Mayoritas Gen Z Tidak Menyadari Konsumsi Daging Berdampak pada Iklim
Sekalipun mayoritas generasi Z di Australia percaya bahwa perubahan iklim disebabkan oleh manusia, kurang dari setengahnya yang memahami dampak konsumsi ternak dan daging.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Survei terhadap kaum muda Australia oleh peneliti University of Sydney menemukan bahwa meskipun mayoritas percaya bahwa perubahan iklim disebabkan oleh manusia, kurang dari setengahnya yang memahami dampak konsumsi ternak dan daging. Padahal, berbagai bukti ilmiah menunjukkan, konsumsi daging merupakan penyumbang utama emisi karbon dari sektor pangan.
Menurut survei yang dipublikasikan di jurnal Animals pada 21 September 2022, generasi Z, mereka yang lahir setelah 1995, sangat percaya bahwa perubahan iklim disebabkan oleh manusia dan aktivitas seperti pembakaran bahan bakar fosil, penggundulan hutan, dan limbah. Tetapi, hanya sepertiga yang memahami bagaimana konsumsi ternak dan daging berkontribusi terhadap emisi.
Dipimpin oleh Diana Bogueva di Center for Advanced Food Engineering and School of Chemical and Biomolecular Engineering di University of Sydney, para peneliti melakukan survei daring terhadap anak muda berusia 18-26 tahun di Sydney, Melbourne, Brisbane, Perth, Canberra, dan Adelaide.
Hubungan antara perubahan iklim dan makanan belum dipahami dengan baik oleh kaum muda Australia.
Peserta ditanya tentang kontributor utama perubahan iklim. Secara luar biasa, 85 persen menyatakan bahwa batubara, bahan bakar fosil, dan bentuk energi tidak berkelanjutan lainnya berkontribusi paling besar. Ini diikuti oleh deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati (59 persen), plastik, sampah, dan sisa makanan (58 persen), konsumsi dan praktik gaya hidup seperti barang dan jasa (55 persen), transportasi (54 persen), industri besar (53 persen ), dan pertumbuhan populasi global (45 persen).
Meskipun hampir dua pertiga menominasikan deforestasi sebagai kontributor utama perubahan iklim, lebih dari sepertiga (38 persen) percaya bahwa peternakan dan pertanian (termasuk konsumsi daging dan praktik peternakan yang tidak berkelanjutan) sebagai kontributor utama.
Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, produksi pertanian telah mendorong hampir 90 persen deforestasi dunia. Sumber lain memperkirakan tiga perempat deforestasi didorong oleh pertanian dengan sebagian besar produksi berasal dari industri daging sapi, kelapa sawit, kedelai, dan penebangan kayu.
”Orang muda akan paling terkena dampak perubahan iklim, dan mereka sudah terdampak dari emisi di masa lalu,” kata Bogueva, dalam keterangan tertulis, yang dirilis University of Sydney, Senin (26/9/2022).
Pengurangan tajam dalam emisi diperlukan untuk menekan laju perubahan iklim. Maka, sangat penting bagi pembuat keputusan untuk memahami kegiatan mana yang paling berkontribusi dan membuat pilihan yang tepat.
Studi ini juga menemukan bahwa generasi Z umumnya tidak mengetahui sumber makanan, dari mana makanan mereka berasal, dan sebagian besar tidak memperhatikan label makanan. Bogueva mengatakan, ada keterputusan pengetahuan, sementara pemanasan global berada di puncak radar generasi Z.
”Hubungan antara perubahan iklim dan makanan belum dipahami dengan baik oleh kaum muda Australia,” kata dia.
Cara mengurangi emisi
Produksi makanan telah menyumbang sekitar sepertiga dari emisi gas rumah kaca global, sebagian besar dari metana dan karbon dioksida. Kajian Xiaoming Xu dari University of Illinois dan tim yang terbit di jurnal Nature Food, September 2021, menunjukkan, dari 17 miliar metrik ton emisi per tahun dari sektor makanan, sebanyak 57 persen di antaranya berasal dari peternakan, sedangkan makanan nabati menyumbang 29 persen.
Dora Marinova, anggota tim peneliti, mengatakan, mengganti konsumsi daging dengan ikan dan protein nabati merupakan cara yang ampuh untuk mengurangi emisi. ”Yang diperlukan hanyalah seseorang untuk beralih ke pilihan yang lebih dipertimbangkan dan mereka dapat membuat perubahan itu hari ini,” kata dia.
Tanpa perubahan mendesak pada pilihan makanan generasi Z, konsumsi daging dan produksi ternak akan terus mendorong emisi global. ”Saya rasa itu bukan masa depan yang diinginkan kaum muda,” kata Bogueva.
Studi terpisah yang diterbitkan di Communications Earth & Environment pada 8 September 2022 menunjukkan bahwa banyak sumber makanan laut yang menghasilkan lebih sedikit emisi gas rumah kaca dan lebih padat nutrisi daripada daging sapi, babi, atau ayam. Penelitian yang dilakukan Peter Tyedmers, ekonom ekologi di Universitas Dalhousie di Halifax, Kanada dan tim ini menunjukkan bahwa kebijakan untuk mempromosikan makanan laut dalam makanan sebagai pengganti protein hewani lainnya dapat meningkatkan ketahanan pangan di masa depan dan membantu mengatasi perubahan iklim.