Isu Keadilan Iklim Perlu Dimasukkan dalam Regulasi Setiap Negara
Ketidakadilan iklim terjadi di sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang ditunjukkan dari kurangnya perhatian hak-hak bagi pihak yang terdampak perubahan iklim. Keadilan iklim ini perlu disinggung dalam regulasi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya mengatasi perubahan iklim harus mengedepankan prinsip keadilan bagi semua, khususnya pemenuhan hak bagi sejumlah pihak yang terdampak. Oleh karena itu, isu keadilan iklim perlu dimasukkan dalam regulasi tentang penanganan perubahan iklim di setiap negara.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Pikul Torry Kuswardono mengemukakan, keadilan iklim telah disinggung banyak pihak, termasuk dalam laporan terbaru Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC). Dalam laporan penilaian keenam (AR6), IPCC menyoroti bahwa keadilan iklim merupakan isu penting dan menjadi prioritas.
”Laporan IPCC mengakui perlunya pengetahuan lokal dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Laporan ini juga menjelaskan prinsip keadilan iklim dan terdapat bab khusus yang membicarakan ketidaksetaraan atau contoh ketidakadilan iklim,” ujarnya dalam diskusi tentang aksi lingkungan dan keadilan iklim secara daring, Jumat (26/8/2022).
Menurut Torry, dalam laporan penilaian kelima (AR5), IPCC memang hanya menyinggung keadilan iklim sebatas pada pemenuhan hak bagi sejumlah pihak yang terdampak seperti masyarakat adat. Sementara dalam AR6 memperluas terhadap kesetaraan, kerentanan, dan rendahnya implementasi terkait keadilan iklim.
Secara umum, keadilan iklim merupakan sebuah upaya mengatasi perubahan iklim, tetapi dengan mengedepankan prinsip keadilan bagi semua. Aspek keadilan ini dilihat berdasarkan pada hak-hak, kebutuhan, partisipasi, dan kesepakatan komunitas yang merasakan dampak terbesar perubahan iklim atau paling terpengaruh oleh upaya mitigasi.
Torry mengatakan, fakta menunjukkan ketidakadilan iklim terjadi di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari kurangnya perhatian dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat atau lokal yang terdampak perubahan iklim.
Agar keadilan iklim bisa terwujud, Torry menyebut bahwa semua pihak, khususnya pemangku kebijakan, perlu melakukan sejumlah upaya. Upaya terpenting dalam mewujudkan keadilan iklim adalah terlebih dahulu harus ada pengakuan dari negara terhadap pihak-pihak yang terdampak perubahan iklim.
”Keadilan iklim harus menjadi indikator utama dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Oleh karena itu, keadilan iklim harus dimasukkan dalam regulasi setiap negara seperti undang-undang atau peraturan lainnya dan menjadi indikator dalam mengukur keberhasilan adaptasi atau mitigasi di seluruh dunia,” tuturnya.
Selain itu, upaya mengatasi dampak perubahan iklim yang mengedepankan keadilan iklim juga perlu didukung dengan hadirnya institusi yang kuat dan fleksibel. Setiap negara perlu memiliki institusi khusus yang dapat merespons perubahan iklim dengan cepat tanpa menunggu prosedur atau proses birokrasi yang lama.
”Jadi, pemerintah harus segera menghentikan proses pembangunan yang salah apabila ada hal yang berkaitan dengan perubahan iklim. Hal ini tidak hanya untuk keamanan masyarakat, tetapi juga kelestarian planet kita,” ucapnya.
Pelibatan masyarakat
Diskusi tersebut juga menghadirkan perwakilan masyarakat lokal dari sejumlah negara, salah satunya dari Antigua-Barbuda, Kepulauan Karibia, Ruth Spencer. Ruth menyampaikan perspektifnya dalam mencapai keadilan iklim untuk negara-negara kepulauan kecil, khususnya Kepulauan Karibia.
Menurut Ruth, sebagai wilayah kepulauan, dampak perubahan iklim juga sangat nyata dan dirasakan langsung oleh masyarakat di Antigua-Barbuda. Dampak perubahan iklim ini sangat terasa menyusul banyaknya kerusakan lingkungan akibat adanya ekspansi bisnis dari pihak swasta.
Ruth menegaskan, pemerintah di setiap negara harus mengakui dan melibatkan masyarakat lokal dalam upaya mengatasi dampak perubahan iklim. Selama ini, masyarakat lokal memiliki kemampuan untuk melakukan upaya mitigasi dan adaptasi, tetapi mayoritas tidak pernah dilihat langsung oleh pemerintah.
Perwakilan Komunitas Adat dari Barito Timur, Kalimantan Tengah, Mardiana, berharap, pertemuan negara-negara G20 dapat menghasilkan keputusan yang mengakui masyarakat adat dalam upaya penanggulangan perubahan iklim. Di sisi lain, pemerintah juga perlu mengevaluasi kegiatan industri ekstraktif di wilayah masyarakat adat yang terbukti mengancam lingkungan dan meningkatkan dampak dari perubahan iklim.
”Kami meminta kembalikan hak hidup kami atas hutan dan pulihkan lingkungan yang rusak. Kami siap bersama-sama membantu pemerintah mengatasi perubahan iklim ini,” ungkapnya.