Kematian Jurnalis yang Tidak Terungkap Menjadi Preseden Buruk
Kasus kematian jurnalis di Indonesia yang belum terungkap menjadi preseden buruk bagi kemerdekaan pers di masa mendatang. Pengungkapan kasus ini juga penting untuk memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Delapan dari sembilan kasus kematian jurnalis di Indonesia belum terungkap. Meskipun kejadiannya sudah cukup lama, kasus-kasus ini tetap perlu diusut tuntas agar tidak menjadi preseden buruk di masa mendatang.
Pengungkapan kasus kematian jurnalis menghadapi berbagai tantangan, mulai dari hilangnya barang bukti hingga sudah meninggalnya saksi kunci. Ulasan kasus-kasus itu dirangkum dalam buku digital berjudul Mati karena Berita: Kisah Tewasnya Sembilan Jurnalis Indonesia yang diterbitkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.
Buku tersebut ditulis wartawan dari sejumlah daerah di Indonesia. Selain menceritakan kronologi kematian jurnalis, di dalamnya juga memuat kendala dalam riset dan keterlibatan sejumlah pihak yang belum diungkap.
Wakil Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya mengatakan, pengungkapan kasus kematian jurnalis merupakan tanggung jawab bersama yang perlu terus didorong. Temuan fakta-fakta terbaru bisa menjadi titik terang dalam mengungkapnya.
”Kasus dark number (jumlah kejahatan yang tidak terungkap) ini, meskipun sudah lama, akan menjadi catatan preseden buruk dan barangkali bisa menjadi pembenaran,” ujarnya dalam diseminasi buku tersebut secara daring, Rabu (12/10/2022).
Mengungkap kasus yang sudah lama terjadi memang tidak mudah, apalagi jika hanya menunggu sehingga kasusnya kedaluwarsa karena berlarut-larut tidak diselesaikan.
”Jangan ada satu pun pembenaran. Siapa pun pelakunya, siapa pun korbannya, wartawan atau bukan, menghilangkan nyawa orang ada konsekuensi hukumnya. Ada orang berani berbuat, tetapi tidak berani bertanggung jawab,” katanya.
Kredo tidak ada berita seharga nyawa memang selalu kita pegang. Ketika ada kasus kematian jurnalis yang dibunuh, itu sejatinya kematian bagi kebebasan pers
Agung menyarankan pembentukan tim independen untuk mengungkap kasus kematian jurnalis di Indonesia. Menurut dia, tim itu sebaiknya tidak hanya terdiri dari perwakilan organisasi jurnalis, tetapi juga melibatkan instansi lain seperti Polri, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Sehingga ada beban moral dan tanggung jawab bersama untuk mengungkap kasus ini. Jadi, perlu dibentuk tim independen bersama,” ucapnya.
Dalam diseminasi buku itu juga dipaparkan kasus kematian tiga jurnalis, yaitu wartawan Asia Pers, Agus Mulyawan di Apikuru, Timor Timur (sekarang Timor Leste) pada 1999; kamerawan TVRI, M Jamal, di Aceh pada 2003, dan wartawan Bernas Muhammad Syafruddin atau Udin di DI Yogyakarta pada 1996.
Salah satu penulis buku itu, Shinta Maharani, mengatakan, pembunuhan Udin ditengarai berkaitan dengan karya-karya jurnalistiknya. Saat itu, Udin gencar menulis dugaan upeti untuk DPRD dalam suksesi pemilihan Bupati Bantul.
Menurut Shinta, polisi tidak bekerja secara independen dalam mengungkap kasus itu. Salah satu indikasinya, polisi tidak fokus pada dugaan pembunuhan karena pemberitaan.
”Polisi justru mengangkat motif asmara yang kemudian tidak terbukti dalam pengadilan. Polisi juga menghilangkan barang bukti berupa darah Udin yang dilarung di Pantai Parangtritis,” ujarnya.
Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim mengatakan, kasus kematian jurnalis harus diusut tuntas untuk memberikan keadilan kepada korban dan keluarganya. Ia berharap buku itu dapat dijadikan bahan advokasi bersama untuk menuntaskan kasus kematian delapan jurnalis tersebut.
”Kredo tidak ada berita seharga nyawa memang selalu kita pegang. Ketika ada kasus kematian jurnalis yang dibunuh, itu sejatinya kematian bagi kebebasan pers,” ujarnya.
Komisaris Besar Umi Fadilah Astuti dari Divisi Humas Polri mengatakan, pihaknya terbuka menerima masukan-masukan dalam mengungkap kasus kematian jurnalis. Salah satunya, hasil riset kendala yang dihadapi penyidik Polri dalam mengusut kasus tersebut.