Kenaikan Indeks Kemerdekaan Pers Dibayangi Sejumlah Persoalan
Kenaikan Indeks Kemerdekaan Pers 2022 masih dibayangi sejumlah persoalan. Kekerasan terhadap wartawan masih terjadi, kesejahteraan jurnalis belum terjamin, dan akses informasi bagi penyandang disabilitas tidak memadai.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia 2022 naik 1,86 poin dari tahun lalu menjadi 77,88 poin. Namun, kenaikan ini masih dibayangi sejumlah persoalan, mulai dari kekerasan terhadap wartawan, minimnya jaminan kesejahteraan jurnalis, hingga belum memadainya hak mengakses informasi bagi penyandang disabilitas.
Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Indonesia 77,88 poin masuk kategori cukup bebas. Dengan demikian, IKP nasional belum mencapai kategori bebas dengan 90-100 poin. Diperlukan perbaikan berbagai indikator untuk mendukung kemerdekaan pers di Tanah Air.
”Kemerdekaan pers meningkat tipis, tetapi jangan berpuas diri dulu, masih harus terus diperjuangkan,” ujar Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra dalam peluncuran hasil survei IKP 2022 di Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Azyumardi mengatakan, pihaknya berjuang memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR untuk menyempurnakan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP. Sebab, sejumlah pasal dalam RKUHP berpotensi mengancam kemerdekaan pers. ”Semoga ini menjadi momentum untuk meningkatkan kemerdekaan pers, terutama dalam penguatan demokrasi,” katanya.
Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, survei IKP 2022 menggunakan metodologi campuran kuantitatif dan kualitatif. Survei melibatkan 340 informan ahli di 34 provinsi.
Informan ahli terdiri dari pengurus aktif organisasi wartawan, pimpinan perusahaan pers, perwakilan pemerintah, dan unsur masyarakat. Kajian survei memakai data kuesioner dan wawancara.
Penilaian IKP terdiri dari tiga variabel, yaitu lingkungan fisik dan politik, ekonomi, serta hukum. Ketiga variabel itu meliputi 20 indikator dan 75 subindikator.
Menurut Ninik, kenaikan IKP yang relatif tipis mengindikasikan perlu sinergi upaya ekstra keras, terencana, sistematis, dan terukur dari seluruh pemangku kepentingan pers. “Namun, harus ada dukungan situasi kondusif dari lembaga pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat. Upaya perbaikan mesti mencakup semua indikator yang dipakai untuk menilai kemerdekaan pers nasional,” tuturnya.
Ninik menyebutkan, tiga provinsi dengan nilai IKP 2022 tertinggi adalah Kalimantan Timur dengan 83,78 poin, Jambi (83,68 poin), dan Kalimantan Tengah (83,23 poin). Sementara tiga provinsi dengan nilai terendah adalah Papua Barat (69,23 poin), Maluku Utara (69,84 poin), dan Jawa Timur (72,88 poin).
Selama 2018-2022, terdapat sejumlah provinsi yang IKP-nya berada pada zona lima terbawah, yaitu Papua (5 kali), Papua Barat (4 kali), Maluku Utara dan Jawa Timur (masing-masing 3 kali), serta Banten (2 kali).
Tingginya IKP Kaltim turut dipengaruhi respons cepat Komisi Informasi Provinsi (KIP) dalam memberikan informasi kepada wartawan dan masyarakat serta dukungan dinas komunikasi dan informasi terhadap peningkatan kapasitas jurnalis.
Sementara beberapa catatan di Papua Barat di antaranya ketergantungan perusahaan pers pada pemerintah daerah dan partai politik dalam pendanaan masih tinggi, belum ada peraturan daerah khusus yang menghormati dan melindungi kemerdekaan pers, serta akses informasi sering ditutup oleh aparat keamanan.
Ninik menjelaskan, berdasarkan survei tersebut, terdapat sejumlah hal yang perlu dipertahankan, di antaranya kebebasan berserikat bagi wartawan yang mencapai 86,87 persen, kebebasan media alternatif (80,45 persen), akses informasi publik (81,98 persen), dan pendidikan bagi insan pers (83,51 persen).
Akan tetapi, sejumlah masalah kemerdekaan pers, salah satunya kekerasan terhadap wartawan, masih terus terjadi. ”Tiga provinsi yang perlu perhatian atas situasi ini adalah Sumatera Utara, Maluku Utara, dan Jawa Timur,” ucapnya.
Sebagian perusahaan pers belum memenuhi aturan menyediakan kesejahteraan bagi wartawan. Padahal, hal ini berdampak terhadap independensi wartawan.
Wartawan juga masih mendapatkan intimidasi dan kekerasan nonfisik dari oknum aparat negara karena pemberitaan. Wartawan kerap dihalang-halangi ketika sedang melakukan kerja jurnalistik.
”Masih terdapat kasus pers yang dibawa ke pidana oleh aparat penegak hukum,” katanya.
Ninik mengatakan, jaminan kesejahteraan wartawan masih minim. Sebanyak 12 provinsi mendapatkan nilai rendah pada indikator tata kelola perusahaan yang baik karena tidak menggaji wartawan sesuai upah minimum provinsi (UMP) dan 13 kali dalam setahun.
”Sebagian perusahaan pers belum memenuhi aturan menyediakan kesejahteraan bagi wartawan. Padahal, hal ini berdampak terhadap independensi wartawan,” ujarnya.
Survei juga mencatat terdapat 25 provinsi belum membentuk peraturan daerah yang mewajibkan media massa menyiarkan berita yang dapat dicerna oleh penyandang disabilitas. Hal ini disebabkan keterbatasan sumber daya manusia, teknologi, biaya, dan kesadaran media di daerah.
Dewan Pers menyampaikan sejumlah rekomendasi terhadap survei IKP 2022. Rekomendasi terhadap perusahaan pers di antaranya menciptakan situasi kondusif agar jurnalis terbebas dari kekerasan seksual di tempat kerja, meningkatkan kesejahteraan jurnalis, dan mendongkrak kapasitas jurnalis dalam pemberitaan berperspektif jender.
Ketua Komisi Pemberdayaan Organisasi Dewan Pers Asmono Wikan berharap aparat penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan personelnya dalam merespons pelaporan atau pengaduan yang menyeret jurnalis atau perusahaan pers ke pengadilan. ”Agar diarahkan untuk diselesaikan melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam Undang Undang Pers,” katanya.
Rekomendasi terhadap DPR salah satunya agar mengharmoniskan RKUHP dengan UU Pers. Sementara pemerintah diharapkan berperan aktif menghindarkan pertumbuhan media yang tidak berkualitas dengan menggunakan verifikasi perusahaan pers oleh Dewan Pers sebagai landasan membangun kerja sama.
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut mengutarakan, hasil survei IKP 2022 perlu dielaborasi. ”Memang angkanya (IKP) naik, tetapi apa relevansinya bagi publik? Mungkin IKP kita lebih tinggi dari Malaysia, tetapi Indeks Persepsi Korupsi Malaysia lebih baik,” ucapnya.
Pelaksana Tugas Direktur Politik dan Komunikasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Wariki Sutikno menuturkan, upaya meningkatkan kualitas kemerdekaan pers memerlukan kolaborasi banyak pihak. Hal itu sangat penting karena berdampak terhadap demokrasi yang lebih baik.