Mempersiapkan Persalinan yang Aman
Untuk memastikan persalinan yang aman, perlu dilakukan persiapan sejak masa kehamilan, bahkan saat merencanakan kehamilan. Ibu dan keluarga pun perlu mengetahui tanda dari persalinan serta tanda bahaya yang diwaspadai.
JAKARTA, KOMPAS — Ketika mendekati masa persalinan, berbagai persiapan untuk menyambut kehadiran buah hati sudah dilakukan, bahkan bisa lebih dari sepekan sebelum hari perkiraan lahir ditentukan. Baju bayi beserta perlengkapan yang dibutuhkan sudah siap disiapkan.
Namun, terdapat hal yang sebenarnya jauh lebih penting dari itu. Ibu dan ayah, juga anggota keluarga lainnya, harus memastikan persalinan yang aman sudah disiapkan dengan baik.
”Pengetahuan mengenai persiapan persalinan yang aman harus dimiliki oleh ibu, ayah, dan anggota keluarga lainnya. Dengan begitu, deteksi dini risiko bisa dilakukan sehingga risiko kematian ibu dan bayi bisa dicegah,” ujar Tri Setyoningsih, bidan asal Klaten saat menjadi fasilitator dalam Orientasi Program Kelas Ibu Hamil yang diselenggarakan secara daring oleh Kementerian Kesehatan di Jakarta, Kamis (29/9/2022).
Persiapan persalinan yang aman dapat dilakukan sejak jauh hari. Mempersiapkan persalinan yang aman berarti memastikan kehamilan yang dijalankan juga baik dan sehat. Untuk itu, pemeriksaan kehamilan (ANC) minimal enam kali menjadi sangat penting.
Pengetahuan mengenai persiapan persalinan yang aman harus dimiliki oleh ibu, ayah, dan anggota keluarga lainnya. Dengan begitu, deteksi dini risiko bisa dilakukan sehingga risiko kematian ibu dan bayi bisa dicegah.
Meski begitu, Tri mengatakan, pada pemeriksaan di trimester ketiga sebaiknya ibu hamil juga didampingi oleh suami ataupun keluarga lain. Hasil pemeriksaan pada trimester ketiga ini sangat menentukan perencanaan persalinan.
Jika hasil pemeriksaan semua baik, ibu bisa merencanakan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti poliklinik desa, praktik mandiri bidang, klinik, atau rumah sakit. Akan tetapi, jika hasil pemeriksaan menunjukkan adanya risiko dalam persalinan, perencanaan persalinan sebaiknya dilakukan di rumah sakit.
Sebelum masuk dalam masa persalinan, terdapat sejumlah persiapan yang juga penting. Pastikan keluarga tahu kapan tanggal perkiraan persalinan. Selain itu, perlu dipersiapkan tabungan dan dana persalinan atau kartu JKN. Rencanakan pula tempat persalinan dan tenaga yang akan menolong dalam persalinan nanti.
Baca juga: Ibu Hamil Bukan Peserta JKN Dapatkan Jaminan Persalinan
Sediakan satu tas yang berisikan kartu JKN atau asuransi persalinan, identitas diri, dan dokumen lainnya. Tunjuk pula seseorang yang bersedia menjadi pendonor darah apabila dalam persalinan dilakukan tindakan yang memerlukan tambahan darah. Pastikan pula alat transportasi sudah tersedia jika hari lahir tiba. ”Jangan lupa amanat persalinan yang biasanya sudah diisi disiapkan. Perlu dipikirkan juga KB pascapersalinan yang akan digunakan yang sesuai dengan kondisi ibu,” kata Tri.
Tanda awal persalinan
Tri memaparkan, hal lain yang juga perlu diketahui untuk mempersiapkan persalinan, yakni mengetahui tanda awal persalinan. Biasanya akan ada kontraksi rahim yang terjadi secara teratur dan timbulnya kontraksi semakin sering dan semakin lama sekitar 45-75 detik.
Selain itu, vulva akan membuka karena adanya tekanan dari kepala janin. Tanda lainnya, seperti keluar lendir yang bercampur darah dari jalan lahir dan pecahnya kantung ketuban. Jika tanda-tanda tersebut sudah muncul, sebaiknya segera bawa ke fasilitas kesehatan tempat bersalin.
