Melihat Keindonesiaan Melalui Koleksi-koleksi Bentara Budaya
Semangat kerakyatan dan empati kepada masyarakat ditunjukkan melalui lukisan-lukisan yang dipamerkan dalam peringatan 40 tahun Bentara Budaya.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Bentara Budaya menggelar pameran lukisan yang berbicara tentang keindonesiaan dan ketokohan seniman pada zamannya. Semangat kerakyatan dan empati yang tinggi terhadap rakyat kecil menjadi salah satu penanda karya-karya seni rupa yang dipamerkan.
Pameran untuk memperingati 40 tahun Bentara Budaya ini mengangkat tema "Seraut Wajah Indonesia di Kanvas Kita: Pameran 77 Lukisan Karya 40 Perupa Indonesia Koleksi Bentara Budaya". Pameran ini menampilkan 77 lukisan karya 40 perupa, beberapa di antaranya adalah karya-karya maestro seni rupa.
General Manager Bentara Budaya Ilham Khoiri mengatakan, pameran ini menyuguhkan koleksi-koleksi unggulan Bentara Budaya. Sebagian di antaranya adalah karya-karya maestro yang penting karena menjadi penggalan sejarah seni rupa modern di Indonesia.
"Lukisannya menjadi penanda sejarah kemerdekaan karena mereka aktif dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Para pelukis sudah menangkap fenomena Indonesia yang multikultural," kata Ilham di Bentara Budaya Jakarta, Senin (3/10/2022).
Beberapa koleksi lukisan mahakarya dipamerkan, di antaranya Affandi (Potret Diri, 1981), S. Sudjojono (Gerilya, 1968), Hendra Gunawan (Bangke di Jalanan Yogya, 1947; Pedagang Ayam, 1968; Topeng 1968).
Kurator Bentara Budaya Efix Mulyadi mengatakan, Indonesia bisa terwakili oleh pemandangan alamnya yang indah, kekayaan flora faunanya yang eksotik, dan lainnya. Namun, yang tak kalah penting adalah gejala sosial budaya yang pernah dilewati pada suatu masa atau peristiwa dahsyat yang berpengaruh pada seluruh lapisan masyarakat.
Efix mengungkapkan, ketika berbagai tuntutan diteriakkan, yang muncul adalah karya-karya dari tokoh-tokoh masa lalu yang telah mewarnai perjalanan seni rupa Indonesia, seperti Affandi, Sudjojono, Hendra Gunawan, dan Basoeki Abdullah. Suara lantang Sudjojono yang menyerang karya-karya "mooi indie" pada akhir 1930-an masih bergema puluhan tahun kemudian, bahkan hingga sekarang.
"Oleh beberapa pengamat, lukisan Sudjojono dipandang berhasil mengungkapkan jiwa zaman pada masa depresi ekonomi. Karyanya yang dipamerkan adalah Gerilya (1968) dan Bukit Gersang (1982)," ucap Efix.
Affandi, kata Efix, merupakan pelukis yang paling dikenal rakyat meski banyak orang yang belum tentu pernah melihat lukisannya. Karya pamflet perjuangannya yang legendaris menggunakan seruan penyair Chairil Anwar, "Boeng Ajo Boeng!" tak kalah tenar dibanding gubahan artistiknya. Pada pameran ini, tiga lukisannya yang dipamerkan yaitu Pelabuhan Hongkong (1970), Perahu Kusamba Bali (1970), dan Potret Diri (1981).
Pameran ini menyuguhkan koleksi-koleksi unggulan Bentara Budaya. Sebagian di antaranya adalah karya-karya maestro yang penting karena menjadi penggalan sejarah seni rupa modern di Indonesia. (Ilham Khoiri)
Sementara Hendra Gunawan sering berhasil menyusupkan empatinya pada sesama lewat penggambaran derita rakyat. Ia pernah dipenjara dengan alasan politik, bahkan setelah meninggal, namanya sering disebut di dalam skandal lukisan palsu.
Banyak lukisan Hendra Gunawan yang dipalsukan dan laris di pasaran. Karya Hendra yang menjadi koleksi Bentara Budaya dan dipamerkan yaitu Pedagang Ayam (1968), Bangke di Jalanan Yogya (1947), dan Topeng (1962).
Pelukis yang paling banyak ditiru adalah Basoeki Abdullah. Lukisan tiruan karyanya bahkan bisa dijumpai di galeri pinggir jalan berbagai kota. Tema lukisan palsu yang laris berisi potongan adegan wayang ketika Rahwana menculik Shinta dan dilabrak oleh burung Jatayu.
"Popularitasnya begitu tinggi sampai ke produsen lukisan murah. Namun, hal itu menunjukkan kehebatannya sebagai pelukis yang sangat menguasai teknik melukis realistis. Karyanya di dalam pameran ini yaitu Berjemur di Matahari (1990)," kata Efix.
Kepala Program Event Production Bentara Budaya Ika W Burhan mengatakan, saat ini Bentara Budaya memiliki koleksi sebanyak 944 lukisan. Koleksi lukisan tersebut biasanya didapatkan dari seniman, melalui perantara, dan hibah dari seniman.
Koleksi-koleksi lukisan di Bentara Budaya di simpan di ruang penyimpanan khusus yang diatur suhunya. Beberapa lukisan direstorasi jika kondisinya perlu perbaikan seperti pudar atau sobek.
Menurut Ika, melalui pameran, Bentara Budaya memberikan edukasi kepada masyarakat tentang karya seni. Bisa jadi, masyarakat hanya mendengar nama senimannya saja, tetapi tidak pernah melihat karyanya secara langsung karena tidak semua tempat punya koleksi tersebut.
"Kita menjaga koleksi-koleksi tersebut agar tidak hilang ke luar negeri atau terbengkalai begitu saja," ujar Ika.
Pameran "Seraut Wajah Indonesia di Kanvas Kita: Pameran 77 Lukisan Karya 40 Perupa Indonesia Koleksi Bentara Budaya" digelar mulai 27 September hingga 7 Oktober 2022 mendatang.
Pameran ini menampilkan 77 lukisan karya 40 perupa, antara lain Ahmad Sadali, Affandi, Agus Djaja, Aming Prayitno, Barli Sasmitawinata, Basuki Resowobowo, Basuki Abdullah, Batara Lubis, Djajeng Asmoro, But Muchtar, Dullah, Ernezt Dezentje, Harijadi S, Hendra Gunawan, Hendro Djasmoro, Otto Djaja, Masmundari, Nashar, Popo Iskandar, RJ. Katamsi, S. Sudjojono, Rudolf Bonet, Subroto SM, Rustamadji, Trisno Sumardjo, Trubus Soedarsono, Sudarso, Sudjono Abdullah Widayat, Zaini,Gusti Made Baret, Anak Agung Gede Sobrat, Dewa Putu Bedil, Gusti Nyoman Lempad, Gusti Made Deblong, Wayan Djudjul, Wayan Turun, Ida Bagus Made Poleng, Ketut Regig, Nyoman Daging.