Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia lewat Permainan ”Kartusa”
Pelajaran bahasa dan sastra Indonesia tidak begitu diminati oleh pelajar. Dosen Universitas Padjadjaran mengembangkan permainan ”Kartusa” sebagai media pembelajaran berbasis permainan dalam memahami bahasa dan sastra.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bahasa dan sastra Indonesia telah dipelajari sejak sekolah tingkat dasar. Namun, tidak sedikit masyarakat masih kesulitan memahaminya. ”Kartusa” menjadi media pembelajaran berbasis permainan untuk memahami sekaligus meningkatkan minat pelajar pada bahasa dan sastra.
Permainan Kartusa atau Kartu Sastra ini dirancang oleh tiga dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, yaitu Lina Meilinawati Rahayu, Aquarini Priyatna, dan Baban Banita. Ketiganya mengembangkan permainan ini sejak 2019 sebagai medium dalam memahami bahasa dan sastra sehingga tidak hanya mengandalkan pembelajaran konvensional.
Lina mengatakan, permainan itu dirancang sebagai media pembelajaran efektif. Hal itu merupakan implementasi dari metode pembelajaran berbasis permainan atau game based learning (GBL). Motode GBL telah diterapkan di banyak negara untuk memotivasi peserta didik agar tertarik mempelajari sesuatu.
Kartusa juga mengadaptasi permainan Karuta dari Jepang. Permainan kartu bergambar yang berisi kata-kata itu digunakan untuk meningkatkan literasi masyarakat ”Negeri Matahari Terbit”.
”Di beberapa negara, GBL biasanya digunakan untuk belajar matematika dan berhasil memotivasi anak untuk ingin tahu. Untuk pelajaran bahasa Indonesia, kami lihat masih belum banyak. Untuk itu, kami coba gunakan metode ini,” kata Lina melalui keterangan tertulis, Sabtu (1/10/2022).
Penelitian permainan yang telah berjalan selama tiga tahun tersebut ditargetkan menghasilkan enam kartu. Pada tahun pertama, tim peneliti menyusun tiga set kartu, yaitu kartu tokoh sastra Indonesia dan karyanya, kartu kosakata berupa kata-kata dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang jarang digunakan, serta kartu sinonim.
”Kenapa sinonim yang digunakan? Karena kemampuan sinonim merupakan kemampuan kognitif berbahasa,” ucapnya.
Tiga set kartu dibuat pada tahun kedua, yaitu kartu antonim, kartu pantun, dan karmina atau pantun kilat. Karmina dipilih agar pemain dapat mengenal kembali jenis karya sastra klasik.
Banyak pelajar yang kesulitan menebak tokoh sastra dan kutipan dari karya yang dibuatnya. Oleh karenanya, kartu itu diharapkan mempermudah dan meningkatkan minat pelajar terhadap bahasa dan sastra.
Lina dan timnya pun kemudian mengembangkan permainan bahasa dan sastra berbasis papan (board game). Sebab, jenis permainan tersebut disukai generasi pelajar saat ini.
”Selama ini, pelajaran bahasa dan sastra Indonesia tidak begitu diminati. Hal ini menjadikan literasi kita masih rendah. Permainan ini diharapkan akan menarik minat mereka untuk lebih senang membaca,” ujarnya.
Riset dari Central Connecticut State University, Amerika Serikat, pada 2016, menyebutkan, minat baca rakyat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1.000 warga, cuma seorang yang rajin membaca.
Sementara dalam survei Program for International Student Assessment (PISA) 2018, kemampuan membaca siswa Indonesia berada di urutan ke-71 dari 76 negara. Data itu menggambarkan potret literasi di Tanah Air yang mengkhawatirkan.
Metode pembelajaran berbasis permainan juga dapat mendorong para pemain untuk bekerja sama, berkompetisi secara adil, mengapresiasi setiap kemenangan ataupun kekalahan, hingga menghilangkan strata antar-pemain.
Pada tahun ketiga, tim peneliti merancang tiga board game, yaitu Jelajah Sastra, Labirin Sandiwara, dan Jelajah Bahasa. Baban menuturkan, permainan ini menggunakan basis permainan umum, seperti ular tangga, labirin, serta monopoli. Board game ini bisa dimainkan oleh pelajar sekolah dasar, tingkat menengah, hingga mahasiswa.
”Materi dari permainan bisa disesuaikan dengan kurikulumnya,” kata Baban.
Permainan tersebut sudah diujicobakan kepada siswa SMA dan mahasiswa. Banyak pelajar yang kesulitan menebak tokoh sastra dan kutipan dari karya yang dibuatnya. Oleh karena itu, kartu tersebut diharapkan mempermudah dan meningkatkan minat pelajar terhadap bahasa dan sastra.
Baban menambahkan, ke depan, Kartusa akan diadaptasi ke dalam bentuk digital. Dengan begitu, permainan ini diharapkan dapat digunakan oleh banyak orang.