Jakarta periode 1984-1992 merupakan guru bangsa dan tokoh pendidikan nasional. Pengabdiannya melampaui hitungan waktu. Hingga akhir hayat, ia terus aktif mengawal dunia pendidikan Indonesia.
”Beliau sangat layak memperoleh penghargaan sebagai pahlawan nasional. Sosok pahlawan perempuan yang banyak menimbulkan legacy dalam pendidikan nasional. Webinar dan mengabadikan namanya sebagai jalan di kampus UNJ menjadi ikhtiar untuk mengantarkan beliau menjadi pahlawan nasional sebagai bentuk penghormatan dedikasi dan pengabdiannya yang luar biasa,” kata Komarudin.
Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Agus Mulyana mengatakan, ada tiga karakter penting dari Conny. Pertama, sebagai pemimpin dengan beberapa jabatan dan Rektor IKIP Jakarta yang sangat didengar oleh berbagai pihak. Kedua, sebagai pemikir dan gagasannya selalu didengar oleh pemerintah dan masyarakat luas. Ketiga, sebagai praktisi pendidikan dengan gagasan pemikiran yang diterapkan menjadi kebijakan pendidikan nasional.
”Pahlawan bisa didasarkan pada satu keputusan politik. Ini yang akan diperjuangkan untuk Prof Conny supaya pemerintah dengan keputusan politik menjadikan beliau pahlawan. Keputusan politik akan dilahirkan melalui sumber data historis,” ujar Agus yang juga pengajar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Agus mengatakan, implementasi CBSA membuat gagasan ini menjadi sebuah gerakan yang berdampak besar pada masyarakat, terutama di bidang pendidikan, mulai dari sekolah, siswa, dan guru. Hal ini menjadi salah satu kelayakan Conny berjasa dalam pendidikan karena gagasan dan pikirannya menjadi sebuah gerakan besar.
Dilihat dari kacamata proses memerdekakan peserta didik yang kini jadi salah satu ciri Merdeka Belajar, sejalan dengan CBSA.
Conny juga sebagai rektor yang berpengaruh, sebagai praktisi, konsultan, dan pemikir. Sebagai akademisi, ia menjadi pemikir dengan gagasan yang keluar dari mainstream kebijakan saat itu. Dia berpengaruh besar sehingga menjadi dasar bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan pendidikan.
”Legalitas historis Conny sangat layak untuk ditetapkan menjadi pahlawan nasional bidang pendidikan,” ujar Agus.
Relevan
Duta Besar RI untuk Uzbekistan dan Kirgistan Sunaryo Kartadinata, yang pernah menjadi mahasiswa bimbingan dan juga sebagai asisten Conny di IKIP Bandung, mengatakan, gagasan Conny tentang CBSA di tahun 1970-an memberikan pengaruh kuat pada pemikiran program pendidikan guru di IKIP. Program CBSA dan proyek Cianjur melegenda.
Landasan dari CBSA membuat dunia pendidikan Indonesia mengenal pembelajaran dengan memberikan peserta didik kebebasan yang luas untuk menemukan sendiri, mengonstruksikan pikiran, dan didukung dengan keterampilan sehingga berpengaruh pada pendidikan guru.
”Dilihat dari kacamata proses memerdekakan peserta didik yang kini jadi salah satu ciri Merdeka Belajar, sejalan dengan CBSA. Artinya, gagasan CBSA sebagai pemikiran pendidikan yang berkelanjutan hingga saat ini karena relevan dengan perkembangan pendidikan modern,” kata Sunaryo yang pernah menjabat sebagai Rektor UPI Bandung.
Pemikiran pendidikan yang relevan sampai kini terlihat dari salah satu kebijakan yang dimunculkan dalam Kurikulum 1984 saat Conny sebagai Kepala Pusat Kurikulum di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut Sunaryo, pada Kurikulum 1984 dimunculkan Bimbingan Karir (BK). Namun, di lapangan ada pro dan kontra karena sekolah dianggap menciptakan tukang. Beberapa tahun kemudian diganti menjadi bimbingan konseling.
“Jika dilihat dengan perkembangan global, dengan menyatunya dunia kerja, pendidikan, dan kehidupan, perkembangan karier dapat difasilitasi di sekolah sejak dini lewat BK dalam pendidikan. Sekarang ini dengan proses Merdeka Belajar, justru penyiapan karier peserta didik semakin penting sehingga mereka dapat memilih menu belajar untuk mendukung karier. Demikian pula dengan keberbakatan dan pendidikan guru SD. Hal ini menunjukkan pemikiran Prof Conny yang sustainable atau berkelanjutan untuk pendidikan Indonesia,” kata Sunaryo.
Conny pun berperan dalam penguatan lembaga pendidikan tenaga kependidikan. Dia meyakini tidak mungkin menjadi calon guru tanpa mempelajari ilmu pendidikan atau pedagogi.
”Ada sustainability pemikiran yang tumbuh dan bisa dipelajari. Ini menjadi isu yang terus hidup dalam dunia akademik, yang bisa ditelaah, diteliti, dikembangkan. Ini adalah warisan akademik yang tidak mampu dilakukan banyak orang. Prof Conny pantas disebut sebagai pejuang pendidikan. Pikiran beliau masih bergaung sampai kini,” kata Sunaryo.
Conny yang merupakan dua doktor pertama di IKIP Jakarta, guru besar perempuan pertama di IKIP Jakarta, hingga perempuan rektor pertama di PTN Indonesia, ini juga yang menyebarluaskan tentang neurosains di Indonesia. Ia juga mengembangkan pedagogi kritis bersama dosen di UNJ. Meskipun dari LPTK, Conny juga percaya diri untuk sejajar dengan PTN akademik besar lainnya.
Pada tahun 2015, Conny pernah menerima penghargaan dari UNESCO yang diberikan kepada tokoh nasional yang berjasa di bidang pendidikan, kebudayaan, sains, dan komunikasi.
Dalam kepemimpinan di Pusat Kurikulum, Conny menerapkan studi antroprometri untuk melihat segmen tubuh peserta didik dikaitkan dengan pengembangan ukuran perabot sekolah dan ruang belajar. Pusat Kurikulum menghasilkan prototipe tentang perabot sekolah dan ukuran standar ruang sekolah yang dibakukan tahun 1983.
Perwakilan keluarga, Tetania Semiawan, mengucapkan terima kasih untuk UNJ dan semua pihak yang berkontribusi dalam pengusulan untuk penghargaan pahlawan nasional pada ibu mereka. ”Kami memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya untuk usulan penghargaan untuk ibunda, orangtua kami. Kami sadar terlalu banyak ide yang dilontarkan ibu. Namun, dengan pendidikanlah menjadi modal untuk bermasyarakat,” kata Tetania.