Satu Kasus Pertama Terkonfirmasi Cacar Monyet Dilaporkan
Kasus pertama cacar monyet dilaporkan di Indonesia. Kasus tersebut merupakan laki-laki usia 27 tahun yang memiliki riwayat perjalan dari luar negeri. Saat ini, pasien menjalani isolasi mandiri di rumah.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kesehatan melaporkan satu kasus pertama terkonfirmasi cacar monyet yang teridentifikasi di Indonesia. Kesiapsiagaan perlu diperkuat untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit tersebut. Kesadaran masyarakat untuk segera melaporkan adanya gejala juga amat penting.
”Hari ini dilaporkan ada satu pasien terkonfirmasi (cacar monyet) di DKI Jakarta. Laki-laki berusia 27 tahun yang memang bepergian dari luar negeri. Pasien dalam kondisi baik dengan gejala ringan dan tidak perlu dirawat sehingga cukup isoman (isolasi mandiri) di rumah,” ujar Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril dalam konferensi pers yang diikuti secara daring di Jakarta, Sabtu (20/8/2022).
Ia mengatakan, kasus pertama terkonfirmasi positif cacar monyet ini merupakan warga negara Indonesia (WNI). Gejala demam yang dialami oleh pasien baru muncul tujuh hari setelah tiba dari luar negeri.
Hari ini dilaporkan ada satu pasien terkonfirmasi (cacar monyet) di DKI Jakarta. Laki-laki berusia 27 tahun yang memang bepergian dari luar negeri. (M Syahril)
Gejala awal yang muncul berupa demam dan pembesaran kelenjar limfa (getah bening) pada 14 Agustus 2022. Baru pada 16 Agustus 2022, gejala lesi dan ruam terjadi di wajah, telapak tangan, telapak kaki, dan sekitar alat genital. Pasien pun melaporkan ke fasilitas kesehatan pada 18 Agustus 2022 dan langsung dilakukan pemeriksaan PCR untuk mendeteksi keberadaan virus penyebab cacar monyet.
Syahril mengatakan, deteksi kasus pertama ini berasal dari hasil pemeriksaan mandiri bukan dari surveilans. ”Ini jadi bukti pentingnya kesadaran dan pemahaman yang tinggi untuk melakukan pemeriksaan ketika mengalami gejala. Itu pun perlu diiringi dengan kesigapan dari petugas kesehatan untuk langsung melakukan pemeriksaan PCR untuk cacar monyet,” katanya.
Tindak lanjut telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta, yaitu melakukan surveilans pada kontak erat dari kasus terkonfirmasi tersebut. Terdata setidaknya 10 orang sebagai kontak erat. Pemantauan masih berlangsung. Untuk sementara, tidak ada pembatasan pada masyarakat.
Kewaspadaan
Syahril menyampaikan, kewaspadaan untuk merespons penularan cacar monyet telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Kewaspadaan itu berupa pengawasan di pintu masuk negara, baik dari perjalanan udara, laut, maupun darat, terutama di pintu masuk yang berhubungan langsung dengan negara terjangkit cacar monyet.
Sosialisasi dan edukasi sudah berjalan di setiap maskapai penerbangan. Setiap maskapai diminta untuk menyampaikan kewaspadaan akan penularan cacar monyet pada penumpangnya, terutama untuk mengenal tanda dan gejala dari cacar monyet.
Dengan begitu, diharapkan masyarakat bisa segera melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan ketika mengalami gejala dan tanda tersebut.
Syahril menyampaikan, kesadaran tersebut juga harus dimiliki oleh semua petugas kesehatan. Jangan sampai ada petugas kesehatan yang tidak paham mengenai cacar monyet. Pedoman penanganan kasus sudah diterbitkan dan disosialisasikan oleh Kementerian Kesehatan sehingga diharapkan penanganan bisa cepat dilakukan.
Upaya deteksi pun diperkuat. Deteksi cacar monyet dilakukan dengan pemeriksaan PCR. Saat ini sudah ada dua laboratorium rujukan yang ditunjuk untuk pemeriksaan cacar monyet, yakni Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof dr Sri Oemijati Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan dan Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata IPB University.
”Sekarang dalam proses akan ditambah menjadi 10 laboratorium untuk melakukan pemeriksaan cacar monyet. Kementerian Kesehatan sudah menyiapkan 1.200 reagen khusus untuk pemeriksaan ini sehingga nanti bisa dilakukan di sejumlah tempat tanpa harus dikirim ke Jakarta,” tutur Syahril.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi dalam siaran pers menyampaikan, seluruh tim medis dan tenaga kesehatan diminta untuk tetap waspada dan segera melaporkan kasus yang mirip dengan cacar monyet ke dinas kesehatan setempat. Dengan begitu, kasus bisa segera ditangani dan ditindaklanjuti sehingga penularan tidak meluas.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 35.000 kasus terkonfirmasi cacar monyet dilaporkan di 92 negara di dunia. Sebanyak 12 kematian telah terjadi. Penularan cacar monyet pertama kali diumumkan sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (PHEIC) oleh WHO pada 23 Juli 2022. WHO mencatat kasus cacar monyet terus bertambah dengan peningkatan 20 persen dalam sepekan terakhir.
Surveilans
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Masdalina Pane menyampaikan, surveilans menjadi salah satu upaya penting untuk mencegah penularan yang semakin meluas. Surveilans harus didorong secara aktif. Selama ini, banyak kasus baru terdeteksi setelah adanya laporan.
Di lain sisi, kesadaran masyarakat untuk segera melakukan pemeriksaan juga diperlukan. Tindak lanjut yang cepat serta peniadaan stigma harus berjalan. Meski di tingkat global kasus yang dilaporkan banyak ditemukan pada kelompok gay, biseksual, dan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, penularan cacar monyet bisa terjadi pada semua orang.
”Semua orang harus waspada. Dengan deteksi dini, kita bisa mencegah penularan yang lebih luas. Perlindungan juga perlu ditingkatkan pada kelompok rentan, seperti anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang dengan immunocompromised (gangguan imunitas),” kata Masdalina.
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, yang juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, semua negara harus siap untuk menghadapi penularan cacar monyet karena WHO pun sudah menyatakan penyakit tersebut sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia. Semua orang perlu melakukan upaya kesehatan masyarakat untuk menghentikan penularan cacar monyet, terutama di negara yang sudah melaporkan adanya kasus seperti Indonesia.
Setidaknya ada enam hal yang harus dilakukan, yakni peningkatan upaya surveilans, penguatan pada penelusuran kasus, komunikasi risiko yang baik, meningkatkan keterlibatan aktif masyarakat, penurunan risiko, dan vaksinasi. Enam hal itu perlu dijalankan secara maksimal.
”Ketersediaan vaksin cacar monyet di dunia saat ini masih terbatas. WHO bahkan menegaskan bahwa mereka khawatir bahwa ketimpangan pemerataan vaksin. Karena itu, baik kalau kita di Indonesia segera mengadakan vaksin di lapangan untuk yang membutuhkan,” kata Tjandra.