Namun, pada kondisi tertentu ketika ada tanda bahaya persalinan, sebaiknya segera bawa ke fasilitas kesehatan rujukan atau rumah sakit. Tanda bahaya tersebut, seperti terjadi perdarahan lewat jalan lahir, ibu mengalami kejang, air ketuban berwarna hijau dan berbau, tali pusar atau tangan bayi keluar dari jalan lahir, dan ibu tidak kuat mengejan.
Risiko persalinan yang tidak aman seharusnya bisa dicegah apabila komplikasi kehamilan sudah diketahui sejak awal. ”Ibu hamil harus tahu risiko kehamilan yang terjadi dengan pemeriksaan rutin kehamilan minimal enam kali sehingga kemungkinan komplikasi persalinan bisa diketahui,” kata Tri.
Baca juga: Upaya Pencegahan Kematian Ibu Dimulai sejak Masa Pranikah
Ia menambahkan, pada masa menjelang persalinan, ibu hamil pun diharapkan bisa menjaga kesehatan dan daya tahan tubuhnya dengan baik. Asupan gizi dan waktu istirahat perlu dipastikan mencukupi. Kebersihan diri juga perlu dijaga. Selain itu, latihan fisik dan latihan pernapasan bisa dilakukan.
Kematian ibu dan bayi
Kepala Bagian KSM Kebidanan RSUD Arifin Achmad Pekanbaru yang juga Staf Pengajar Ilmu Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Riau Noviardi menuturkan, masa kehamilan, persalinan, dan nifas merupakan kondisi yang penting. Jika persoalan kesehatan yang terjadi pada masa tersebut tidak segera diatasi, risiko kematian ibu dan bayi sulit dicegah.
United Nations Inter-agency Group for Child Mortality Estimation 2021 memperkirakan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia 20 per 1.000 kelahiran. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2017 menunjukkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia 177 per 100.000 kelahiran hidup. Provinsi dengan prevalensi kematian ibu tertinggi ialah Papua, Sulawesi Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur.
Noviardi menyampaikan, faktor yang menjadi penyebab masih tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia, selain karena kapasitas dan kuantitas tenaga kesehatan yang terbatas, juga disebabkan karena sistem transportasi yang kurang baik serta situasi sosial, ekonomi, budaya masyarakat yang tidak mendukung. Selain itu, faktor lainnya ialah ketersediaan fasilitas kesehatan yang kurang memadai dan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan reproduksi.
Baca juga: Sulitnya Menurunkan Angka Kematian Ibu
Sementara itu, merujuk pada data Kementerian Kesehatan, penyebab kematian ibu yang tercatat ialah gangguan hipertensi (31,90 persen), perdarahan obstetri (26,90 persen), komplikasi non-obstetri (18,50 persen), dan komplikasi obstetri lainnya (11,80 persen), Komplikasi non-obstetri seperti penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit ginjal, dan HIV/AIDS. Komplikasi obstetri, antara lain, ialah muntah berlebihan, diabetes dalam kehamilan, gangguan plasenta, dan sumbatan pada pembuluh darah (emboli).
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Maria Endang Sumiwi menuturkan, edukasi dan sosialisasi mengenai kesehatan ibu hamil terus ditingkatkan. Hal tersebut dinilai penting untuk menekan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia.
Untuk itu, menurut Maria, fasilitas kelas ibu hamil berperan sebagai wadah edukasi di tengah masyarakat. Pada kelas ibu hamil ini diharapkan pemanfaatan buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) bisa semakin baik. Keterlibatan suami dan keluarga juga bisa semakin besar.
”Saat ini masih banyak ibu, bahkan juga konselor maupun tenaga kesehatan, yang belum memahami pengetahuan dasar mengenai kesehatan ibu hamil yang sebetulnya sudah ada di buku KIA. Karena itu, edukasi harus terus dilakukan agar pemahaman mengenai kesehatan ibu hamil sampai melahirkan dan merawat bayi menjadi maksimal,” kata Maria.