Revitalisasi Jalur Rempah melalui Pembuatan Kapal Bersejarah
Sejumlah kapal tradisional Nusantara dibangun kembali sebagai bagian dari revitalisasi jalur rempah. Kapal buatan anak negeri itu masih dibutuhkan sebagai moda transportasi antarwilayah maupun dipakai nelayan di lautan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia mempunyai sejumlah kapal tradisional yang telah terbukti tangguh mengarungi lautan Nusantara sejak lama. Kini, beberapa kapal bersejarah itu dibangun kembali sebagai bagian dari revitalisasi jalur rempah.
Kapal-kapal buatan anak negeri itu masih dibutuhkan sebagai moda transportasi antarwilayah di Indonesia maupun dipakai nelayan bekerja di lautan. Hal inilah yang membuat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menginisiasi program ”Revitalisasi Jalur Rempah”.
Selain membuat kapal-kapal tradisional, program ini juga dilakukan dengan penanaman kembali berbagai jenis rempah dan mengaktifkan pelabuhan-pelabuhan bersejarah. Pembangunan kapal melibatkan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) untuk membuat Kapal Pencalang dan SMKN 3 Buduran, Sidoarjo, untuk membuat Kapal Ijon-Ijon.
”Ini juga merupakan langkah awal kolaborasi yang melibatkan semua pihak untuk melestarikan kapal tradisional,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Kiki Yuliati lewat keterangan pers, Minggu (25/9/2022).
Kapal Pencalang merupakan kapal dagang tradisional Nusantara. Dalam sejarah, kapal ini disebut sebagai pantchiallang atau pantjalang.
Sementara Kapal Ijon-Ijon merupakan kapal ikan yang paling banyak digunakan oleh nelayan dengan kekhasan desain dan warna. Meski berbahan kayu, kapal tradisional ini nantinya akan dioperasikan secara modern.
Proyek ini memperoleh penyaluran bantuan operasional Matching Fund (MF) tahap kedua tahun 2022. Pembangunan kapal tradisional tersebut mendapatkan kucuran dana sekitar Rp 2 miliar.
Kapal-kapal buatan anak negeri itu masih dibutuhkan sebagai moda transportasi antarwilayah di Indonesia maupun dipakai nelayan bekerja di lautan.
”Terima kasih kepada semua pihak yang telah berkolaborasi membangun kapal-kapal tradisional ini seiring pelestarian kebudayaan lokal,” katanya.
Kapal Pencalang yang bakal mengarungi pelayaran jalur rempah ini memiliki panjang 11,02 meter, panjang garis air 11,16 meter, tinggi 1,5 meter, dan lebar 4 meter. Kecepatannya berkisar 10 knot dengan daya angkut berkapasitas 4 orang.
Kapal Ijon-Ijon memiliki panjang 12 meter, lebar 3,5 meter dan tinggi 1,5 meter. Menurut rencana, kedua kapal ini bakal dihadirkan pada acara puncak pertemuan negara-negara perekonomian besar dunia KTT G20 di Bali pada November 2022.
Jalur rempah sarat akan kekayaan sejarah. Jalur ini membentang dari China ke tepian Samudra Pasifik, lalu Selat Malaka dan Selat Sunda ke barat.
Kemudian, membentang terus ke barat menuju India, Sri Lanka, Persia, dan Timur Tengah, serta menyusuri pantai timur Afrika dan Madagaskar (Kompas, 22/9/2020).
Direktur PPNS Eko Julianto berharap karya monumental ini nantinya bisa membuat bangsa Indonesia bangga dengan budayanya. ”Serta membuat anak-anak muda tertarik untuk ke laut karena jati diri bangsa kita adalah pelaut,” ucapnya.
Ketua Tim Proyek Revitalisasi Kapal Tradisional I Putu Arta Wibawa menyampaikan, proyek pembangunan kapal ini melibatkan dosen, mahasiswa, dan mitra industri. Selain itu, juga perajin kapal tradisional sebagai bentuk transfer teknologi.
Dalam program ”Revitalisasi Jalur Rempah” itu, para siswa SMK dan mahasiswa politeknik belajar bersama para tukang perahu secara kolaboratif yang berpengalaman membangun kapal kayu sebagai artefak teknik bernilai ekonomi dan budaya tinggi. Hal ini diharapkan merevitalisasi ekosistem budaya Jalur Rempah yang akan berperan penting dalam melestarikan kehidupan masyarakat pesisir.
”Kegiatan pembuatan kapal kayu ini merupakan kerja budaya yang penting dalam pelestarian keterampilan kapal kayu yang telah mentradisi sejak lama dengan peran ekonomi yang penting,” ujar pakar bidang perkapalan dan kelautan Daniel M Rosyid.