Kesalahan di Buku PPKn SMP Kelas VII Belum Diusut secara Tuntas
Pengusutan kesalahan pada buku teks PPKN kelas VII SMP tahun 2021 terbitan Kemendikbudristek belum tuntas. Kemendikbudristek diminta serius menyelesaikan masalah ini.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penarikan buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn Kelas VII terbitan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tahun 2021 yang dinilai bermasalah diapresiasi. Namun, solusi terhadap kesalahan isi buku tidak hanya pada penarikan dan revisi buku, melainkan juga pengusutan, penyelidikan, dan penyidikan yang komprehensif, serta pemberian sanksi tegas kepada tim pengolah buku.
Desakan untuk serius menyikapi kesalahan penulisan dalam buku teks PPKn kelas VII disuarakan oleh Aliansi Anak Bangsa Pemerhati Pendidikan (AABPP). Ketua AABPP Mary Monalisa Nainggolan yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (11/8/2022), mengatakan, pihaknya menyampaikan sikap dan petisi terhadap temuan kesalahan dalam buku PPKn kelas VII terbitan Kemendikbudristek tahun 2021. Selain itu, AABPP juga berkirim surat kepada Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dengan tembusan Presiden, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, serta Ketua Presidium Konferensi Wali Gereja Indonesia.
”Kami mengapresiasi respons pihak Kemendikbudristek untuk menarik buku PPKn dan merevisi buku. Namun, hingga kami mengirim surat ke Mendikbudristek pada 10 Agustus kemarin, kami masih menerima informasi dari sekolah-sekolah bahwa buku tersebut belum ditarik. Kami ingin mengetahui time line dan prosedur penarikan dan revisi buku. Kami bersama orangtua murid akan mengawalnya,” kata Mary.
Mary mengatakan, penyelewengan isi buku PPKn kelas VII SMP tersebut menimbulkan keresahan, keberatan, dan keprihatinan mendalam di pelbagai kalangan masyarakat di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama penganut agama tertentu. Karena itu, AABPP mengajukan petisi ke pemerintah, yakni Kemendikbudristek, Kemeterian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kejaksaan Agung agar solusinya tidak hanya menarik dan merevisi buku, tetapi juga mengusut, menyelidiki, dan menyidik secara komprehensif serta menjatuhkan sanksi tegas terhadap tim pengolah buku.
”Tidak sekadar permintaan maaf,” kata Mary yang juga pengajar di perguruan tinggi dan peneliti pendidikan Agama Kristen itu.
Menurut kajian AABPP, capaian pembelajaran dari buku cetak PPKn kelas VII seyogianya adalah praktik pengamalan Pancasila (profil pelajar Pancasila), bukan pada membandingkan doktrin agama-agama. Terdapat potensi penistaan agama dengan menerjemahkan ajaran agama lain oleh dan dengan ajaran yang bukan pemeluk/ajaran agama itu sendiri (potensi terhadap pelanggaran Undang-Undang/Pasal 156a KUHP).
Selain itu, kesalahan memahami Trinitas secara subyektif oleh tim penulis buku. Pemahaman oleh mereka yang bukan pemeluk agama yang bersangkutan berpotensi sebagai strategi membenturkan Trinitas dengan konsep Sila I Pacasila (Ketuhanan yang Maha Esa). Keberadaan Penghayat Kepercayaan yang memiliki kedudukan yang sama dengan umat beragama juga kurang diungkap dengan seimbang/proporsional. AABPP juga memandang bahwa negara ini menjamin kebebasan warga negara memeluk agama dan kepercayaan masing-masing (Pasal 29 UUD) dan terjadi pengaburan sejarah (kesalahan informasi kapan agama seperti Kristen dan Buddha masuk ke Nusantara).
Menurut Mary, tim pengolah buku PPKn sebagai representasi sosok guru/pendidik nasional dengan latar pendidikan dan pengalaman profesional yang sangat mumpuni di bidang PPKn harus dijatuhi sanksi tegas atas kesalahan konten dan kode etik penulisan ilmiah. Selama proses penyusunan sampai pencetakan dan pendistribusian buku telah melalui mekanisme menurut standar penulisan yang ditentukan serta sejumlah filter dan monitoring internal instansi.
”Sanksi tegas sebagai pemberian efek jera kepada tim pengolah buku PPKn berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia termasuk di lingkungan Kemendikbudristek merupakan hal yang wajib dan pantas mengingat negara kita adalah negara hukum dan menjunjung penegakan hukum. Dengan demikian, jangan diberikan celah bagi mereka yang mau melakukan penistaan dalam pendidikan agama, penistaan pendidikan kewarganegaraan, dan penistaan terhadap negara,” tutur Mary.
Sanksi tegas sebagai pemberian efek jera kepada tim pengolah buku PPKn berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mary menambahkan, kesalahan fatal konten buku-buku pelajaran terbitan Kemedikbudristek terjadi beberapa kali yang pasti menghabiskan energi, waktu, dan anggaran yang besar untuk menarik dan merevisi buku tersebut. Dengan demikian, penyelesaian masalah ini tidak bisa dianggap sepele. Dampak kerugian lebih fatal ialah ancaman terkontaminasinya mentalitas dan moral peserta didik sebagai generasi penerus bangsa oleh ajaran/faham menyesatkan yang akan memecah belah dan menghancurkan kesatuan dan kerukunan beragama di lingkungan sekolah dan masyarakat, di masa sekarang dan yang akan datang.
”Kami akan mengawal dan berjuang demi merawat kebinekaan di bumi pertiwi Indonesia yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Namun, apabila hal ini tidak juga ditanggapi, kami akan memikirkan langkah-langkah penyelesaian secara hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Mary.
Dikaji
Sebelumnya, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo pada Rabu (27/7/2022) menyatakan, Pusat Perbukuan Kemendikbudristek tengah mengkaji konten di dalam buku mata pelajaran PPKn SMP kelas VII terbitan 2021 tersebut. Selanjutnya, Pusat Perbukuan segera memperbaiki sesuai masukan yang diterima dari sejumlah pihak, khususnya mengenai penjelasan tentang Trinitas dalam agama Kristen Protestan dan Katolik.
Selama proses perbaikan, Pusat Perbukuan akan melibatkan perwakilan dari Konferensi Wali Gereja Indonesia dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia. Selain itu, Kemendikbudristek akan menarik dan mengganti buku yang saat ini beredar.
”Buku versi elektronik yang beredar sudah kami tarik dan segera kami ganti dengan edisi revisi. Pencetakan versi lamanya sudah kami hentikan. Untuk pencetakan selanjutnya, akan menggunakan edisi revisi,” ujar Anindito.