Kampanyekan Pengelolaan Sampah lewat Triatlon Sejauh 1.239 Kilometer
Muryansyah melakukan triatlon sejauh 1.239 kilometer dari Bali menuju Jakarta untuk mengampanyekan pengelolaan sampah berkelanjutan. Sebanyak 68 ton sampah dari sejumlah kota pun berhasil dikumpulkan dalam gerakan ini.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
Setelah melalui sejumlah kota dengan berenang dan berlari selama 30 hari dari Bali, Muryansyah akhirnya tiba di Gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Selasa (16/8/2022). Kegigihan Muryansyah melakukan triatlon sejauh 1.239 kilometer ini dilandasi satu tujuan, yakni mengampanyekan pengelolaan sampah yang berkelanjutan kepada masyarakat yang tinggal di sepanjang jalur yang dilewati.
Kedatangan Muryansyah di Manggala Wanabakti disambut langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono serta Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Inspektur Jenderal (Purn) Sidharto Danusubroto.
Muryansyah adalah masyarakat biasa yang tergerak hatinya untuk berjuang dan menyuarakan isu lingkungan. Kepedulian ini muncul setelah ia melihat kondisi di tempat tinggalnya dan daerah lain yang dipenuhi oleh sampah yang tidak terkelola dengan baik.
Kegiatan kampanye lingkungan ini bukan kali pertama dilakukan Muryansyah. Ia pertama kali berkampanye dengan berlari sejauh 435 kilometer di Bali selama 13 hari. Namun, tidak ada satu pihak pun yang mengetahui kampanye Muryansyah ini.
Hingga akhirnya pada 18 Juli 2022, Muryansyah memutuskan untuk melakukan kampanye lingkungan kembali bertajuk ”The Rising Tide, A Grassroot Movement For Sustainability”. Muryansyah melakukan triatlon sejauh 1.239 km dengan titik permulaan dari Gianyar, Bali, kemudian menyusuri jalur pantai utara Jawa hingga menuju Jakarta.
Sepanjang perjalanan, Muryansyah didampingi dua staf anggota TNI Angkatan Laut. Selain TNI AL, kegiatan ini juga didukung sejumlah pihak, seperti Penglingsir Puri Blahbatuh di Bali, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), media, hingga pihak swasta pengelola sampah.
Muryansyah menempuh perjalan yang tidak mudah. Sebab, ia harus berenang menyeberangi Selat Bali yang terkenal akan arusnya yang sangat kuat. Saat tiba di Baluran, Situbondo, Jawa Timur, Muryansyah juga mengalami kram. Bahkan, cedera yang dialaminya dulu membuat ototnya bengkak terutama di pergelangan kaki.
”Proses ini memang tidak mudah. Kami ingin mencoba menginspirasi masyarakat agar membantu kami dengan cara yang semudah mungkin seperti memilah sampah dari rumah. Bantu kami untuk menjaga Bumi yang bisa kita tinggali ke depan,” ujar Muryansyah saat memberikan kesan dan sambutannya di KLHK, Jakarta.
Proses ini memang tidak mudah. Kami ingin mencoba menginspirasi masyarakat agar membantu kami dengan cara yang semudah mungkin seperti memilah sampah dari rumah. Bantu kami untuk menjaga Bumi bisa kita tinggali ke depan.
Kampanye lingkungan yang dilakukan Muryansyah tidak sia-sia. Ia mengakui harapan menjaga Bumi terlihat lewat partisipasi masyarakat sepanjang rute 1.239 kilometer. Mereka berhasil mengambil material dari rumah tangga yang tidak digunakan kembali dengan berat mencapai 68.000 kilogram atau 68 ton.
Melalui gerakan ini, Muryansyah ingin menginspirasi semua pihak untuk dapat berpartisipasi dan membuat komitmen nyata dalam menjaga lingkungan khususnya mengelola sampah berkelanjutan. Ia pun berharap, gerakan ini tidak hanya berakhir di Jakarta, tetapi bisa terus berjalan secara berkesinambungan.
Meningkatkan edukasi
Menteri LHK Siti Nurbaya mengapresiasi dukungan dari para pihak terutama para aktivis lingkungan hingga pemuka agama di Bali dalam upaya mengurangi sampah. Gerakan yang dilakukan Muryansyah juga menjadi kampanye yang baik dalam mendorong masyarakat untuk lebih peduli terhadap penyelesaian persoalan sampah.
”Sebenarnya dalam aspek lingkungan, hal terpenting adalah kampanye untuk kesadaran. Sebab, yang paling bahaya adalah bila sekelompok orang merasa tidak ada persoalan lingkungan. Oleh karena itu, sebelum berbicara kebijakan pemerintah, masyarakat harus memahami terlebih dahulu persoalan di sekitarnya,” tuturnya.
Siti menyebutkan, 68 ton sampah rumah tangga yang berhasil dikumpulkan dalam gerakan tersebut merupakan jumlah yang sangat besar. Sebagai perbandingan, jumlah ini lebih besar dari sampah rumah tangga yang dihasilkan di kawasan Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, yakni 15 ton per hari.
”Gerakan ini merupakan hadiah untuk Indonesia yang harus kita lanjutkan, abadikan, dan kerjakan. Ini yang bisa saya berikan sebagai komitmen dan implementasinya harus dilaksanakan,” katanya.
Director Sustainability Mayora Group Ronald Atmadja mengutarakan, edukasi bersinergi bersama masyarakat tentang sampah menjadi satu fondasi kesuksesan dalam penanganan limbah dan sampah. Edukasi berbasis konsep ekonomi sirkular inilah yang mengubah paradigma sampah menjadi bahan baku industri atau sampah bersih menjadi uang.
Gerakan ini, menurut Ronald, telah mencontohkan bahwa edukasi mampu mengumpulkan 78 persen sampah plastik, 19 persen sampah kertas, dan 3 persen sampah kaleng dari rumah tangga di kota-kota Indonesia. Bahkan, dari jumlah tersebut, 40 persen di antaranya merupakan kemasan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam industri daur ulang.
”Mungkin gerakan lari ini sudah berakhir, tetapi semangat keberlanjutannya harus terus digelorakan. Edukasi transformasi adalah perjalanan yang panjang dan harus konsisten serta wajib memiliki kreativitas,” tambahnya.