Prioritaskan Vaksin Cacar Monyet untuk Kelompok Rentan
Pemerintah telah memesan 2.000 dosis vaksin cacar untuk mengatasi cacar monyet. Dengan jumlah yang terbatas, serta pertimbangan tingkat risiko dan manfaat, vaksinasi perlu diprioritaskan pada kelompok risiko tinggi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus penularan cacar monyet di tingkat global masih bertambah. Pemberian vaksin bisa menjadi langkah pencegahan penularan yang semakin meluas. Meski demikian, kelompok rentan perlu diprioritaskan mendapat vaksin mengingat ketersediaan vaksin yang terbatas.
Ketua Satuan Tugas Monkeypox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Hanny Nilasari di Jakarta, Rabu (21/9/2022), menyampaikan, vaksin cacar (smallpox) dapat digunakan dalam penanganan cacar monyet (monkeypox). Akan tetapi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan rekomendasi sementara bahwa vaksin cacar generasi pertama sebaiknya tidak digunakan karena terkait standar keamanan.
”Rekomendasi lanjutan dari Satgas Monkeypox PB IDI, pengadaan vaksin generasi ketiga (Modified Vaccinia Ankaria-Bavarian Nordic) lebih diutamakan dengan pertimbangan efikasi dan keamanan,” katanya.
Saat ini, vaksin cacar yang beredar di luar negeri adalah vaksin generasi pertama (Dryvax), vaksin generasi kedua (ACAM1000 dan ACAM2000), serta vaksin ketiga (Imvanex/Imvamune produksi Bavarian Nordic dan LC16m8 produksi Kaketsuken, Jepang). Namun, sejak eradikasi cacar, mayoritas negara di dunia tidak lagi memberikan vaksin tersebut, termasuk di Indonesia.
Rekomendasi lanjutan dari Satgas Monkeypox PB IDI, pengadaan vaksin generasi ketiga (Modified Vaccinia Ankaria-Bavarian Nordic) lebih diutamakan. Itu dengan pertimbangan efikasi dan keamanan.
Hanny menuturkan, tingkat kemiripan yang tinggi antara virus penyebab cacar monyet dan virus variola (cacar/smallpox) menjadikan vaksin yang dikembangkan untuk cacar bisa memberikan efek proteksi silang terhadap cacar monyet. Akan tetapi, vaksinasi massal untuk menangani cacar monyet masih belum direkomendasikan.
Selain karena alasan pasokan yang terbatas, penilaian risiko dan manfaat vaksinasi juga menjadi pertimbangan. Keputusan imunisasi cacar monyet harus berdasarkan penilaian antara risiko dan manfaat yang disepakati bersama oleh pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Kesehatan.
”Kami tidak merekomendasikan vaksinasi cacar monyet pada seluruh masyarakat, tetapi untuk indikasi terbatas. Artinya, vaksinasi bisa diberikan pada pasien yang kontak erat, tenaga kesehatan, dan juga populasi dengan tingkat kerentanan yang tinggi untuk jadi prioritas utama,” kata Hanny.
Kelompok risiko tinggi yang rentan terhadap penularan cacar monyet, antara lain, petugas laboratorium klinik yang melakukan pemeriksaan diagnostik cacar monyet, petugas laboratorium riset yang terkait dengan Orthopoxvirus (genus virus penyebab cacar monyet), serta anggota tim respons cepat cacar monyet. Selain itu, kelompok masyarakat yang melakukan hubungan seks dengan banyak pasangan, gay, dan biseksual termasuk dalam kelompok berisiko tinggi.
WHO telah melaporkan, lebih dari 90 persen kasus cacar monyet di dunia dilaporkan pada populasi khusus, yakni homoseksual dan biseksual. Komunikasi, informasi, dan edukasi terkait risiko penularan cacar monyet pun didorong lebih masif dilakukan pada populasi tersebut.
”Vaksinasi direkomendasikan pada orang yang sudah terpapar virus monkeypox setidaknya dalam waktu empat hari sejak paparan untuk mencegah onset penyakit. Jika diberikan dalam waktu empat sampai sepuluh hari sejak paparan, vaksinasi dapat mengurangi gejala, tetapi tidak bisa mencegah monkeypox,” ujar Hanny.
Apabila vaksin untuk cacar monyet sudah tersedia, Hanny menyarankan agar diberikan secara desentralisasi di dinas kesehatan kabupaten/kota. Alur permintaan pun perlu sesuai dengan ketetapan dari Kementerian Kesehatan.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Rizka Andalucia, Kamis (15/9/2022), menyampaikan, pemerintah telah memesan 2.000 dosis vaksin cacar buatan Bavarian Nordic. Vaksin cacar generasi ketiga tersebut akan diberikan pada populasi rentan.
”Kita sudah memesan sekitar 2.000 dosis vaksin. Itu akan datang pada tahun ini. Sasarannya secara epidemiologi pada semua populasi berisiko tinggi yang perlu divaksin,” katanya.
Laporan WHO per 19 September 2022 menunjukkan, setidaknya sudah ada 61.753 kasus terkonfirmasi cacar monyet yang dilaporkan di dunia. Sebanyak 533 kasus masih dalam status probable dengan 23 kasus kematian. Sementara di Indonesia, satu kasus terkonfirmasi positif cacar monyet dan sudah dinyatakan sembuh pada 28 Agustus 2022.